Jakarta, (Antara Sumbar) - Gabungan Pelaksana Konstruksi (Gapensi) mengingatkan dengan adanya gempa bumi seperti di Aceh, maka dinilai penting untuk benar-benar menerapkan standardisasi tahan gempa dalam pembangunan infrastruktur di daerah rawan gempa.
"Perlu ada penerapan secara konsisten standardisasi tahan gempa pada setiap pembangunan infrastruktur dan konstruksi di Aceh ke depan," kata Sekretaris Jenderal Gapensi Andi Rukman Karumpa dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut Andi Rukman Karumpa, meski anggaran proyek diperkirakan bakal membengkak dengan standardisasi tersebut, namun penerapan standardisasi itu dinilai akan memitigasi korban dan biaya rekonstruksi ke depan.
Andi mengatakan, standardisasi itu dapat dimulai dari semua proyek-proyek infrastruktur milik pemerintah. "Saya kira mulai dari proyek pemerintah dulu secara konsisten wajib diterapkan, kemudian swasta diwajibkan oleh pemerintah setempat," katanya.
Dia berpendapat, sejak awal, tambahan anggaran ini harus sudah dialokasikan dan kemudian diawasi penerapannya, seperti di Aceh yang merupakan daerah rawan gempa dan membuat infrastruktur di wilayah ini kerap mudah rusak digoyang gempa.
Andi mengatakan, jatuhnya banyak korban kadang bukan semata-mata karena faktor gempa bumi itu sendiri, namun dapat juga disebabkan oleh banyaknya konstruksi yang tidak memenuhi standar tahan gempa.
"Misalnya kemudian penduduk banyak tertimpa reruntuhan bangunan yang mudah rusak. Dan kita tahu kebanyakan bangunan-bangunan rumah dan fasilitas umum di Indonesia tidak dibangun dengan konstruksi tahan gempa," katanya.
Untuk itu, ujar dia, pemerintah perlu mewajibkan dan menegaskan pedoman baik mendirikan struktur maupun infrastruktur bangunan yang lebih aman terhadap bencana.
Selain itu, lanjutnya, guna mendukung standardisasi itu, perlu dilakukan pengembangan dan revisi standardisasi bahan konstruksi secara berkelanjutan sesuai dengan perkembangan teknologi.
Terkait dengan gempa di Pidie, PT Angkasa Pura (AP) II menyiagakan Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Aceh, selama 24 jam guna menjamin kelancaran bantuan kargo udara bagi para korban gempa di Pidie.
"Kami berharap siaga 24 jam di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda dapat membantu seluruh pihak sehingga dampak dari gempa dapat tertangani dengan baik," kata President Director PT Angkasa Pura II (Persero) Muhammad Awaluddin.
Menurut Muhammad Awaluddin, AP II juga menyiagakan Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta, yang digunakan untuk penerbangan khusus dalam misi kemanusiaan, penanganan bencana, atau bantuan bagi korban di Pidie.
Siaga operasional 24 jam di bandara tersebut dapat dilakukan juga berkat dukungan dari seluruh pemangku kepentingan seperti Otoritas Bandara, Airnav Indonesia, dan pihak-pihak lainnya.
Adapun pelaksanaan siaga operasional 24 jam ini dilaksanakan hingga kondisi dinilai kondusif. Dalam kondisi normal, bandara beroperasi hingga pukul 18.00 WIB atau 22.00 WIB. (*)