Padang, (Antaranews Sumbar) - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) mencatat nilai tukar petani di daerah itu mencapai 96,53 persen  pada Oktober  2018.
    "Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga di perdesaan di 11 kabupaten di Sumatera Barat pada  Oktober  2018, nilai tukar petani  mengalami kenaikan sebesar 0,16 persen dibanding September  dari 95,37 menjadi 96,53," kata Kepala BPS Sumbar Sukardi di Padang, Selasa.
    Ia menjelaskan nilai tukar petani  diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga dibayar petani yang   merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan.
    Nilai tukar petani juga menunjukkan daya tukar  dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi dimana semakin tinggi, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani, kata dia.
    Ia merinci nilai tukar petani masing-masing subsektor tercatat sebesar 93,35 untuk subsektor tanaman pangan, subsektor hortikultura 81,43, subsektor tanaman perkebunan rakyat 100,74, subsektor peternakan 103,69, dan subsektor perikanan 107,04.
    Sedangkan untuk subsektor perikanan terbagi menjadi dua, yaitu subsektor perikanan tangkap dan perikanan budidaya dengan nilai tukar masing-masing sebesar 106,93 dan 107,07, ucap dia.
     Ia mengatakan pada Oktober  2018  terjadi  inflasi  di daerah perdesaan sebesar 0,94 persen yang disebabkan terjadinya inflasi  pada enam kelompok pengeluaran yaitu  bahan makanan, perumahan, sandang, rekreasi dan olahraga, serta transportasi dan komunikasi
     Sebelumnya Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumbar mengumumkan sekitar  30 persen dari 600 ribu kepala keluarga petani di daerah itu telah memiliki asuransi tani atau Asuransi Usaha Tani (AUT).
     "Pada awalnya terserap sebesar 15 persen, sekarang sudah mencapai 30 persen petani yang memiliki AUT," kata Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumbar Candra 
     Ia mengatakan nilai premi sebesar Rp180 ribu dengan subsidi dari pemerintah sebesar Rp144 ribu, petani hanya membayar Rp36 ribu perhektar lahan untuk setiap musim tanam.
   "Ganti rugi bisa dibayarkan maksimal Rp6 juta dengan kerusakan lebih dari 75 persen," sebutnya.
     Ia menyampaikan  petani dapat mengajukan klaim jika lahan pertanian mengalami kekeringan, kerusakan yang disebabkan oleh banjir ataupun serangan hama. (*)

Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor : Joko Nugroho
Copyright © ANTARA 2024