Jakarta, (Antara) - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyatakan penerapkan bauran kebijakan yang akan dilakukan otoritas moneter untuk merespon dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, termasuk juga suku bunga acuan (BI rate).
"BI akan senantiasa mengikuti, menjaga serta merespon dalam bentuk bauran kebijakan terkait hasil keputusan APBN-P 2013 dan kaitannya dengan kenaikan harga BBM bersubsidi. Bauran kebijakan itu ya makroprudensial, bunga dan likuiditas, termasuk BI rate dan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia, dan lainnya," kata Agus Martowardojo di Kompleks Gedung BI, Jakarta, Jumat.
Namun Agus tidak spesifik menyatakan akan menaikkan BI rate atau tidak jika harga BBM bersubsidi naik. Dia hanya menekankan bahwa bauran kebijakan itu akan dilakukan seandainya benar-benar diperlukan.
Dia juga mengatakan bahwa saat ini fokus tertinggi otoritas moneter terletak pada APBN, baik RAPBN-Perubahan 2013 maupun RAPBN 2014.
"Secara umum perhatian kita yang tertinggi adalah pembahasan APBN. Kita sekarang ikuti saja proses pembahasan RAPBN-P 2013 dan pembahasan RAPBN 2014 yang sudah berjalan. Salah satu yang kita tunggu-tunggu adalah penyesuaian BBM, karena kalau itu dilakukan adalah kondisi yang baik sekali bagi moneter dan juga fiskal," kata dia.
Dia mengharapkan media massa tidak memberikan berita yang kurang seimbang terkait masalah kenaikan harga BBM bersubsidi hingga ada kepastian dari pemerintah. Sebab dikhawatirkan pemberitaan yang berlebihan dan tidak seimbang tentang rencana kenaikan harga BBM, akan mendorong harga barang naik, dan menyulitkan masyarakat.
"Kalau pembahasan dengan DPR itu nanti akan ada keputusan 'insya Allah' tanggal 17 Juni, dan kalau itu diputuskan apakah nanti pemerintah akan langsung menyesuaikan BBM atau apa itu kita belum tahu. Tapi jangan kita bereaksi sebelum itu dilakukan. Ingat ya, tahun lalu kita sudah ramai, tapi tidak jadi dinaikkan BBM," kata dia.
Sebelumnya Agus Martowardojo pernah menyampaikan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi idealnya dilakukan pada April lalu saat musim panen dan terjadi deflasi.
Menurut dia penyesuaian harga BBM di bulan Juni merupakan sesuatu yang harus dilakukan tetapi tidak ideal.
Meski demikian Agus Martowardojo menyatakan bahwa dinamika pelaksanaan penyesuaian harga BBM bersubsidi baru akan bisa terwujud setelah RAPBN-P 2013 disetujui.
Menurut Agus, angka inflasi tertinggi pascakenaikan harga BBM di 2013 akan terjadi pada bulan Juli. Namun dia mengatakan bahwa bank sentral belum akan mempublikasi kisaran inflasi Juli tersebut.
Sementara itu dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR pekan lalu BI mengasumsikan defisit transaksi berjalan di 2013 sebesar 2,4 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sedangkan proyeksi di 2014, defisit transaksi berjalan akan berada di kisaran 1,6 persen sampai 1,8 persen dari PDB.
Sedangkan inflasi tahun 2013 diproyeksikan mencapai 7,76 persen (dengan adanya kenaikan harga BBM bersubsidi) dan 2014 berkisar 4,5 persen plus minus 1 persen. Pertumbuhan ekonomi 2013 diperkirakan sebesar 6,2 persen dan di 2014 berkisar 6,4 persen sampai 6,8 persen. (*/wij)