Jakarta, (Antara) - Badan Koordinasi Penanaman Modal menggaet investasi perkapalan dan fasilitas pelabuhan senilai total 80 juta dolar AS dari investor Australia dalam kegiatan forum bisnis dan "one-on-one meeting" yang digelar di Melbourne, Australia, sejak Rabu (19/8).
Kepala BKPM Franky Sibarani melalui keterangan tertulis yang diterima, di Jakarta, Kamis, mengatakan akan mengawal minat investasi yang terdiri atas investasi perkapalan senilai 50 juta dolar AS dan fasilitas pelabuhan senilai 30 juta dolar AS itu karena dapat mendukung program pemerintah terkait pengembangan tol laut.
"Investor Australia yang menyatakan minatnya seluruhnya sudah memiliki rencana bisnis dan memilih lokasi investasi yang tepat. Sebagai contoh untuk industri pembuatan kapal, mereka sudah memiliki calon mitra lokal, memilih lokasi pabrik di Makassar atau Lampung," katanya.
Franky menambahkan, investor Australia tersebut juga memiliki rencana bisnis menjadikan Indonesia sebagai basis produksi pembuatan kapal, antara lain untuk jenis kapal patroli berukuran 40-60 meter dengan kecepatan 45 knot.
"Mereka memperkirakan pembuatan satu kapal besar dapat menyerap 300-400 orang tenaga kerja. Jadi potensi penyerapan tenaga kerjanya ribuan," katanya.
Dalam pertemuan "one-on-one meeting" tersebut, lanjut Franky, investor Australia itu mengatakan dapat membuat kapal berteknologi tinggi yang memungkinkan perjalanan Jakarta - Surabaya dapat ditempuh selama 10 jam dan Jakarta - Lampung dalam jangka waktu tiga jam.
"Hal ini tentu dapat berkontribusi mengatasi masalah logistik sebagai salah satu tujuan dari program tol laut," katanya.
Lebih lanjut, Franky mengatakan dalam forum bisnis di Melbourne itu, BKPM berhasil menjaring minat investasi dari investor Australia senilai 140 juta dolar AS yang berasal dari empat perusahaan yang bergerak di bidang industri cat dan perekat sebesar 15 juta dolar AS, pengolahan garam senilai 35 juta dolar AS, termasuk perkapalan senilai 50 juta dolar AS dan fasilitas pelabuhan sebesar 30 juta dolar AS.
Menurut dia, minat tersebut seluruhnya dapat dikategorikan serius karena masing-masing investor sudah memiliki calon mitra lokal di Indonesia dan tahap pencarian lahan atau lokasi.
Namun, untuk investasi pengolahan garam, investor tersebut sedang mencari lahan yang tepat di wilayah Kupang, NTT atau Bima, NTB.
"Kami akan mengawal intensif minat investasi ini karena selain dapat menjadi penggerak ekonomi di wilayah Nusa Tenggara, juga dapat berkontribusi mengurangi impor garam industri yang senantiasa menjadi persoalan setiap tahun," pungkasnya. (*)