Batusangkar (ANTARA) - Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo, Kabupaten Tanah Datar dipilih menjadi lokasi start etape V Tour de PDRI 2021 karena perannya tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) 1948-1949.

Daerah itu menjadi salah satu titik perhentian pemacar radio YBJ 6 yang digunakan pejuang untuk mengumumkan pada dunia bahwa Negara Indonesia masih berdaulat sebagai sebuah negara merdeka meskipun pemimpinnya, Soekarno-Hatta ditangkap Belanda dalam agresi militer II di Yogyakarta pada 19 Desember 1948. 

Radio YBJ 6 itu dibawa dari Bukittinggi ketika Belanda membombardir kota untuk memusnahkan sisa-sisa pejuang yang mendirikan PDRI pada 19 Desember 1948, sesaat setelah mendapatkan mandat dari Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta sebelum ditangkap.

Dari Bukittinggi, radio di bawa menuju Halaban Limapuluh Kota dikomandoi Mayor DS Ardiwinata, terus dibawa ke Pauh Tinggi, Tanjung Bonai, Bodi Balai Tangah diteruskan melalui jalur sungai Batang Sinamar menuju Lareh Aia Lubuk Jantan, Lintau. 

Di sana radio disembunyikan, di rumah Inyiak Soma. Hampir tiga bulan radio disembunyikan di sana sebelum dibawa ke Bidar Alam, Solok Selatan karena menurut informasi Belanda sudah sampai ke Halaban dalam misi menghancurkan radio tersebut.

Selama berada di rumah Inyiak Soma, Radio YBJ 6 berhasil mengudara mengirimkan informasi kepada AA Maramis, perwakilan Indonesia di India yang menjadi corong negara untuk dunia internasional.

Peran vital itu yang membuat Belanda berusaha keras untuk menghancurkan pemancar radio tersebut dengan segala cara yang memungkinkan bahkan jika harus mengorbankan warga sipil. 

"Peran Lubuk Jantan dalam peristiwa PDRI tidak boleh dilupakan begitu saja," kata Bupati Tanah Datar Eka Putra. 

Ia berharap Tour de PDRI 2021 bisa menjadi angin segar bagi Lubuk Jantan untuk masuk dalam rencana pembangunan, setidaknya pemugaran situs peninggalan PDRI yang ada di daerah itu.

Start etape V Tour de PDRI di Lubuk Jantan diwarnai dengan aksi tanam pohon di sekitar lokasi start di Lubuk Jantan, Lintau Tanah Datar sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan.

Sebanyak 60 pebalap permanen ditambah dengan komunitas dan VIP menempuh jarak sepanjang 26.51 kilometer menuju Tugu Avro Anson, Bukittinggi.

 

Avro Anson 003, Pesawat "Amai-amai" Ranah Minang

Pesawat Avro Anson 003 merupakan salah satu pesawat pioneer Angkatan Udara RI yang dibeli dengan bantuan "Amai-amai" atau ibu-ibu, Bundo Kanduang Ranah Minang yang merelakan perhiasan emasnya untuk kepentingan bangsa.

Usai pidato Moh. Hatta di Lapangan Kantin Bukittinggi pada 1947 tentang kebutuhan negara akan pesawat untuk menghadapi kemungkinan Agresi Belanda untuk menjadikan Indonesia kembali menjadi tanah jajahan.

Semangat "Amai-amai" Ranah Minang yang terbakar pidato itu ditunjukkan secara spontanitas dengan menanggalkan semua perhiasan emas yang sedang terpasang di badan. Masyarakat sekitar Bukittinggi ikut menyumbangkan emas hingga terkumpul seberat 12 kilogram.

Meskipun akhirnya pesawat yang dibeli dari mantan pilot RAF asal Australia, paul H Keegan itu tidak bisa ikut berperang melawan agresi Belanda karena jatuh di daerah Tanjung Hantu, Perak Malaysia akibat cuaca buruk, namun kuatnya tekad masyarakat Minangkabau untuk mempertahankan kemerdekaan telah tercatat dalam sejarah.

Hal itu diperkuat lagi dengan dukungan masyarakat Minangkabau terhadap perjuangan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang diketuai Syafruddin Prawiranegara 22 Desember 1948-13 Juli 1949 yang bergerilya di rimba-rimba Sumatera.

Kini, replika pesawat Avro Anson 003 itu berdiri kokoh di Kabupaten Agam, Sumbar. Menatapnya serasa membakar semangat kebangsaan dalam dada.***

 


Pewarta : Miko Elfisha
Editor : Mario Sofia Nasution
Copyright © ANTARA 2024