Ribuan penduduk yang bermukim di kawasan hutan lindung Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Sumatera Barat, kini terperangkap dalam jerat kemiskinan kronis.
Inonisnya hutan lindung di sebelah tempat tinggal mereka adalah hutan nan kaya sumber daya. Kemiskinan itu terjadi, karena warga yang selama ini hanya bergantung dengan alam, tidak lagi dibolehkan memanfaatkan hutan lindung.
Mereka dihadapkan dilema antara kemiskinan yang makin menghimpit dan keharusan menyelamatkan hutan, yang kondisinya memang makin memprihatinkan.
"Mereka miskin di pinggiran hutan lindung, karena meski di hadapan mereka terbentang areal hutan yang sangat produktif, mereka tidak bisa mengolahnya," kata Wakil Bupati Pesisir Selatan (Pessel), Syafrizal.
Menurut dia, urusan "perut" sulit tidak bisa gugat, jadi jika masyarakat dilarang untuk merambah hutan lindung, mereka harus diberikan kompensasi yang cukup.
Kondisi ini sangat disadari oleh Pemkab Kabupaten Pessel Sumbar. Daerah pesisir pantai Sumbar ini memang terkenal cukup banyak hutan lindungnya dan juga termasuk kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Kabupaten Pessel memiliki luas wilayah 574.989 hektar, luas TNKS mencapai 260.383, dan hutan lindung 49.720 hektar.
Wakil Bupati Pessel, Syafrizal, menyebutkan, luasnya areal lahan yang berstatus hutan lindung di Pessel, kini menjadi satu permasalahan terutama bagi 2000-an Kepala Keluarga (KK) yang bermukim pada pinggiran kawasan hutan tersebut.
Kondisi warga tersebut, katanya, cukup memprihatinkan, karena di satu sisi mereka dilarang untuk merambah hutan, namun tidak ada kompensasi bagi mereka.
Dia mengatakan, dampak keadaan tersebut, ada juga warga yang bermukim di sekitar kawasan hutan tersebut terpaksa harus merambah hutan, dampaknya daerah ini menjadi langganan banjir dan rawan longsor.
Tiap tahun pada seluruh kecamatan di Pessel, selalu teracam banjir dan tanah longsor. "Keadaan tersebut, berlangsung bertahun-tahun, hingga pemerintah setempat larangan untuk merambah hutan," uajarnya.
Pemda Pessel, katanya, kini memprogramkan sosialisasi yang berkelanjutan bagi warga yang bermukim di sekitar kawasan hutan. Warga diajar untuk memiliki usaha lain selain merambah hutan.
"Warga diajak untuk bertani dan berkebun pada lahan yang bukan terdapat pada kawasan hutan lindung, dengan diberi bantuan bibit dan benih," katanya.
Sejumlah warga berada pada pinggiran kawasan hutan TNKS tersebut, seperti Kecamatan Bayang, Batang Kapas, Sutera, Lengayanhg, dan Tapan kini telah beralih dari kegiatan merambah hutan menjadi petani dengan mengolah sawah dan kebun.
"Warga itu kini hidupnya lebih teratur dan terjamin karena memiliki lahan yang siap untuk digarap tanpa harus merambah hutan lagi," katanya.
Selain itu, Pemda Pessel juga berkomitmen tinggi untuk memberantas pembalakan liar yang selalu terjadi pada daerah tersebut.
Terkait hal tersebut dikeluarkan kebijakan untuk memberantas pembalakan liar, dengan mengeluarkan instruksi bupati, surat edaran bersama Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten, pembentukan tim terpadu dan melibatkan kelembagaan informal masyarakat.
Masyarakat dalam hal ini juga diajar untuk menjaga hutan lindung, dengan melaporkan segala bentuk pencurian pada daerah hutan tersebut.
"Kini Polres Pessel banyak menangkap kasus pencurian kayu karena laporan masyarakat," katanya.
Kebersamaan masyarakat dan pemerintah itu juga berdampak positif terjadi pengurangan lahan kritis di daerah yang juga rawan bencana gempa dan tsunami itu.
Berdasarkan data dari areal hutan di Pessel terbagi daerah yang potensial kritis sebanyak 270.820 hektar (62,80 persen), agak kritis 105.223 hektar (24,40 persen), kritis 31.624 hektar (7,33 hektar) dan sangat kritis 23.575 hektar (5,47 persen).
Tanam dua juta pohon
Idealnya menurut Gubernur Sumbar, Gamawan Fauzi, tiap menebang satu pohon, kita juga harus menanam satu pohon. Namun kalau di Sumbar justru ada kebijakan untuk selalu menanam pohon meski tidak menebangnya.
Tahun 2008 saja, pemda Sumbar menargetkan untuk menanam dua juta pohon.
Penanaman dua juta pohon itu dilakukan pada sejumlah lokasi yakni lingkungan sekolah sebanyak 5.616 batang, meliputi SD/MI (4.118 batang), SMA (839 batang), SMA (550 batang), dan Perguruan Tinggi (109 batang).
Penanaman itu juga dilakukan pada lingkungan perkantoran sebanyak 1.500 batang dan juga pada lokasi fasilitas umum lainnya.
Tahun 2009 ditargetkan sudah ditanam sebanyak 2,5 Juta pohon, dan 2010 sebanyak tiga juta pohon.
"Gerakan menanam pohon itu penting artinya guna meminimalisir pemanasan global," katanya.
Program menanam pohon itu penting guna mengurangi jumlah areal kritis di Sumbar yang luasnya dari 551, 3 ribu hektar.
"Tiap tahun luas areal kritis itu terus bertambah jadi diperlukan program khusus seperti penghijauan," katanya.
Secara keseluruhan Sumbar memiliki areal seluas 2,6 juta hektar, dengan pembagian hutan konservasi 846.175 hektar, lindung (910.533 hektar), produksi terbatas (246.383 hektar), produksi tetap (407.849 hektar), dan produksi konversi (189.346 hektar).
Dia menyebutkan, kerusakan hutan sebagian besar karena ulah manusia yakni pembakaran hutan dan lahan serta konversi hutan untuk digunakan dalam kegiatan pertanian, perkebunan, pembangunan pemukiman, dan prasarana wilayah.
"Banyak masyarakat sengaja merambah hutan tersebut untuk dijadikan areal perkebunan dan pemukiman," katanya.
Kondisi tersebut terjadi di sekitar kawasan hutan lindung seperti di Kabupaten Solok, Pesisir Selatan dan Pasaman.
Program menanam dua juta pohon tersebut, dinilai sangat strategis selain juga terus menjaga kawasan hutan agar terhindar dari pembalakan liar, tentu saja terus melibatkan masyarakat. (***)