Ba-arak Kubua atau yang lazim disebut ziarah makam, merupakan salah satu tradisi masyarakat Nagari Padang Laweh Kecamatan Koto VII, Kabupaten Sijunjung, Sumbar, yang hingga kini tetap lestari, tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan, dan masih tetap bertahan ditengah hempasan arus modernisasi dan era globalisasi sekarang. Tradisi ini dilaksanakan masyarakat sekali setahun, tepat ketika lebaran datang, disaat itulah masyarakat setempat melaksanakan baarak kubua, dengan mengunjungi makam keluarga dimanapun makam itu berada. Uniknya lagi baarak kubua ini dilaksanakan dengan berjalan kaki, meski jarak yang hendak ditempuh cukup jauh. Prosesi baarak kubua ini diawali dengan jamuan makan oleh yang punya hajat kepada siak atau alim dan rombongannya. Selesai makan dilanjutkan dengan tahlilan dan doa. Setelah itu, rombongan yang jumlahnya tak ditentukan ini, baru melanjutkan kegiatan baarak kubu dengan diawali pembacaan salawat nabi oleh siak atau alim ketika mulai berangkat dari rumah. Dalam perjalanan menuju makam, do’a-doa dan nyanyian salawat dengan irama tertentu terus berkumandang dari mulut siak atau alim. Doa ini diperuntukkan bagi keluarga yang telah meninggal dunia yang hendak dijelang ke pandam pekuburannya. Sesampai di makam yang dituju, sial dan rombongan ini lalu melaksanakan zikir, tahlilan dan kemudian ditutup dengan pembacaan do’a. Setelah berdo’a, kalau tak ada lagi yang akan dtuju, maka siak bersama rombongannya baru dibolehkan pulang, setelah diberi sedekah oleh yang punya hajat. Bentuk sedekah ini terdiri dari satu bungkus kareh-kareh, sejenis kue yang terbuat dari tepung beras dan dibungkus dengan daun pisang, kemudian juga ada beras dan uang ala kadarnya, sesuai dengan kemampuan yang punya hajat. Setelah sedekah ini diterima oleh siak dan rombongannya, maka acara baarak kubu selesai dan anggota rombongan boleh pulang ke rumah masing-masing. Satu hal yang patut diteladani dengan prosesi baarak kubua ini adalah, pimpinan rombongan ternyata tak hanya orang yang sudah tua atau berumur, tapi juga anak muda yang diberi kepercayaan pengurus surau. Dengan sarat anak muda itu pandai berdo’a dan berselawat. Ini menjadi bukti, kalau sampai sekarang keberadaan surau di Padang Laweh, masih berfungsi sebagai media pendidikan agama sekaligus pendidikan adat bagi generasi muda. Mudah-mudahan saja adat yang terbilang langka ini tetap lestari di Padang Laweh, sebagai wujud kembali bernagari dan kembali bersurau diranah Lansek Manih khususnya dan Minangkabau secara umum.(*)

Pewarta : Efriwan - Sijunjung
Editor :
Copyright © ANTARA 2024