Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Pusat Riset Geoteknologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eko Yulianto mengatakan gempa magnitudo 7,4 di dekat Larantuka, Nusa Tenggara Timur, disebabkan oleh sesar geser, bukan sesar naik Flores.
Dengan demikian, kejadian gempa itu bukan merupakan perulangan dari gempa di Flores pada 12 Desember 1992 yang diikuti gelombang tsunami yang menewaskan 2.100 jiwa.
"Dari mekanisme fokalnya gempa ini dipicu oleh aktivitas sesar geser," kata Eko saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Eko menuturkan dari aktivitas gempanya, sesar geser secara umum bisa memicu tsunami tapi kecil. Kalaupun ada tsunami, kemungkinan tsunami kecil karena sesar geser.
Sesar geser sebagian besar tidak memicu tsunami. Namun, dalam beberapa kasus, sesar geser bisa memicu tsunami seperti tsunami Palu pada 2018.
Gempa di Flores dengan tsunami mencapai 36 meter pada 1992 dipicu oleh aktivitas sesar naik Flores (back-arc thrust).
Sesar naik Flores juga memicu gempa Lombok pada 2018. Sesar ini memanjang arahnya dari barat ke timur.
Namun, gempa Larantuka tidak berkaitan dengan sesar naik Flores yang memicu peristiwa gempa dan tsunami pada 1992 tersebut.
Gempa magnitudo 7,4 terjadi di Laut Flores dengan kedalaman 10 kilometer pada Selasa (14/12), pukul 10.20 WIB. Lokasi gempa adalah 112 kilometer barat laut Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Pantauan BMKG sebelumnya memperlihatkan ada tsunami dengan ketinggian 7 sentimeter berdasarkan pantauan di Marapokot, Kabupaten Nagekeo, NTT, pukul 10.36 WIB serta Reo di Kabupaten Manggarai pada pukul 10.39 WIB.
BMKG juga telah mengakhiri peringatan dini tsunami akibat gempa tersebut. Dalam konferensi pers pada Selasa siang, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan peringatan dini tsunami akibat gempa magnitudo 7,4 dekat Larantuka telah berakhir, tapi masyarakat diminta berhati-hati dengan potensi gempa bumi susulan.
Dengan demikian, kejadian gempa itu bukan merupakan perulangan dari gempa di Flores pada 12 Desember 1992 yang diikuti gelombang tsunami yang menewaskan 2.100 jiwa.
"Dari mekanisme fokalnya gempa ini dipicu oleh aktivitas sesar geser," kata Eko saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Eko menuturkan dari aktivitas gempanya, sesar geser secara umum bisa memicu tsunami tapi kecil. Kalaupun ada tsunami, kemungkinan tsunami kecil karena sesar geser.
Sesar geser sebagian besar tidak memicu tsunami. Namun, dalam beberapa kasus, sesar geser bisa memicu tsunami seperti tsunami Palu pada 2018.
Gempa di Flores dengan tsunami mencapai 36 meter pada 1992 dipicu oleh aktivitas sesar naik Flores (back-arc thrust).
Sesar naik Flores juga memicu gempa Lombok pada 2018. Sesar ini memanjang arahnya dari barat ke timur.
Namun, gempa Larantuka tidak berkaitan dengan sesar naik Flores yang memicu peristiwa gempa dan tsunami pada 1992 tersebut.
Gempa magnitudo 7,4 terjadi di Laut Flores dengan kedalaman 10 kilometer pada Selasa (14/12), pukul 10.20 WIB. Lokasi gempa adalah 112 kilometer barat laut Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Pantauan BMKG sebelumnya memperlihatkan ada tsunami dengan ketinggian 7 sentimeter berdasarkan pantauan di Marapokot, Kabupaten Nagekeo, NTT, pukul 10.36 WIB serta Reo di Kabupaten Manggarai pada pukul 10.39 WIB.
BMKG juga telah mengakhiri peringatan dini tsunami akibat gempa tersebut. Dalam konferensi pers pada Selasa siang, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan peringatan dini tsunami akibat gempa magnitudo 7,4 dekat Larantuka telah berakhir, tapi masyarakat diminta berhati-hati dengan potensi gempa bumi susulan.