Arosuka, (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Solok, Sumatera Barat sedang mengupayakan Indikasi Geografis (IG) untuk kopi arabika dan robusta agar harga komoditi ini lebih stabil dan bernilai tinggi di pasaran.
"Kami berharap mendapat IG kopi tahun ini. Sekarang kami fokus pada penambahan lahan, sebab persoalan utama kopi Solok belum bisa memenuhi permintaan pasar, maka penambahan luas tanam menjadi penting," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Solok, Admaizon di Arosuka, Jumat.
Ia menyebutkan dari data Dinas Pertanian setempat, sepanjang 2019 produksi kopi arabika di Kabupaten Solok sebesar 657 ton dengan luas area tanam 6.630 hektare dan robusta sebesar 1.388 ton dengan luas area tanam 16.396 hektare.
Pihaknya telah mengajukan pinjam pakai lahan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk penanaman kopi arabika untuk penambahan jumlah area tanam.
Kementerian Lingkungan Hidup menyetujui pinjam pakai kawasan hutan lindung seluas 7.000 hektare di Kecamatan Lembah Gumanti, Pantai Cermin, dan Hiliran Gumanti untuk kopi arabika dengan sistem agroforestri.
"Tahun ini sudah mulai aktivitas pembibitan dan penanaman, namun belum secara keseluruhan," ujarnya.
Admaizon mengatakan kopi arabika akan lebih diprioritaskan, sebab kopi arabika dikembangkan di daerah-daerah tinggi dengan ketinggian 1.200-1.600 mdpl, seperti Kecamatan Lembang Jaya.
"Munculnya berbagai kafe-kafe (kedai) kopi turut mendongkrak permintaan, apalagi dalam hal ini (keberadaan kedai kopi modern) kopi Solok sangat diminati," katanya.
Hingga saat ini ada sebanyak 2.706 petani kopi tergabung dalam 200 kelompok tani.
Pihaknya menegaskan akan memprioritaskan program bantuan bibit kopi di tahun 2020, namun bantuan tersebut tidak bisa diberikan kepada perorangan, hanya bantuan kepada kelompok tani, yang nantinya disalurkan kepada anggota kelompok.
Ia mengimbau petani kopi untuk mendirikan kelompok tani, dan didaftarkan ke Dinas Pertanian Kabupaten Solok, agar memudahkan dalam pendataan dan pembinaan.
Ketua Koperasi Solok Radjo, Alfadriansyah mengatakan Koperasi Solok Radjo yang memiliki anggota sekitar 887 orang menyikapi permasalahan kurangnya luas tanam dan jumlah panen dengan pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) berupa bibit kopi.
Sebab, kopi Solok Radjo hanya panen 7-10 ton. Jumlah itu sangat sedikit maka diperlukannya bibit, sehingga lahan bisa diperluas.
Menurutnya untuk mendapatkan modal, pihaknya dan anggota melakukan pinjaman usaha ke Bank melalui KUR (Kredit Usaha Rakyat). Sebab di koperasi sendiri tidak mencukupi hal itu, karena SHU yang ada hanya Rp160 juta lebih.
"Saya berharap pemerintah maupun fasilitator lain menghadirkan lembaga permodalan atau memberikan kemudahan bagi petani kopi dalam mendapatkan modal, seperti dengan program dompet Dhuafa Singgalang untuk petani kopi berdaya di Sirukam," ujarnya.
Menurutnya, permintaan greenbean (biji hijau) kopi Solok ini sangat tinggi, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
"Ini peluang nyata bagi seluruh pihak terkait dalam mengembangkan kopi Solok, sebab kopi Solok sudah memiliki pasar tersendiri, dan itu pun belum tentu terpenuhi," sebutnya. (*)
"Kami berharap mendapat IG kopi tahun ini. Sekarang kami fokus pada penambahan lahan, sebab persoalan utama kopi Solok belum bisa memenuhi permintaan pasar, maka penambahan luas tanam menjadi penting," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Solok, Admaizon di Arosuka, Jumat.
Ia menyebutkan dari data Dinas Pertanian setempat, sepanjang 2019 produksi kopi arabika di Kabupaten Solok sebesar 657 ton dengan luas area tanam 6.630 hektare dan robusta sebesar 1.388 ton dengan luas area tanam 16.396 hektare.
Pihaknya telah mengajukan pinjam pakai lahan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk penanaman kopi arabika untuk penambahan jumlah area tanam.
Kementerian Lingkungan Hidup menyetujui pinjam pakai kawasan hutan lindung seluas 7.000 hektare di Kecamatan Lembah Gumanti, Pantai Cermin, dan Hiliran Gumanti untuk kopi arabika dengan sistem agroforestri.
"Tahun ini sudah mulai aktivitas pembibitan dan penanaman, namun belum secara keseluruhan," ujarnya.
Admaizon mengatakan kopi arabika akan lebih diprioritaskan, sebab kopi arabika dikembangkan di daerah-daerah tinggi dengan ketinggian 1.200-1.600 mdpl, seperti Kecamatan Lembang Jaya.
"Munculnya berbagai kafe-kafe (kedai) kopi turut mendongkrak permintaan, apalagi dalam hal ini (keberadaan kedai kopi modern) kopi Solok sangat diminati," katanya.
Hingga saat ini ada sebanyak 2.706 petani kopi tergabung dalam 200 kelompok tani.
Pihaknya menegaskan akan memprioritaskan program bantuan bibit kopi di tahun 2020, namun bantuan tersebut tidak bisa diberikan kepada perorangan, hanya bantuan kepada kelompok tani, yang nantinya disalurkan kepada anggota kelompok.
Ia mengimbau petani kopi untuk mendirikan kelompok tani, dan didaftarkan ke Dinas Pertanian Kabupaten Solok, agar memudahkan dalam pendataan dan pembinaan.
Ketua Koperasi Solok Radjo, Alfadriansyah mengatakan Koperasi Solok Radjo yang memiliki anggota sekitar 887 orang menyikapi permasalahan kurangnya luas tanam dan jumlah panen dengan pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) berupa bibit kopi.
Sebab, kopi Solok Radjo hanya panen 7-10 ton. Jumlah itu sangat sedikit maka diperlukannya bibit, sehingga lahan bisa diperluas.
Menurutnya untuk mendapatkan modal, pihaknya dan anggota melakukan pinjaman usaha ke Bank melalui KUR (Kredit Usaha Rakyat). Sebab di koperasi sendiri tidak mencukupi hal itu, karena SHU yang ada hanya Rp160 juta lebih.
"Saya berharap pemerintah maupun fasilitator lain menghadirkan lembaga permodalan atau memberikan kemudahan bagi petani kopi dalam mendapatkan modal, seperti dengan program dompet Dhuafa Singgalang untuk petani kopi berdaya di Sirukam," ujarnya.
Menurutnya, permintaan greenbean (biji hijau) kopi Solok ini sangat tinggi, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
"Ini peluang nyata bagi seluruh pihak terkait dalam mengembangkan kopi Solok, sebab kopi Solok sudah memiliki pasar tersendiri, dan itu pun belum tentu terpenuhi," sebutnya. (*)