Painan, (ANTARA) - Dewan Pengawas (Dewas) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Langkisau Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat menolak Rencana Kerja Perusahaan (RKP) 2022 karena dinilai belum menggambarkan inovasi bagi kemajuan perusahaan ke depan.

Ketua Dewan Pengawas Syahrial Effendi di Painan, Selasa mengatakan belum tergambarnya inovasi dari pihak direksi dalam RKP yang diajukan sehingga akan sulit bagi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) air itu untuk berkembang.

Justru apa yang diajukan terlalu banyak belanja yang tidak jelas, di antaranya dana bencana dan pembelian peralatan yang dinilai tidak perlu.

Sesuai aturan direksi PDAM wajib membuat RKP setiap tahun sebagai kontrak kinerja dan sekaligus penjabaran rencana kerja 5 tahun sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Dokumen kontrak kinerja atau RKP yang disusun direksi harus mendapatkan persetujuan dari dewan pengawas, dan selanjutnya diajukan bersama-sama kepada bupati untuk meminta persetujuan. 

Ia menilai direksi sudah saatnya memiliki intuisi bisnis, sehingga keberadaan PDAM sebagai sebuah perusahaan pelat merah hendaknya mampu berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

"Jangan selalu minta uang pada rakyat. Di samping pelayanan publik, harusnya ada orientasi bisnis sebagai badan usaha," kata dia.

Di tempat terpisah Kasubag BUMD Bagian Perekonomian Pesisir Selatan Rafna mengatakan hingga kini direksi PDAM masih belum memberikan kontrak kinerjanya sesuai target 5 tahunan yang dibuat.

Karena itu pihaknya meminta agar jajaran manajemen segera menyampaikannya, karena kontrak kinerja merupakan sesuatu yang wajib dan sekaligus bentuk komitmen pengurus perusahaan terhadap kinerjanya.

Ketika ditanyai soal laporan keuangan dan alokasi APBD selama periode 2021-2022 dirinya mengaku tidak berhak menyampaikan hal itu, karena merupakan kewenangan PDAM untuk menyampaikannya kepada publik.

"Kalau itu kami tidak bisa secara langsung memberikannya. Sebaiknya minta langsung pada direksi," ujarnya.

Sementara Direktur PDAM Tirta Langkisau Herman Budiarto mengaku rencana bisnis tahunan periode 2022 masih dalam tahapan penyusunan bersama dewan pengawas. Setelah itu baru disampaikan pada bupati.

Pada rencana bisnis tahun ini jajaran direksi memang masih belum memasukkan rencana pengelolaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), mengingat keuangan perusahaan yang belum baik.

"Itu karena biaya operasional nyaris sama besarnya dengan pendapatan," sebutnya.

Saat ini pendapatan usaha penjualan air pada pelanggan tercatat sebesar Rp1,2 miliar per bulan. Sedangkan pengeluaran operasional mencapai Rp1,1 miliar per bulan, sehingga sulit untuk berinvestasi.

Ekspansi pengembangan jaringan atau membuka unit usaha turunan hanya bisa dilakukan jika adanya suntikan modal dari pemerintah kabupaten melalui APBD. Namun untuk 2021-2022 itu tidak ada.

"Bisa jadi karena pemerintah daerah tidak ada duit. Makanya kami belum memasukkan perencanaan bisnis AMDK dalam RKP tahun ini," tutupnya. (*)


Pewarta : Teddy Setiawan
Editor : Mukhlisun
Copyright © ANTARA 2024