Setelah menjalani pemeriksaan panjang oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Sepak terjang Akil tersebut, sebenarnya sudah "terendus" sejak 2010 tatkala pakar hukum tata negara Refly Harun memaparkan dugaan suap dalam tubuh Mahkamah Kontitusi berdasarkan pengalamannya sebagai kuasa hukum calon Bupati Simalungun Jopinus Ramli Saragih pada 2010.
Dari keterangan kliennya itu, sudah menyepakati memberikan uang Rp1 miliar kepada Akil Mochtar guna tidak mengabulkan permohonan lawannya.
Namun pada 19 Oktober, MK yang saat itu dipimpin Mahfud MD menyatakan MK bersih 100 persen, dan pada 21 Oktober 2010 Refly membuat tulisan "MK Masih Bersih?" yang dimuat pada 25 Oktober 2010.
Tulisan itu kemudian ditanggapi Mahfud dengan membujuk Refly sebagai ketua tim investigasi dengan mengumumkan ke publik sehingga mengundang kontroversi.
Bahkan mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2007-2011, Haryono Umar mengakui KPK pernah menyelidiki dugaan suap terhadap oknum Mahkamah Konstitusi pada 2010.
Namun Akil Mochtar masih bisa ongkang-ongkang kaki dari pelaporan Refly Harun tersebut.
Pada Rabu (2/10) pukul 22.00 WIB, Akil Mochtar ditangkap tangan oleh KPK di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan saat menerima uang yang diduga suap bersama anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa dan pengusaha Cornelius.
Kemudian penyidik KPK juga menangkap dua orang yang berinisial HB, Bupati Gunung MAs dan DH, staf dari HB.
Untuk kali ini, Akil Mochtar benar-benar "terjatuh" dari Pilkada Gunung Mas bersama barang bukti puluhan ribu dolar Singapura yang nilainya sekitar Rp3 miliar.
Dirinya tidak bisa mengelak dan harus rela diboyong ke Gedung KPK dan merasakan ruang tahanan sekaligus juga harus rela meninggalkan singgasana sebagai pemimpin tertinggi lembaga konstitusi tanah air.
Penangkapan Akil Mochtar benar-benar mengagetkan banyak pihak, pasalnya bukan apa-apa lembaga yang dipimpinnya itu merupakan harapan terakhir dari peradilan di tanah air setelah banyaknya kasus yang menimpa lembaga Mahkamah Agung (MA), kepolisian dan kejaksaan.
Sekaligus juga bahwa menunjukkan praktik korupsi di Tanah Air sudah benar-benar mengakar, mereka tidak ada lagi rasa takut atas penangkapan yang sering dilakukan oleh KPK.
Bahkan terakhir kali KPK menangkap Ketua SKK Migas, Rudy Rubiandini, namun itu tidak ada efek kejutnya. Maka tidak salah Akil Mochtar saat ini benar-benar terjatuh dari "Gunung Mas".
Gunung Mas di sini bukannya tempat pelatihan olah raga paralayang di Puncak Bogor, namun Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah yang calon bupatinya berharap diuntungkan oleh sang pengadil konstitusi tersebut.
Resmi Tersangka
Sementara itu, KPK menetapkan Akil Mochtar sebagai tersangka penerima suap terkait dua kasus sengketa pilkada yaitu pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banteng.
"AM (Akil Mochtar) dan CN (Chairun Nisa) ditetapkan sebagai tersangka selaku penerima diduga melanggar pasal 12 huruf c jo pasal 55 ayat 1 ke-1 atau pasal 6 ayat 2 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Ketua KPK Abraham Samad,Kamis sore.
Pasal 12 huruf c adalah mengenai hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan pasal 6 ayat dua adalah mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp750 juta.
AM juga menjadi tersangka dalam kasus sengketa lain yaitu dalam sengketa Pilkada Lebak.
"AM (Akil Mochtar) dan STA (Susi) selaku penerima suap keduanya diduga melanggar Pasal 12 C UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP atau Pasal 6 ayat 2 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Ketua KPK Abraham Samad.
Selain Akil dan Susi, ditetapkan juga Tubagus Cherry Wardana (TCW) yang merupakan suami Walikota Tangerang Selatan, Airin yang juga adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Choisyah dari Partai Golkar.
"TCW alias W dan kawan-kawan selaku pemberi suap diduga melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Abraham.
Profil Akil
Dari laman Mahkamah Konstitusi, masa jabatan Akil Mochtar di lembaga konstitusi tersebut dari 2013 sampai tiga tahun mendatang 2016.
Akil Mochtar dilahirkan di Tussibau, Kalimantan Barat pada 18 Oktober 1960 dengan segudang perjalan politiknya yang cukup panjang.
Pernah menjadi advokat atau pengacara sejak 1984-1999, kemudian menjadi DPR/MPR periode 1999-2004 dan 2004-2009. Bahkan dirinya pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR/MPR (bidang Hukum, perundang-undangan, HAM dan Keamanan) Periode 2004-2006 .
Dia juga pernah menjadi anggota panitia Ad Hoc I MPR, anggota Panitia Ad Hoc II MPR serta kuasa hukum DPR untuk persidangan di Mahkamah Konstitusi.
Saat di DPR, dirinya juga pernah menjadi Ketua Pansus RUU Undang-Undang Yayasan, Ketua pansus RUU tentang Jabatan Notaris, Ketua Pansus RUU Perseroan Terbatas, Ketua Panja RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Ketua Panja Pengesahan Konvensi PBB Anti Korupsi.
Ketua Panja RUU tentang Pengesahan Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana antara RI dan RRC, Ketua Panja RUU tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana, Ketua Panja RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Ketua Panja RUU tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama (Banten, Kepulauan Bangka Belitung, Gorontalo, dan Maluku Utara).
Ketua Panja RUU tentang Perlindungan Saksi dan Korban Dan lain-lain Peraturan Perundang-undangan. (*)