Menjadi penghuni lembaga pemasyarakatan (Lapas), tentu bukanlah dambaan masyarakat. Namun, perjalanan hidup yang tak sesuai rencana, kerap kali mengantar sebagian masyarakat menjadi warga binaan sebuah lembaga pemasyarakatan.
Suka tidak Suka, sebagai warga binaan, tentu aturannya berbeda dengan dunia bebas. Ketidakbebasan serta ketidaknyamanan, harus menjadi bagian kehidupan mereka.
Kondisi ini pula yang dialami warga binaan di Lapas Kelas II B Solok yang berada di Kelurahan Laing Kota Solok.
Jika dibanyak Lapas, pembinaan terhadap warga binaan dilakukan di dalam lembaga itu sendiri, namun di Lapas Solok, warga binaan diberikan kesempatan untuk beraktivitas di alam bebas dengan tetap berada dalam sebuah pengawasan ketat.
Salah satu bentuk pembinaan tersebut adalah memberikan pelatihan untuk pembuatan batako. Karena pembuatannya membutuhkan pasir, maka tak semua warga binaan yang diberikan pelatihan di dalam lembaga. Sebagian diantaranya harus berada di luar untuk mengambil pasir.
“Ini adalah bentuk pelatihan, meski hanya memuat dan membongkar pasir, namun ada nilai lebihnya yaitu kami diajarkan bagaimana menjalin kebersamaa," kata seorang warga binaan yang asyik memuat pasir di aliran sungai kecil Sarasah Aie Batimpo beberapa waktu lalu.
Warga binaan yang minta namanya tidak disebutkan ini mengatakan, begitu pasir dibongkar, maka rekan yang lainnya akan melanjutkan pengolahannya menjadi batako yang diproduksi di dalam Lapas.
Aktivitas mengeluarkan pasir dari sungai kecil tersebut, kata dia, telah dimulai awal 2010.
“Walaupun bentuk pembinaan ini agak aneh, tapi kami harus lakukan. Malah mencari hantu di kuburan pun akan kami lakukan jika itu merupakan salah satu bentuk pembinaan,” katanya lagi.
Pasir tersebut dikeluarkan dari sungai dengan menggunakan galon air yang diangkut bergantian hingga pick up bermerek tahanan penuh.
Usaha lainnya yang dilakukan Lapas Solok seperti kolam pancing, juga memanfaatkan jasa warga binaan. Dimana dua orang warga binaan diberikan tugas setiap malam mengelola kolam pancing yang berada di luar tersebut setiap malamnya.
“Kami di sini menjalankan usaha kolam pancing milik Lapas,” kata salah seorang dari mereka, Nipon, warga Lapas yang mengaku tekait kasus Laka Lantas di Halaban Kabupaten Solok.
Katanya, kolam pancing tersebut cukup ramai dikunjungi pecandu pancing di Kota Solok bahkan dari luar Kota Solok. Setiap malam tak kurang dari 30 "pecandu" menyalurkan hobbynya di sana.
“Kita di sini hanya penjaga atau mengelola saja. Setelah selesai lomba pukul empat subuh tiap harinya, kami menyetor pengasilan dan tidak dapat apa-apa,” katanya.
Hasil kolam tersebut nantinya mereka setor langsung ke Kepala Lapas. Setiap kali setoran, kadang diberi sebungkus rokok, terkadang tidak ada.
“Kadang kami di sini merasa sudah kehilangan hak azazi manusia (HAM) sebagai warga Lapas,” keluhnya.(***)