Pengamat: Kebijakan Mendagri perbaikan rumah rusak efektif kurangi pengungsi

id Tito Karnavian, Mendagri

Pengamat: Kebijakan Mendagri perbaikan rumah rusak efektif kurangi pengungsi

Mendagri Tito Karnavian (ANTARA/HO-Puspen Kemendagri)

Padang (ANTARA) - Pengamat kebijakan publik sekaligus Direktur Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan menilai langkah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang mendorong percepatan perbaikan rumah rusak ringan di wilayah terdampak bencana Sumatera sebagai kebijakan yang tepat dan strategis untuk mengurangi jumlah pengungsi.

"Kebijakan tersebut mencerminkan respons cepat pemerintah dalam mengurai persoalan mendasar yang dihadapi korban bencana, khususnya pengungsi yang masih bertahan di lokasi penampungan," kata Pengamat kebijakan publik sekaligus Direktur Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan.

Menurutnya, perbaikan rumah rusak ringan harus dipercepat. Sebab, hal ini langkah realistis untuk mengurangi pengungsi secara signifikan, terutama di daerah terdampak banjir di Sumatera seperti Aceh.

Menurut Iwan, kebijakan tersebut tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga berdampak langsung pada aspek sosial dan psikologis korban bencana. Dengan rumah yang segera diperbaiki, warga dapat kembali tinggal secara lebih layak dan tidak berlarut-larut berada di pengungsian.

Mendagri Tito Karnavian sebelumnya telah mengusulkan kebijakan ini kepada Presiden Prabowo Subianto dalam Rapat Kabinet di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025). Dalam usulannya, Tito menyampaikan bahwa percepatan perbaikan rumah rusak ringan berpotensi menurunkan jumlah pengungsi hingga sekitar 30 hingga 40 persen.

Usulan tersebut mendapat persetujuan Presiden Prabowo dengan catatan pemerintah harus terlebih dahulu melakukan inventarisasi dan verifikasi menyeluruh terhadap rumah kategori rusak ringan. Presiden juga menginstruksikan pelibatan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta pemerintah daerah hingga tingkat desa dalam proses pendataan dan verifikasi.

Keterlibatan lintas kementerian dan pemerintah daerah tersebut menjadi kunci agar kebijakan berjalan tepat sasaran dan tidak menimbulkan persoalan baru di lapangan.

"Basis data yang akurat sangat penting. Kalau sampai salah sasaran, bisa memicu kecemburuan sosial di antara korban bencana. Karena itu, standar kerusakan rumah harus ditetapkan secara jelas," katanya.

Namun, Iwan mengingatkan perbaikan rumah rusak ringan harus tetap berjalan seiring dengan penanganan rumah rusak berat dan pembangunan hunian sementara (huntara) bagi korban yang kehilangan tempat tinggal.

"Setelah pengungsi berkurang, pemerintah bisa lebih fokus pada penanganan kerusakan berat dan pembangunan hunian tetap. Tentu harus berjalan semua," ujarnya.

Sementara itu, Pakar Kesejahteraan Sosial dan Kebencanaan Universitas Indonesia (UI), Rissalwan Handy Lubis, menekankan pentingnya keseimbangan dalam penanganan pengungsi pascabencana. Ia menilai, selain perbaikan rumah rusak ringan, pemerintah juga perlu memberi perhatian pada pembangunan huntara sebagai tahapan awal, sebelum dilanjutkan dengan penyediaan hunian tetap.

Menurutnya, keberadaan huntara menjadi kebutuhan penting bagi pengungsi agar memiliki tempat tinggal yang lebih layak selama proses pemulihan berlangsung.

"Itu dibutuhkan oleh para pengungsi," ujar Rissalwan saat dihubungi, Kamis (18/12/2025).

Sebagai informasi, Mendagri Tito Karnavian bersama Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait dijadwalkan meninjau langsung lokasi bencana banjir bandang dan longsor di Aceh Tamiang dan Tapanuli Selatan pada Sabtu (20/12/2025). Kunjungan tersebut dilakukan untuk memulai tahap awal perbaikan rumah korban bencana serta pembangunan hunian sementara.

Pewarta :
Editor: Muhammad Zulfikar
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.