Rejang Lebong, (Antaranews Sumbar) - "Lemea" kuliner berupa gulai khas Suku Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu banyak dicari dan diminati masyarakat sebagai sajian lauk berbuka puasa.
Mimi (55), seorang pedagang lauk-pauk di Pasar Ramadhan di Lapangan Setia Negara Curup, Rabu, gulai lemea ini masih menjadi kuliner favorit bagi masyarakat lokal, hal ini terbukti dengan banyak warga yang mencarinya.
Makanan khas masyarakat Suku Rejang yang terbuat dari fermentasi rebung atau bambu muda dan ikan tawar yang hidup di sungai setempat.
Kuliner ini dulunya hanya bisa dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas saja, namun saat ini setiap orang di daerah itu bisa membuat atau membelinya, katanya.
"Setiap harinya selalu habis, kalau hari ini saya bawa 10 potong. Perpotongnya saya jual Rp15.000, dan sebelum sore biasanya sudah habis," ujarnya.
Kalangan masyarakat Rejang Lebong yang akan membeli gulai lemea ini, kata dia, bisa mendapatkannya dalam keadaan siap saji atau sudah masak, seperti yang dijualnya saat ini.
Selain itu mereka juga bisa membelinya di pasar di wilayah itu dalam keadaan mentah atau belum dimasak, karena untuk memasak lauk ini tidaklah susah dengan bumbu-bumbu berupa cabai merah, cabai rawit, bawang merah dan bawang putih, ditambah sayuran jenis terong bulat dan daun keladi.
Menurut Medi (50), seorang warga yang biasa membuat gulai lemea bahwa kuliner itu berasal dari kata "lemeah" dalam bahasa Rejang yang berarti lemah atau tidak bertenaga karena nikmatnya masakan tersebut.
Kuliner khas daerah ini dulunya banyak disajikan untuk acara perayaan hari besar keagamaan, menjamu tamu dari luar daerah atau pun sajian di acara pernikahan dan hajatan lainnya.
Untuk membuat gulai ini kata dia, dibutuhkan ketelatenan karena pengolahannya bisa memakan waktu tiga hingga lima hari.
Adapun bahan-bahan dibutuhkan ialah rebung muda yang di potong-potong berbentuk bulat dadu dan ikan sungai bisa menggunakan ikan baung, ikan mas, mujair dan jenis lainnya.
Rebung yang sudah dipotong kecil-kecil ini kemudian cuci hingga bersih, seterusnya disimpan dalam toples selama 24 jam, dan airnya harus diganti setiap delapan jam sekali.
Setelah itu airnya disaring dan hanya menyisakan rebung kering yang selanjutnya dicampurkan dengan ikan lalu disimpan kembali dalam toples selama 24 jam.
"Gulai ini baru bisa dimasak proses permentasi dilakukan tiga sampai lima hari, orang yang memakannya akan merasakan gurih, pedas dan sedikit keasam-asaman," ujar dia.(*)
Mimi (55), seorang pedagang lauk-pauk di Pasar Ramadhan di Lapangan Setia Negara Curup, Rabu, gulai lemea ini masih menjadi kuliner favorit bagi masyarakat lokal, hal ini terbukti dengan banyak warga yang mencarinya.
Makanan khas masyarakat Suku Rejang yang terbuat dari fermentasi rebung atau bambu muda dan ikan tawar yang hidup di sungai setempat.
Kuliner ini dulunya hanya bisa dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas saja, namun saat ini setiap orang di daerah itu bisa membuat atau membelinya, katanya.
"Setiap harinya selalu habis, kalau hari ini saya bawa 10 potong. Perpotongnya saya jual Rp15.000, dan sebelum sore biasanya sudah habis," ujarnya.
Kalangan masyarakat Rejang Lebong yang akan membeli gulai lemea ini, kata dia, bisa mendapatkannya dalam keadaan siap saji atau sudah masak, seperti yang dijualnya saat ini.
Selain itu mereka juga bisa membelinya di pasar di wilayah itu dalam keadaan mentah atau belum dimasak, karena untuk memasak lauk ini tidaklah susah dengan bumbu-bumbu berupa cabai merah, cabai rawit, bawang merah dan bawang putih, ditambah sayuran jenis terong bulat dan daun keladi.
Menurut Medi (50), seorang warga yang biasa membuat gulai lemea bahwa kuliner itu berasal dari kata "lemeah" dalam bahasa Rejang yang berarti lemah atau tidak bertenaga karena nikmatnya masakan tersebut.
Kuliner khas daerah ini dulunya banyak disajikan untuk acara perayaan hari besar keagamaan, menjamu tamu dari luar daerah atau pun sajian di acara pernikahan dan hajatan lainnya.
Untuk membuat gulai ini kata dia, dibutuhkan ketelatenan karena pengolahannya bisa memakan waktu tiga hingga lima hari.
Adapun bahan-bahan dibutuhkan ialah rebung muda yang di potong-potong berbentuk bulat dadu dan ikan sungai bisa menggunakan ikan baung, ikan mas, mujair dan jenis lainnya.
Rebung yang sudah dipotong kecil-kecil ini kemudian cuci hingga bersih, seterusnya disimpan dalam toples selama 24 jam, dan airnya harus diganti setiap delapan jam sekali.
Setelah itu airnya disaring dan hanya menyisakan rebung kering yang selanjutnya dicampurkan dengan ikan lalu disimpan kembali dalam toples selama 24 jam.
"Gulai ini baru bisa dimasak proses permentasi dilakukan tiga sampai lima hari, orang yang memakannya akan merasakan gurih, pedas dan sedikit keasam-asaman," ujar dia.(*)