Padang, (Antaranews Sumbar) - Petani gambir di Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat meminta pemerintah memberikan perhatian yang sama kepada komoditas gambir, seperti yang diberikan pada komoditas kelapa sawit.
"Sebagian besar produksi gambir dunia itu ada di Sumbar. Karena itu pemerintah diharapkan berperan aktif untuk menstimulasi dan melindungi petani gambir dari monopoli harga pengusaha asing," kata salah seorang petani, Gino Ricarno (35) di Padang, Selasa.
Ia mengatakan itu terkait upaya memberikan perlindungan pada petani gambir Sumbar agar tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak asing.
Menurutnya hingga saat ini, harga gambir masih dimonopoli oleh pengusaha India yang membuka perusahaan pengumpul di Padang.
Setidaknya ada enam perusahaan besar milik pengusaha India yang diduga menetapkan harga untuk komoditas gambir Sumbar. Perusahaan tersebut memiliki "kaki" hingga tingkat petani di nagari.
Sekarang pengusaha India tersebut bahkan sudah menginvestasikan puluhan miliar untuk mendirikan pabrik langsung di sentra gambir yaitu Kecamatan Pangkalan kabupaten Limapuluh Kota dan Pesisir Selatan sehingga posisi petani makin terjepit.
Posisi pengusaha tersebut sekarang tidak hanya terbatas pada pedagang pengumpul, tetapi telah menjadi produsen yang mengolah sendiri gambir untuk ekspor. Mereka membeli daun gambir dengan harga sangat murah ke petani.
Kalau hal itu terus dibiarkan, bukan tidak mungkin ke depan lahan gambir Sumbar berangsur-angsur pindah tangan dikuasai asing dan petani gambir menjadi buruh di tanah sendiri.
Jika pemerintah serius memberikan perlindungan pada petani dan gambir, dengan membenahi sektor hulu dan hilir, Gino yakin komoditas itu akan bisa memberikan kesejahteraan pada petani dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah.
Sebagai bukti, pada 2017 harga gambir bisa mencapai Rp105 ribu per kilogram. Padahal kualitasnya sama dengan gambir yang sebelumnya hanya dihargai Rp35 ribu per kilogram.
Faktor yang mempengaruhi adalah munculnya wacana PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) akan terjun ke bisnis itu, membeli gambir rakyat dengan harga yang lebih baik.
Hal itu membuat pengusaha India yang memonopoli harga gambir ketakutan dan dan menaikkan harga gambir.
Artinya, pengusaha tersebut tetap bisa untung dengan harga pembelian Rp105 per kilogram di tingkat petani.
"Bayangkan berapa untungnya jika harga gambir di tingkat petani ditekan hingga Rp19 ribu per kilogram pada Maret 2018," kata dia.
Kepala Biro Perekonomian Sumbar Heri Nofriadi mengatakan pihaknya akan berupaya mencarikan solusi terkait komoditas gambir tersebut. Salah satunya dengan mendorong terbentuknya asosiasi pengusaha gambir.
Asosiasi itu bisa menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan gambir baik pada pemerintah maupun pengusaha di Indonesia maupun internasional.
Sementara itu Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan pihaknya memahami persoalan gambir itu. Monopoli yang terjadi karena India merupakan negara terbesar yang menyerap gambir Sumbar.
Solusinya harus dicarikan alternatif negara untuk menjual gambir itu, salah satu yang memungkinkan adalah Maroko.
"Kita sudah tawarkan komoditas ini di Maroko dan mendapatkan tanggapan baik. Tahap awal telah dikirim tiga kontainer gambir ke Maroko. Mudah-mudahan bisa berlanjut dan jumlahnya meningkat," katanya.
Secara bertahap menurutnya Pemprov Sumbar akan terus berupaya untuk mencarikan solusi bagi petani gambir agar bisa mengecap harga yang ideal.
Idealnya harga gambir Rp60 ribu per kilogram. (*)
"Sebagian besar produksi gambir dunia itu ada di Sumbar. Karena itu pemerintah diharapkan berperan aktif untuk menstimulasi dan melindungi petani gambir dari monopoli harga pengusaha asing," kata salah seorang petani, Gino Ricarno (35) di Padang, Selasa.
Ia mengatakan itu terkait upaya memberikan perlindungan pada petani gambir Sumbar agar tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak asing.
Menurutnya hingga saat ini, harga gambir masih dimonopoli oleh pengusaha India yang membuka perusahaan pengumpul di Padang.
Setidaknya ada enam perusahaan besar milik pengusaha India yang diduga menetapkan harga untuk komoditas gambir Sumbar. Perusahaan tersebut memiliki "kaki" hingga tingkat petani di nagari.
Sekarang pengusaha India tersebut bahkan sudah menginvestasikan puluhan miliar untuk mendirikan pabrik langsung di sentra gambir yaitu Kecamatan Pangkalan kabupaten Limapuluh Kota dan Pesisir Selatan sehingga posisi petani makin terjepit.
Posisi pengusaha tersebut sekarang tidak hanya terbatas pada pedagang pengumpul, tetapi telah menjadi produsen yang mengolah sendiri gambir untuk ekspor. Mereka membeli daun gambir dengan harga sangat murah ke petani.
Kalau hal itu terus dibiarkan, bukan tidak mungkin ke depan lahan gambir Sumbar berangsur-angsur pindah tangan dikuasai asing dan petani gambir menjadi buruh di tanah sendiri.
Jika pemerintah serius memberikan perlindungan pada petani dan gambir, dengan membenahi sektor hulu dan hilir, Gino yakin komoditas itu akan bisa memberikan kesejahteraan pada petani dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah.
Sebagai bukti, pada 2017 harga gambir bisa mencapai Rp105 ribu per kilogram. Padahal kualitasnya sama dengan gambir yang sebelumnya hanya dihargai Rp35 ribu per kilogram.
Faktor yang mempengaruhi adalah munculnya wacana PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) akan terjun ke bisnis itu, membeli gambir rakyat dengan harga yang lebih baik.
Hal itu membuat pengusaha India yang memonopoli harga gambir ketakutan dan dan menaikkan harga gambir.
Artinya, pengusaha tersebut tetap bisa untung dengan harga pembelian Rp105 per kilogram di tingkat petani.
"Bayangkan berapa untungnya jika harga gambir di tingkat petani ditekan hingga Rp19 ribu per kilogram pada Maret 2018," kata dia.
Kepala Biro Perekonomian Sumbar Heri Nofriadi mengatakan pihaknya akan berupaya mencarikan solusi terkait komoditas gambir tersebut. Salah satunya dengan mendorong terbentuknya asosiasi pengusaha gambir.
Asosiasi itu bisa menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan gambir baik pada pemerintah maupun pengusaha di Indonesia maupun internasional.
Sementara itu Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan pihaknya memahami persoalan gambir itu. Monopoli yang terjadi karena India merupakan negara terbesar yang menyerap gambir Sumbar.
Solusinya harus dicarikan alternatif negara untuk menjual gambir itu, salah satu yang memungkinkan adalah Maroko.
"Kita sudah tawarkan komoditas ini di Maroko dan mendapatkan tanggapan baik. Tahap awal telah dikirim tiga kontainer gambir ke Maroko. Mudah-mudahan bisa berlanjut dan jumlahnya meningkat," katanya.
Secara bertahap menurutnya Pemprov Sumbar akan terus berupaya untuk mencarikan solusi bagi petani gambir agar bisa mengecap harga yang ideal.
Idealnya harga gambir Rp60 ribu per kilogram. (*)