Tanjungpinang (ANTARA) - Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengaku kesulitan menelusuri riwayat kontak seseorang yang telah ditetapkan positif COVID-19 karena wawancara dengan pasien terkendala kondisi pasien yang lemah.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kepri, Tjetjep Yudiana, di Tanjungpinang, Selasa, mengatakan, tim medis kesulitan mendapatkan informasi yang lengkap dari pasien COVID-19 lantaran kondisinya lemah.
"Wawancara terhadap pasien jarang membuahkan hasil yang lengkap. Tentu kondisi ini kurang baik dalam memutus mata rantai penularan," katanya, yang juga Kadis Kesehatan Kepri.
Ia mengusulkan, identitas pasien dibuka secara terbatas kepada publik. "Kebijakan ini bukan untuk niat yang tidak baik, melainkan agar orang-orang yang pernah kontak dengan pasien positif COVID-19 dapat ditangani secara medis," katanya,
Menurut dia, identitas pasien positif COVID-19 yang dipublikasikan bukan sebuah aib, melainkan sebagai bentuk tindakan kemanusiaan agar tidak ada yang tertular.
Tjetjep menegaskan orang yang terjangkit COVID-19 tidak boleh dikucilkan. Mereka harus diberi penguatan, dan kabar bahagia untuk meningkatkan imun tubuhnya.
"Karena itu, tidak perlu berbohong jika pernah kontak dengan penderita COVID-19, karena kita semua bertanggung jawab menyelamatkan diri kita, keluarga dan masyarakat," tuturnya.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kepri, Tjetjep Yudiana, di Tanjungpinang, Selasa, mengatakan, tim medis kesulitan mendapatkan informasi yang lengkap dari pasien COVID-19 lantaran kondisinya lemah.
"Wawancara terhadap pasien jarang membuahkan hasil yang lengkap. Tentu kondisi ini kurang baik dalam memutus mata rantai penularan," katanya, yang juga Kadis Kesehatan Kepri.
Ia mengusulkan, identitas pasien dibuka secara terbatas kepada publik. "Kebijakan ini bukan untuk niat yang tidak baik, melainkan agar orang-orang yang pernah kontak dengan pasien positif COVID-19 dapat ditangani secara medis," katanya,
Menurut dia, identitas pasien positif COVID-19 yang dipublikasikan bukan sebuah aib, melainkan sebagai bentuk tindakan kemanusiaan agar tidak ada yang tertular.
Tjetjep menegaskan orang yang terjangkit COVID-19 tidak boleh dikucilkan. Mereka harus diberi penguatan, dan kabar bahagia untuk meningkatkan imun tubuhnya.
"Karena itu, tidak perlu berbohong jika pernah kontak dengan penderita COVID-19, karena kita semua bertanggung jawab menyelamatkan diri kita, keluarga dan masyarakat," tuturnya.