Sawahlunto, (Antaranews Sumbar) - Wali Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Deri Asta menjelaskan alasannya tidak memperpanjang kontrak 333 pegawai tidak tetap (PTT) di lingkungan pemerintahan setempat.
Menurutnya tidak diperpanjangnya kontrak kerja ratusan PTT itu karena mereka diangkat melalui surat keputusan (SK) wali kota sebelumnya terhitung 1 September 2017 hingga 31 Agustus 2018.
"PTT yang diangkat dalam rentang waktu tersebut cacat secara ketentuan administrasi dan Undang-undang, karena dikeluarkan dalam rentang enam bulan sebelum pasangan calon wali kota dan wakil wali kota ditetapkan KPU," kata dia di Sawahlunto, Kamis.
Ia menegaskan selaku kepala daerah saat ini, ia tidak ingin terkena sanksi akibat menjalankan SK di luar kewenangannya atau kepala daerah sebelumnya.
Bahkan PTT yang telah menerima gaji atas pengangkatan itu berkemungkinan harus mengembalikannya, karena bekerja tidak berdasarkan SK yang sah.
Ia mengaku keputusan yang diambil ini sangat berat karena menyangkut nasib dan masa depan orang banyak, namun tetap harus ada kebijakan demi menyelamatkan semua pihak, meski ada konsekuensinya.
Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Sawahlunto, Mawardi mengatakan tidak semua PTT mengalami pengakhiran kontrak akibat surat keputusan kepala daerah sebelumnya itu.
"Masih ada 252 PTT yang dikembalikan OPD semula. Sebelum diangkat menjadi kontrak atau honor daerah mereka sudah terlebih dahulu masuk dari kotrak OPD,” jelasnya.
Pada sisi lain, dua fraksi di DPRD Kota Sawahlunto yakni Fraksi Golkar dan Fraksi PKS-PKPI menyatakan keprihatinan mereka atas nasib ratusan PTT yang mengalami pengakhiran kontrak kerja itu.
Juru bicara Fraksi Golkar, Bakri mengatakan pemerintah daerah semestinya bisa mencarikan solusi terbaik, bukan dengan cara pengurangan atau pengakhiran kontrak kerja dengan PTT.
Masalah seperti ini juga dialami daerah lain, namun mereka masih berjuang untuk mencari jalan terbaik untuk tenaga PTT itu.
Sesuai PPP Nomor 49 Tahun 2018 yang dikeluarkan pada 22 November 2018 pemerintah pusat dan daerah dilarang melakukan rekruitmen tenaga honorer dalam bentuk apa pun. Artinya aturan ini berlaku untuk ke depan, dan tidak berlaku surut.
Fraksi PKS-PKPI juga mempertanyakan sikap pemerintah kota ini, harus ada solusi bagi orang yang tidak lagi diperpanjang masa kontraknya, sehingga pemerintah tidak sekedar mengembalikan mereka ke rumah masing-masing.
Pemerintah semestinya mencari peluang atau kesempatan lain bagi mereka untuk bekerja di lingkungan Pemerintah Kota Sawahlunto. (*)
Menurutnya tidak diperpanjangnya kontrak kerja ratusan PTT itu karena mereka diangkat melalui surat keputusan (SK) wali kota sebelumnya terhitung 1 September 2017 hingga 31 Agustus 2018.
"PTT yang diangkat dalam rentang waktu tersebut cacat secara ketentuan administrasi dan Undang-undang, karena dikeluarkan dalam rentang enam bulan sebelum pasangan calon wali kota dan wakil wali kota ditetapkan KPU," kata dia di Sawahlunto, Kamis.
Ia menegaskan selaku kepala daerah saat ini, ia tidak ingin terkena sanksi akibat menjalankan SK di luar kewenangannya atau kepala daerah sebelumnya.
Bahkan PTT yang telah menerima gaji atas pengangkatan itu berkemungkinan harus mengembalikannya, karena bekerja tidak berdasarkan SK yang sah.
Ia mengaku keputusan yang diambil ini sangat berat karena menyangkut nasib dan masa depan orang banyak, namun tetap harus ada kebijakan demi menyelamatkan semua pihak, meski ada konsekuensinya.
Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Sawahlunto, Mawardi mengatakan tidak semua PTT mengalami pengakhiran kontrak akibat surat keputusan kepala daerah sebelumnya itu.
"Masih ada 252 PTT yang dikembalikan OPD semula. Sebelum diangkat menjadi kontrak atau honor daerah mereka sudah terlebih dahulu masuk dari kotrak OPD,” jelasnya.
Pada sisi lain, dua fraksi di DPRD Kota Sawahlunto yakni Fraksi Golkar dan Fraksi PKS-PKPI menyatakan keprihatinan mereka atas nasib ratusan PTT yang mengalami pengakhiran kontrak kerja itu.
Juru bicara Fraksi Golkar, Bakri mengatakan pemerintah daerah semestinya bisa mencarikan solusi terbaik, bukan dengan cara pengurangan atau pengakhiran kontrak kerja dengan PTT.
Masalah seperti ini juga dialami daerah lain, namun mereka masih berjuang untuk mencari jalan terbaik untuk tenaga PTT itu.
Sesuai PPP Nomor 49 Tahun 2018 yang dikeluarkan pada 22 November 2018 pemerintah pusat dan daerah dilarang melakukan rekruitmen tenaga honorer dalam bentuk apa pun. Artinya aturan ini berlaku untuk ke depan, dan tidak berlaku surut.
Fraksi PKS-PKPI juga mempertanyakan sikap pemerintah kota ini, harus ada solusi bagi orang yang tidak lagi diperpanjang masa kontraknya, sehingga pemerintah tidak sekedar mengembalikan mereka ke rumah masing-masing.
Pemerintah semestinya mencari peluang atau kesempatan lain bagi mereka untuk bekerja di lingkungan Pemerintah Kota Sawahlunto. (*)