Padang (ANTARA) - Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal dan terbaik kepada masyarakat merupakan tuntutan yang mesti dijalani oleh pengelola Rumah Sakit (RS). Apalagi jika rumah sakit tersebut melayani pasien Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Sebagai antisipasi jika terdapat keterlambatan pembayaran klaim pelayanan kesehatan RS dari BPJS Kesehatan, saat ini telah hadir solusi yang dikenal dengan program Supply Chain Financing (SCF) atau anjak piutang yang telah disediakan oleh beberapa bank khusus bagi RS yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Dalam program SCF, RS akan mendapatkan dana yang dibutuhkan bagi keberlangsungan operasionalnya dari bank dengan piutang klaim pelayanan kesehatan yang telah diakui dan disetujui oleh BPJS Kesehatan sebagai jaminannya.
Perlu diketahui, BPJS Kesehatan dikenakan denda keterlambatan pembayaran klaim pelayanan kesehatan sebesar 1 persen per 30 hari. Sementara biaya SCF yang dikenakan bank kepada pihak RS berada di angka 0,7 persen s.d. 0,8 persen per 30 hari.
Direktur Rumah Sakit BMC Padang, Helgawati mengaku terbantu sekali dengan adanya program SCF ini, karena bisa menjadi salah satu solusi mengatasi beban keuangan yang harus ditanggung RS sembari menunggu pembayaran klaim cair.
“Saya yakin negara pasti bayar, jadi kalau pembayaran oleh BPJS Kesehatan masih lama kami bisa memakai dana SCF dulu”, katanya.
Agar pembayaran oleh BPJS Kesehatan lancar pihaknya pun mengupayakan agar berkas yang dikirim lengkap, sesuai syarat dan ketentuan, untuk meminimalisir klaim yang pembayarannya ditangguhkan. “Biasanya H+1 berkas kami sudah siap dan tanggal 5 setiap bulan sudah diantar" ujarnya.
Ia menilai program SCF ini cukup membantu karena semua pembayaran untuk gaji karyawan dan obat tidak boleh terlambat.
“Dengan adanya SCF teman-teman mitra kerja nyaman pembayaran lancar, solusinya begitu, kalau tidak tutup kita, dokter juga tidak mau praktek”, katanya.
Tidak hanya itu, proses pengajuan dana talangan juga mudah karena pihaknya tinggal menelpon bank dan memberikan berkas tagihan yang sudah diverifikasi.
Senada dengan Helgawati, Direktur Rumah Sakit Ibnu Sina Padang, Erliningsih juga mengakui bahwa nilai tagihan mereka ke BPJS Kesehatan cukup besar. Sejak April pihaknya sudah memanfaatkan SCF hingga Rp 63 miliar.
“Kami tidak mungkin terlambat membayar jasa dokter, obat, dan gaji karyawan, solusinya lebih bagus pakai dana talangan," kata dia.
Apalagi saat ini jumlah karyawan di enam RS Yarsi di seluruh Sumatera Barat, telah mencapai 2.000 orang. Dengan adanya SCF jasa dokter dan obat-obatan aman serta pelayanan kepada masyarakat lancar.
Pendapat kedua direktur RS di atas diamini oleh Direktur Rumah Sakit Regina Eye Center, Edi Martadinata. Edi menilai keterlambatan pembayaran dari BPJS Kesehatan bisa diatasi dengan dana talangan dari program SCF.
"Operasional RS bisa berjalan normal, pelayanan tetap dapat diberikan, sambil menunggu pembayaran klaim dari BPJS Kesehatan,” katanya.
Sebagai antisipasi jika terdapat keterlambatan pembayaran klaim pelayanan kesehatan RS dari BPJS Kesehatan, saat ini telah hadir solusi yang dikenal dengan program Supply Chain Financing (SCF) atau anjak piutang yang telah disediakan oleh beberapa bank khusus bagi RS yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Dalam program SCF, RS akan mendapatkan dana yang dibutuhkan bagi keberlangsungan operasionalnya dari bank dengan piutang klaim pelayanan kesehatan yang telah diakui dan disetujui oleh BPJS Kesehatan sebagai jaminannya.
Perlu diketahui, BPJS Kesehatan dikenakan denda keterlambatan pembayaran klaim pelayanan kesehatan sebesar 1 persen per 30 hari. Sementara biaya SCF yang dikenakan bank kepada pihak RS berada di angka 0,7 persen s.d. 0,8 persen per 30 hari.
Direktur Rumah Sakit BMC Padang, Helgawati mengaku terbantu sekali dengan adanya program SCF ini, karena bisa menjadi salah satu solusi mengatasi beban keuangan yang harus ditanggung RS sembari menunggu pembayaran klaim cair.
“Saya yakin negara pasti bayar, jadi kalau pembayaran oleh BPJS Kesehatan masih lama kami bisa memakai dana SCF dulu”, katanya.
Agar pembayaran oleh BPJS Kesehatan lancar pihaknya pun mengupayakan agar berkas yang dikirim lengkap, sesuai syarat dan ketentuan, untuk meminimalisir klaim yang pembayarannya ditangguhkan. “Biasanya H+1 berkas kami sudah siap dan tanggal 5 setiap bulan sudah diantar" ujarnya.
Ia menilai program SCF ini cukup membantu karena semua pembayaran untuk gaji karyawan dan obat tidak boleh terlambat.
“Dengan adanya SCF teman-teman mitra kerja nyaman pembayaran lancar, solusinya begitu, kalau tidak tutup kita, dokter juga tidak mau praktek”, katanya.
Tidak hanya itu, proses pengajuan dana talangan juga mudah karena pihaknya tinggal menelpon bank dan memberikan berkas tagihan yang sudah diverifikasi.
Senada dengan Helgawati, Direktur Rumah Sakit Ibnu Sina Padang, Erliningsih juga mengakui bahwa nilai tagihan mereka ke BPJS Kesehatan cukup besar. Sejak April pihaknya sudah memanfaatkan SCF hingga Rp 63 miliar.
“Kami tidak mungkin terlambat membayar jasa dokter, obat, dan gaji karyawan, solusinya lebih bagus pakai dana talangan," kata dia.
Apalagi saat ini jumlah karyawan di enam RS Yarsi di seluruh Sumatera Barat, telah mencapai 2.000 orang. Dengan adanya SCF jasa dokter dan obat-obatan aman serta pelayanan kepada masyarakat lancar.
Pendapat kedua direktur RS di atas diamini oleh Direktur Rumah Sakit Regina Eye Center, Edi Martadinata. Edi menilai keterlambatan pembayaran dari BPJS Kesehatan bisa diatasi dengan dana talangan dari program SCF.
"Operasional RS bisa berjalan normal, pelayanan tetap dapat diberikan, sambil menunggu pembayaran klaim dari BPJS Kesehatan,” katanya.