Roni (12), mengaku malas belajar bersama teman-temannya di pekarangan rumah pribadi milik gurunya. "Di sini panas, kami ingin pulang saja," kata murid kelas VI SD 16 Lampanjang, Nagari Kuranji Hilir, Kecamatan Sungai Limau, Kabupaten Padangpariaman, Sumbar, Senin (19/10). Roni bersama seratus lebih murid-murid SD tersebut sudah dua minggu belajar di pekarangan dan teras rumah gurunya, Ernida. Sekolah Roni yang berjarak 100 meter dari rumah Ernida, kini porak poranda sejak dikoyak gempa berkekuatan 7,9 Skala Richter pada Rabu (30/9). "Sekolah kami rusak, tidak bisa lagi dipakai untuk belajar," kata Roni. Tak hanya Roni yang gundah dan tak bisa belajar. Yuni (8), murid kelas II di SD yang sama, mengaku juga kepanasan belajar di teras rumah pada siang hari. Tapi ia mengaku lebih senang belajar di teras rumah ketimbang di tenda. "Di dalam tenda itu lebih panas lagi," kata Yuni, menunjuk tenda bantuan yang hanya dipajang di pekarangan rumah. Sejak sekolah Yuni rusak, bantuan dua tenda dikirim ke sekolah itu. Namun selain tidak cukup, juga tidak bisa dipakai karena teman-teman Yuni tidak mau belajar di tenda. Menurut Junaida, guru kelas IV, dari enam kelas di SD 16, hanya murid kelas V belajar di tenda yang dipasang di depan sekolahnya yang roboh. Sementara murid kelas I, II, III, IV dan VI belajar di pekarangan dan teras rumah. Sebagian lagi belajar di kantor wali nagari yang berdampingan dengan rumah tersebut. "Beginilah kita. Kami belum tahu sampai kapan mereka akan belajar di teras rumah," tutur Junaida, sedih. Guru itu mengaku proses belajar mengajar tidak bisa berjalan efektif. Bahkan ketika cuaca panas dan hari hujan, murid-murid terpaksa dipulangkan. Pekarangan rumah yang disulap jadi sekolah itu terletak di Jalan lintas Sungai Geringging-Sungai Limau. Jaraknya sekitar 15 Km dari ibukota Padangpariaman atau sekitar 90 Km dari Kota Padang. Ernida, si pemilik rumah, merupakan guru agama di SD 16 tersebut. Ia mengaku ikhlas pekarangan rumahnya dipakai sebagai tempat belajar murid-muridnya. Bahkan, meja, kursi dan semua peralatan belajar yang berhasil diselamatkan, kini juga dititip di rumahnya. "Yang penting murid-murid bisa belajar, walaupun di pekarangan rumah," kata Ernida. Namun kalau hujan datang, dia mengaku muridnya tak bisa belajar. Pekarangan rumah itu penuh dengan batu-batu kerikil. Murid kelas III tampak duduk di kerikil mengikuti pelajaran yang diberikan gurunya, Rosna. Menurut Rosna, pada Senin itu, dari 19 murid kelas III hanya 17 yang hadir. "Setiap hari selalu ada yang absen. Alasannya takut gempa," kata dia. Rosna mengatakan, sebagian muridnya memang masih trauma dengan kejadian gempa yang begitu dahsyat menggoyang Padang Pariaman dan daerah-daerah lainnya di Sumbar. Karena itu, kata Rosna, dalam memberikan materi pelajar, dia berusaha menghibur murid-murid. "Kami sering menyuruh murid bernyanyi dan membuat permainan agar mereka terhibur," kata dia. Ia mengaku, sejak terjadi gempa murid-muridnya belum pernah mendapatkan terapi trauma dari tim relawan yang banyak datang ke Sumbar. "Belum ada relawan yang datang memberikan terapi," akunya. Apa yang dialami murid SD 16 di Lampanjang itu, tak jauh beda dengan nasib ribuan pelajar lainnya di Padang Pariaman, Padang, dan daerah-daerah lainnya yang ditimpa gempa di Sumbar. Menurut Kepala Bagian Humas Setdakab Padang Pariaman, Syafrion, gempa mengakibatnya sebanyak 257 sekolah rusak berat, 87 sekolah lainnya rusak sedang, dan 31 rusak ringan. Sebanyak 15 rumah ibadah rusak ringan, 225 rusak sedang, dan 748 rusak berat. Gempa juga mengakibatkan sembilan kantor rusak ringan, 32 rusak sedang, dan 104 rusak berat, termasuk kantor Bappeda, rumah Sakit dan Puskesmas. Rumah penduduk rusak ringan sebanyak 4.442, rusak sedang 12.630, dan rusak berat 70.833. Saat ini, masa tanggap darurat masih berlangsung di Sumbar. Pemerintah belum membahas rehabilitasi bangunan-bangunan yang rusak karena masih dalam masa tanggap darurat. Yang pasti, murid-murid SD 16 Lampanjang akan terus belajar di pekarangan dan teras rumah gurunya, hingga pemerintah bisa membangunkan gedung sekolah mereka. (*/wij)

Pewarta : Oktaveri
Editor :
Copyright © ANTARA 2024