Bintan,  (Antara)- Pejabat Bank Indonesia (BI) menyampaikan kewajiban penggunaan rupiah untuk  transaksi dalam negeri memiliki dimensi kebangsaan yaitu simbol kedaulatan bangsa yang harus dibanggakan dan dihormati seluruh rakyat.

         "Rupiah merupakan satu-satunya alat pembayaran yang sah dalam negeri, oleh sebab itu harus jadi tuan rumah di negara sendiri," kata Deputi direktur Departemen Pengelolaan Uang BI, Hermowo Koentoadji di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa.

         Ia menyampaikan hal itu saat tampil sebagai pembicara pada pelatihan wartawan wilayah Sumatera bagian tengah yang diselenggarakan oleh BI.

         Menurut dia masyarakat harus menghargai mata uang sendiri sebab kalau tidak siapa lagi yang akan menghargainya.

         Ia menceritakan ketika rupiah diterbitkan pertama kali pada 30 Oktober 1946 uang merupakan salah satu alat perjuangan bangsa dan menunjukan Indonesia telah merdeka.

         Jika dulu para pahlawan dan pejuang telah bersusah payah menerbitkan rupiah sudah seharusnya saat ini tetap menggunakannya sebagai alat tukar transaksi dalam negeri, ujarnya.

         Menurutnya, jika rupiah digunakan sebagai alat transaksi dalam negeri maka permintaan valas akan berkurang sehingga diharapkan nilai tukar akan lebih stabil.

         Menolak  penggunaan rupiah hanya dapat dilakukan jika ada  keraguan atas keasliannya  atau pembayaran kewajiban tersebut telah diperjanjikan secara tertulis dalam valuta asing, lanjut dia.

         Untuk memastikan penggunaan rupiah dalam transaksi dalam negeri BI telah menjalin nota kesepahaman dengan Polri guna mengawasi transaksi yang tidak memakai rupiah.

         Jika ada yang menolak rupiah dapat  dihukum dengan pidana kurungan paling lama satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta mengacu pada pasal 33 Undang-Undang Mata Uang, lanjut dia.

         Ia menambahkan  untuk transaksi yang tidak menggunakan rupiah sudah ada yang ditindak oleh Kepolisian dalam kasus penggunaan valas dalam transaksi  oleh turis asing di Batam. (*)

Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024