Padang, (Antaranews Sumbar) - Wartawati pelopor koran perempuan pertama di Indonesia, Roehana Koeddoes gagal menjadi pahlawan nasional meski telah memenuhi seluruh persyaratan dalam proses pengusulan dari daerah.
     "Kita sudah terima kabar. Roehana Koeddoes belum masuk enam tokoh yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh presiden," kata Kepala Dinas Sosial Sumatera Barat, Abdul Gafar di Padang, Kamis.
     Pada proses akhir menurutnya nama tokoh perempuan asal Sumbar itu masuk dalam 18 nama yang diajukan Tim Peneliti Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) Kementerian Sosial.
     Namun dalam seleksi final untuk menentukan nama enam pahlawan nasional yang akan ditetapkan presiden, nama Roehana tersisih bersama 12 nama lain.
     Abdul Gafar menyebut pihaknya akan mengkaji kembali regulasi terkait pengusulan nama untuk ditetapkan jadi pahlawan nasional pada 2019.
     "Roehana Koeddoes sudah dua kali diusulkan jadi pahlawan dari Sumbar. Kita belum tahu apakah bisa mengusulkan lagi atau tidak. Kita kaji dulu," katanya.
     Roehana merupakan wartawan perempuan di Sumbar lahir di Koto Gadang, Kecamatan Ampekkoto pada 20 Desember 1884 dan meninggal di Jakarta pada 17 Agustus 1972 pada usia 87 tahun.
     Ia hidup pada zaman yang sama dengan Kartini, di mana akses perempuan untuk mendapat pendidikan yang baik sangat dibatasi. Ia adalah pendiri surat kabar perempuan pertama di Indonesia.
     Saat Belanda meningkatkan tekanan dan serangannya terhadap kaum pribumi, Roehana bahkan turut membantu pergerakan politik dengan tulisannya yang membakar semangat juang para pemuda.
     Kiprahnya di dunia jurnalistik dimulai dari surat kabar Poetri Hindia pada 1908 di Batavia yang dianggap sebagai koran perempuan pertama di Indonesia.
     Roehana pun mempelopori berdirinya dapur umum dan badan sosial untuk membantu para gerilyawan.
     Dia juga mencetuskan ide bernas dalam penyelundupan senjata dari Kotogadang ke Bukittinggi melalui Ngarai Sianok dengan cara menyembunyikannya dalam sayuran dan buah-buahan yang kemudian dibawa ke Payakumbuh dengan kereta api.
     Hingga ajalnya menjemput, dia masih terus berjuang. Termasuk ketika merantau ke Lubuk Pakam dan Medan. Di sana dia mengajar dan memimpin surat kabar Perempuan Bergerak. Kembali ke Padang, ia menjadi redaktur surat kabar Radio yang diterbitkan Tionghoa-Melayu di Padang dan surat kabar Cahaya Sumatera.
     Perempuan yang wafat pada 17 Agustus 1972 itu mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara, serta menjadi kebanggaan bagi kaum hawa yang diperjuangkannya
    Presiden Joko Widodo menetapkan enam nama pahlawan nasional pada 2018 melalui SK Presiden Nomor 123/TK tahun 2018 tentang Penganugrahan Gelar Pahlawan Nasional.
     Enam orang itu masing-masing alm Abdurahman Baswedan, alm Pangeran Muhammad Noor, alm Agung Hajjah Andi Depu.
     Alm Depati Amir, alm Kasman Singodimejo, dan alm KH Syamun. (*)

Pewarta : Miko Elfisha
Editor : Mukhlisun
Copyright © ANTARA 2024