Awal September 2015 ini publik dikejutkan dengan adanya pergantian Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dari Komjen Budi Waseso ke tangan Komjen Anang Iskandar.
Keduanya bertukar posisi. Jabatan Anang yang sebelumnya Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) diserahkan kepada Budi Waseso.
Mutasi ini tercantum dalam surat Telegram Rahasia (TR) Nomor ST/1847/IX/2015 yang diterbitkan berdasarkan Keputusan Kapolri Nomor Kep/736/IX/2015 tertanggal 3 September 2015.
Beberapa pihak menengarai mutasi ini dilakukan terkait dengan kasus besar yang tengah disidik Buwas (Komjen Budi Waseso) yakni dugaan korupsi pengadaan 10 mobile crane di PT Pelindo II Tanjung Priok Jakarta.
Anggota Komisi III DPR Marsiaman Saragih berpendapat ada sesuatu yang janggal di balik penggantian Kabareskrim.
Peristiwa penggantian Kabareskrim ini aneh bin ajaib, kata Marsiaman Saragih.
Secara khusus, pihaknya menyatakan keanehan itu berupa reaksi Dirut PT Pelindo II RJ Lino yang langsung menelepon Kepala Bappenas Sofyan Jalil sesaat setelah pihak Bareskrim menggeledah kantor RJ Lino pada Jumat (28/8).
Penggeledahan yang dipimpin langsung oleh Buwas terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat bongkar muat, "mobile crane" senilai Rp45 miliar.
"Waktu itu RJ Lino mencak-mencak, tidak terima kantornya digeledah, bahkan sempat mengancam mau mengundurkan diri," kata Marsiaman.
Kemudian yang terjadi, tambah Marsiaman, justru Kabaresksrim Buwas yang dicopot dari jabatannya. "Ada apa ini?" tanyanya.
Menurut Marsiaman, RJ Lino sebagai dirut perusahaan negara seolah-olah bisa mengatur negara ini. Padahal menurut politikus PDIP ini, Lino bisa menempuh jalur hukum atau menggugat kalau keberatan dengan cara-cara kepolisian yang menggeledah PT Pelindo II.
"Kan ada praperadilan, gugat saja di pengadilan kalau dianggap cara kepolisian itu menyalahi hukum," katanya.
Mestinya, tambahnya, RJ Lino tidak perlu sewot apalagi sampai dihantui perasaan takut bila merasa dirinya tidak bersalah.
"Saya kira kita bisa terima jika dia menempuh jalur hukum sebab merasa tidak senang dan keberatan terhadap cara polisi menggeledah kantornya," katanya.
Ia menambahkan, selanjutnya keanehan semakin terjadi lantaran kemudian RJ Lino tenang-tenang saja dan seolah-olah merasa tidak ada masalah. Sementara di tubuh Polri terjadi mutasi.
"Saya kira kita ditertawakan kelompok tertentu melihat kejadian ini," katanya.
Istana Bantah Intervensi
Meski demikian, pihak Istana, dalam hal ini Wakil Presiden Jusuf Kalla, membantah ada intervensi dari pemerintah dalam proses mutasi Buwas.
"Kepolisian (Polri) bagian dari pemerintah yang dipimpin Presiden dan tentu saya, wakilnya. Kalau berbicara polisi ya berarti bukan intervensi," kata Wapres Kalla.
Dia menjelaskan jika ada campur tangan Presiden Joko Widodo dalam proses mutasi tersebut, maka itu merupakan hal wajar karena Polri merupakan lembaga yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden.
"Tidak ada itu istilah intervensi. Kalau Presiden berbicara tentang aparat di bawah Presiden, maka itu bukan intervensi. Tidak ada itu, intervensi," jelasnya.
Sementara Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan mutasi Buwas tidak berkaitan dengan kinerjanya selama menjabat sebagai Kabareskrim.
Sepak terjang Komjen Budi Waseso sebagai Kabareskrim cukup bagus sehingga perlu diuji pada bidang yang lain, kata Badrodin.
"(Penanganan kasus) narkotika sudah darurat nasional. Dia (Budi Waseso) sudah teruji di Bareskrim, maka untuk berantas narkoba akan lebih baik. Bahkan ada yang namanya program bebas narkoba, ini belum terwujud. Maka kita harus memberikan (kesempatan) pimpinan BNN yang mampu mewujudkan itu," ujar Kapolri.
Usai melantik Budi Waseso menjadi Kepala BNN, Kapolri pun langsung bertolak untuk menghadiri rapat dengan Komisi III DPR.
Dalam rapat tersebut, beberapa isu yang dibahas antara lain soal mutasi Budi Waseso dari posisi Kabareskrim menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).
"Mutasi Komjen Pol Budi Waseso menjadi Kepala BNN telah dilakukan sesuai prosedur mutasi jabatan," kata Kapolri Komjen Pol Badrodin Haiti saat rapat dengan Komisi III DPR di gedung parlemen.
Badrodin menyampaikan prosedur yang dimaksud adalah telah sesuai dengan perpres tentang susunan organisasi bahwa pengangkatan dan pemberhentian perwira tinggi Polri bintang dua ke atas ditetapkan Kapolri setelah dikonsultasikan dengan Presiden.
Konsultasi itu dilakukan dengan memastikan aspek legalitas, anti-KKN, akuntabel, keadilan, transparan, dan obyektif.
Menurut Kapolri, mutasi Budi Waseso dilakukan demi mengedepankan kepentingan organisasi yang diawali dengan sidang bersama Dewan Pertimbangan Karier Polri.
Penyidikan Kasus Pelindo Masih Berjalan
Sementara terkait perkembangan kasus Pelindo, dua direktorat Bareskrim Polri kini tengah mendalami dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam kasus pengadaan 10 unit "mobile crane" di PT Pelindo II.
"Untuk pemeriksaan dugaan korupsi di Tipidkor (Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri)," kata Kasubdit Money Laundering Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Kombes Golkar Pangarso.
Sementara Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim yang menangani dugaan pencucian uang kasus tersebut.
Golkar mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana atas dugaan pencucian uang dalam kasus tersebut. "Kami masih koordinasi dengan PPATK untuk cari tahu aliran dananya," ujarnya.
Sebelumnya, beberapa waktu lalu, petugas Bareskrim Polri menggeledah kantor Pelindo II di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Penggeledahan itu melibatkan puluhan polisi dari Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya serta dibantu anggota Polres Pelabuhan Tanjung Priok.
Berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP-A/1000VIII/2015/BARESKRIM tertanggal 27 Agustus 2015, semestinya mobile crane yang dipesan 2012 silam dengan anggaran senilai Rp45 miliar itu dikirimkan ke sejumlah pelabuhan seperti Pelabuhan Bengkulu, Jambi, Teluk Bayur, Palembang, Cirebon, Banten, Panjang (Lampung) dan Pontianak.
Namun diketahui, barang-barang tersebut belum dikirim, dan setelah diselidiki ternyata pelabuhan-pelabuhan tersebut tidak membutuhkan barang itu.
Bareskrim telah menetapkan seorang tersangka di PT Pelindo II yakni Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II Ferialdy Nurlan.
Menunggu Aksi Anang
Lalu apakah Bareskrim di bawah kepemimpinan Anang Iskandar mampu menunjukkan kemampuannya menuntaskan kasus-kasus peninggalan Buwas?
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) M. Nasser meminta masyarakat untuk tidak meragukan kemampuan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Anang Iskandar dalam jabatan barunya sebagai Kepala Bareskrim Polri.
"Jangan ragukan, jangan cemaskan kemampuan Pak Anang," kata Nasser.
Menurut dia, selama ini Anang telah bekerja dengan baik di BNN tanpa publikasi besar-besaran dari media massa. "Selama empat tahun saya menilai kinerja Anang, dia bekerja tanpa ekspose, tapi hasil kerjanya optimal," katanya.
Nasser mengingatkan pada media massa agar jangan menulis berita yang cenderung meragukan kemampuan Anang. "Saya tidak ingin media menyebut kalau (kemampuan) Anang kalah dari Buwas," tegasnya.
Sementara Anang Iskandar tidak ingin berjanji apapun untuk meyakinkan banyak pihak yang meragukan kemampuannya. "Saya nggak janji apa-apa. Saya hanya yakin (pada kemampuan saya). Biar waktu yang membuktikan," ujar Anang.
Anang pun menegaskan bahwa semua perkara yang sudah masuk tahap penyidikan di Bareskrim Polri akan tetap berjalan.
"Kalau sudah masuk ranah penyidikan, tetap harus diproses. Pada prinsipnya penegakan hukum itu (akan) tetap berjalan, ada relnya, ada hukumnya," imbuhnya.
Kendati demikian pihaknya belum bisa menentukan lama waktu yang diperlukan dalam proses penyidikan kasus-kasus tersebut. "Tergantung lama penyidikan, karena tiap kasus tidak sama lama waktu penyidikannya," katanya.
Saat ini ketahui ada 67 kasus korupsi yang tengah ditangani Bareskrim. Delapan di antaranya sudah masuk tahap penyidikan, sementara 59 kasus masih tahap penyelidikan.
Selain kasus Pelindo, beberapa kasus yang tengah diusut Bareskrim saat ini di antaranya kasus dugaan pencemaran nama baik Hakim Sarpin, kasus dugaan korupsi program pembayaran paspor secara elektronik (payment gateway), kasus dugaan korupsi dan pencucian uang atas penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan SKK Migas dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI), kasus dugaan korupsi pengadaan 49 paket "uninterruptible power supply" dalam APBD-P DKI Jakarta 2014, kasus dugaan korupsi dalam proyek pencetakan sawah Kementerian BUMN Tahun 2012--2014 di Ketapang, Kalimantan Barat dan kasus dugaan korupsi pengadaan BBM high speed diesel (HSD) pada PT PLN (Persero) tahun 2010. (*)