Menikmati manisnya  jeruk Siam Gunung Omeh yang dipetik langsung dari kebun petani  sembari memandang keindahan  Gunung Kerinci  pengalaman yang patut dicoba jika berkunjung ke Solok Selatan.

         Sebagai salah satu sentra jeruk di Sumatera Barat, daerah pemekaran Kabupaten Solok pada 2004 ini terus  dilakukan  pengembangan budidaya jeruk, baik dari segi perluasan lahan maupun peningkatan kualitas buah agar mampu bersaing di pasar.

         Budidaya jeruk di kabupaten yang berjarak sekitar 135 kilometer dari Kota Padang ini, pertama kali dikembangkan secara swadaya oleh petani di daerah Pekonina, Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Paun Duo pada 2001 dengan luas mencapai sembilan hektare.

         Melihat potensi tersebut pemerintah ikut andil dalam pengembangan budidaya jeruk di kabupaten bagian timur Sumatera Barat (Sumbar) ini melalui program penguatan modal usaha kelompok (PMUK) pada  2006.

         Pada tahun awal, pemerintah menggelontorkan bantuan dalam bentuk bibit jeruk seluas 48 hektare yang dipusatkan di Pekonina dan sebagian di Kecamatan Sangir.

         "Pengembangan budidaya jeruk pada tahun-tahun awal tidak semudah membalikkan telapak tangan," kata Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Peternakan dan Perikanan Kabupaten Solok Selatan, Vera Septaria.

         Selain  sumber daya manusia petani yang belum memiliki cukup ilmu dalam membudidayakan jeruk, saat itu penyuluh pertanian yang memiliki keilmuan di bidang hortikultura juga tidak ada.

         Namun keterbatasan tersebut bukannya menjadikan pemerintah daerah dan petani setempat patah arang, ini dibuktikan bahwa pada  2012 jeruk asal Pekonina mulai dikenal pasar karena memiliki kekhasan dari segi rasa.

         Bukan saja pasar lokal sejumlah pedagang asal Jakarta mulai memesan jeruk dari Pekonina tersebut. "Waktu itu ada pedagang asal Jakarta minta dikirim setiap minggu, karena tidak sanggup ya akhirnya batal," ujarnya.

         Penambahan luas budidaya jeruk terus dilakukan pemerintah hingga kini. Luas kebun jeruk di daerah pemekaran tersebut sudah mencapai 400 hektare yang tersebar pada  empat kecamatan, yakni Koto Parik Gadang Diateh, Sungai Pagu, Pauh Duo dan Sangir.

         Vera mengatakan pada Juni hingga Agustus 2016, merupakan panen besar jeruk sekitar 60 hingga 70 persen jeruk yang ditanam dalam kurun dua tahun  terakhir telah berbuah dengan hasil  per pohon mencapai 15 hingga 20 kilogram.

         "Di kelompok tani Suka Maju di Jorong Panai, Pasir Talang, dari 200 batang jeruk yang  ada atau sekitar setengah hektare  panen mencapai lima ton," ujarnya.

    Wisata Petik
    Solok Selatan mencoba memberikan nilai lebih kepada kebun buah yang ada di daerah itu dengan mengemasnya menjadi destinasi wisata petik.

         Pengembangan wisata petik ini untuk mendukung destinasi wisata yang sedang dikembangkan, seperti objek wisata budaya Kawasan Seribu Rumah Gadang, air terjun Tangsi Ampek, dan jalur pendakian Gunung Kerinci melalui daerah itu yang kini tengah dibuka oleh kelompok pecinta alam bersama Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

         Kepala Dipertanakan  Solok Selatan Del Irwan menyebutkan wisata petik tersebut tidak terpusat pada satu lokasi saja melainkan di daerah-daerah sentra pengembangan perkebunan buah.

         "Kami akan cari  informasi dari petani atau kelompok tani kebun mana yang akan panen sehingga bisa mengarahkan wisatawan ke lokasi tersebut," ujarnya.

         Dalam waktu dekat pihaknya akan menyosialisasikan rencana pengembangan wisata petik ini kepada petani. Kemudian ditindaklanjuti dengan melengkapi fasilitas-fasilitas penunjang.

         Wisata petik ini,  bertujuan untuk mendongkrak kunjungan wisatawan ke daerah itu. Saat ini, wisatawan yang berkunjung ke Solok Selatan masih sebatas menikmati sensasi tidur di rumah gadang dan menikmati pemandangan alam.

         "Solok Selatan telah memiliki objek wisata yang spesifik, namun dengan dikembangkan wisata petik  pengunjung diharapkan juga bisa membawa oleh-oleh dari Solok Selatan," katanya.

         Kepala Bidang Hortikultura, Vera Septaria mengatakan kebun buah yang akan dikembangkan sebagai wisata petik harus bersertifikasi prima untuk mendapatkan jaminan layak konsumsi.  Sertifikasi kebun dilakukan ke Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD).

         "Sasaran kami, buah-buah di wisata petik ini rendah pestisida," ujarnya.

         Ia menyebutkan sebanyak tujuh kebun di Solok Selatan sudah mendapatkan sertifikasi prima tiga dari OKKPD dengan luas bervariasi.

         Petani jeruk, tambahnya juga harus mengatur produksinya agar bisa berbuah secara berkesinambungan. Petani yang telah ikut sekolah lapangan sudah memperoleh ilmu untuk menjaga produktivitas jeruk.

         "Jika produksinya hanya per musim, sementara kunjungan wisatawan tidak bisa terjadwal," katanya.      
    Vera menyebutkan sejumlah kebun buah, baik jeruk, buah naga atau manggis berada di lokasi yang pemandangan alam indah, seperti kebun jeruk yang berada Karang Putih, Nagari Lubuk Gadang Selatan, Kecamatan Sangir.

         Lokasi kebun tersebut berada di perbukitan. Pengunjung bisa menikmati pesona gunung kerinci dari ke jauh dan asrinya Hutan Nagari Simancuang serta bisa melihat matahari terbit dan tenggelam saat langit cerah.

         "Akses jalannya memang belum diaspal semua tapi bisa dilewati sepeda motor dan kendaraan roda empat," ujarnya.

         Seorang petani jeruk di Jorong Panai, Nagari Pasir Talang, Kecamatan Sungai Pagu, Adrial mengatakan selain di rumah, pembeli langsung membeli ke kebun jeruk yang berada di seberang Sungai Batang Suliti.

         Kebun jeruk seluas hampir setengah hektare yang ia kelola bersama anak dan saudara ini kini tengah berbuah. Ia sengaja mengatur produktivitas buah agar tidak berbuah secara musiman.

         Adrial menyebutkan, harga jeruk hasil kebunnya kisaran Rp12.000 hingga Rp20.000 per kilogram. Harga ini sesuai dengan ukuran jeruk.

         "Harga yang terendah untuk harga ukuran kecil atau grade C dan harga tertinggi untuk ukuran besar atau grade A," sebutnya.

         Wakil Ketua DPRD Solok Selatan Armen Syahjohan mengatakan pengembangan pariwisata harus memberikan dampak penyebaran peningkatan ekonomi masyarakat secara merata.

         "Jangan hanya terpusat dalam satu tempat saja," ujarnya.

         Seperti rencana pengembangan agrowisata. Menurutnya perlu dikonsep agar pengembangan agrowisata tidak berada di daerah yang menjadi tujuan utama wisatawan, seperti kawasan seribu rumah gadang.

         "Jika bisa lokasi agrowisata yang agak berjarak dari kawasan seribu rumah gadang, seperti di Panai atau Pinang Sinawa sehingga masyarakat di kedua daerah itu juga mendapatkan dampak dari pariwisata," sebutnya.

          Politisi dari Partai Gerindra ini menambahkan DPRD sepenuhnya akan mendukung upaya pengembangan pariwisata di Solok Selatan dan mendukung dari segi anggaran asal tidak menyalahi aturan.

          Ia berharap, pemerintah terendah, yakni pemerintah nagari turut serta dalam mengangkat kepariwisataan di daerah itu.

         "Jika memang bisa melalui dana desa untuk melengkapi fasilitas pendukung di agrowisata itu tidak masalah, tapi harus ada kesepakatan dengan masyarakat setempat," sebutnya.

         Sebagai daerah tujuan wisata, katanya pelayanan dan kenyamanan yang diperoleh pengunjung merupakan salah satu "jualan" daerah kunjungan wisata.

         "Para wisatawan ini juga bisa menjadi media promosi. Karena mereka pasti akan menceritakan kesan mereka saat berkunjung ke suatu daerah kepada teman atau mungkin di media sosial," sebutnya.

         Ia menambahkan kendati para wisatawan yang berkunjung berasal dari golongan yang berekonomi menengah ke atas, namun patokan harga, seperti bagi makanan, parkir, cendera mata, yang tidak wajar mampu merusak citra daerah.

         "Persoalan harga ini memang sangat sensitif," ujarnya.

         Untuk itu, katanya perlu ditumbuhkan kesadaran pariwisata sehingga keuntungan sebagai daerah tujuan wisata tidak hanya dinikmati sesaat, tapi selamanya.  (*)

Pewarta : Joko Nugroho
Editor :
Copyright © ANTARA 2024