Pekerjaan dan tanah dimana kita menemukan jodoh untuk menjalani hidup hingga akhir hayat, kejadiannya pada banyak orang tidak terbayangkan sebelumnya. Seperti terjadi dengan sendirinya di luar apa yang direncanakan sejak usia muda. Perjalanan hidup Dahlena, salah satu buktinya.
Siapa sangka, wanita kelahiran Sikabukabu Kecamatan Luhak, Kabupaten Limapuluh Kota ini, setelah sempat bekerja pada salah satu surat kabar terkemuka di Provinsi Sumatera Barat, kini meniti karir di Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pusat sebagai Asisten Obudsman.
Juga siapa sangka wanita lembut nan murah senyum ini menemukan tambatan hatinya di ibukota dan menjani hidup bukan di ranah Minang, tanah kelahirannya.
Mendengar kata ombudsman, pasti yang terbayang seabrek masalah atau benang kusut yang sulit diurai. Di lembaga inilah Lena (begitu dia disapa) mengabdi saat ini. Kenapa ibu satu anak ini justru memilih hal itu?
"Ya, pekerjaan di ombudsman ini relevan dengan ilmu-ilmu hukum yang saya gali di Unand. Ini sangat menantang, dan harus saya terima. Apalagi bekerja di Jakarta itu tidak mudah. Sistem kerja di lembaga ini harus difahami, dan kompleksitas persoalan di Jakarta ini juga harus mampu dicerna secara utuh. Tapi bisa bekerja di lembaga ini, apalagi di Jakarta tidak terbayangkan sebelumnya," kata ibu satu anak ini.
Meski demikian, bekerja di lembaga negara ini sudah dia jalani sejak 2006. Dia dan rekan-rekan kerjanya disibukkan untuk menggali kasus yang dilaporkan ke ORI, terutama laporan tentang pelayanan pegawai pemerintah yang buruk.
"Setiap hari kita menerima pengaduan orang-orang yang emosi dan telah apatis serta bosan dengan pelayanan dan perlakuan dalam birokrasi. Menyikapi ini kita harus selalu bisa berempati dan sabar untuk menyelami persoalan orang agar bisa memberi solusi," katanya bijak.
Salah satu kasus yang ikut dimediasinya, pengaduan petugas parkir yang akan diberhentikan setelah bekerja selama 20 tahun. Pria asal Kota Padang yang menghidupi keluarga dan menyekolahkan anaknya dari perparkiran ini, akhirnya mampu dimediasi dengan lembaga tempat dia bekerja, dan kembali bisa bekerja sebagai juru parkir.
"Ada kepuasan bisa memberi manfaat untuk orang lain," kata anak kedua dari tiga bersaudara ini.
Lantas bagaima cerita wanita yang menempuh pendidikan SLTP dan SLTA-nya di Kota Padangpanjang ini menemukan teman hidupnya? Rupanya istilah cinlok alias cinta lokasi bukan saja terjadi di kalangan selebriti.
"Jangan salah loh mas, saya ke Jakarta bukan cari suami. Gimana ya, karena setiap hari ketemu di kantor dan cocok. Ya sudah, ngapain capek-capek nyari yang lain," ujarnya tertawa renyah.
Setelah menikah, karena satu kantor dengan suaminya, Lena mengaku risih, meski pimpinan dan karyawan lainnya tidak mempermasalahkan hal itu, dan tidak ada aturan yang dilanggar.
"Kami memutuskan salah satu harus keluar, dan yang keluar suami saya. Alhamdulillah dia sekarang bekerja di Komisi Yudicial," kata wanita yang hobi menulis ini.
Ditanya tentang obsesinya sebagai tenaga fungsional ombudsman, dia mengatakan hidupnya akan terasa sangat bermakna jika mampu secara bersama mendorong kinarja aparatur negara untuk bisa memberikan pelayanan berkualitas kepada masyarakat.
"Seperti persoalan di penjara, di luar negeri orang tidak lagi berbicara tentang masalah jatah makan tahanan, tapi sudah melengkapi berbagai fasilitas. Seperti tempat berolahraga, membaca, tempat berobat dan sebgainya," katanya mengahiri. (*/wij)