Payakumbuh (ANTARA) - Pemko Payakumbuh memperkuat perannya dalam mendukung Program Nasional 3 Juta Rumah melalui kebijakan fiskal progresif yang secara langsung meringankan beban masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Langkah ini dinilai sebagai salah satu terobosan daerah dalam membantu pemerintah pusat mengurangi backlog perumahan nasional yang mendekati 9 juta unit.
Di bawah kepemimpinan Wali Kota Zulmaeta, Pemko Payakumbuh menerbitkan dua regulasi penting yang menghapus seluruh biaya administrasi perumahan untuk MBR.
Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Wali Kota Payakumbuh Nomor 20 Tahun 2024 tentang Penghapusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta Peraturan Wali Kota Payakumbuh Nomor 21 Tahun 2024 tentang Pembebasan Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Keduanya ditetapkan pada 24 Desember 2024 dan menjadi landasan hukum yang memperkuat implementasi kebijakan pusat terkait keuangan daerah.
Wali Kota Zulmaeta menegaskan bahwa penyediaan rumah layak bagi masyarakat merupakan bagian dari tanggung jawab negara yang juga harus dipikul pemerintah daerah.
“Insentif fiskal ini adalah cara kami memastikan MBR benar-benar bisa memiliki dan memperbaiki rumahnya tanpa terbebani biaya administrasi yang signifikan. Negara berkewajiban hadir, dan daerah wajib memastikan kehadiran itu dirasakan warga,” kata Wako Zulmaeta.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Payakumbuh, Marta Minanda, menyebut bahwa realisasi pembangunan dan perbaikan rumah terus berjalan dan menyasar total 556 unit kontribusi Kota Payakumbuh dalam pencapaian realisasi Program Strategis Nasional 3 juta rumah.
Program ini digerakkan melalui beragam skema pendanaan, seperti: 150 unit melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) APBN.
Kemudian 73 unit melalui APBD Payakumbuh, 61 unit oleh pengembang (developer), 22 unit lewat dukungan Corporate Social Responsibility (CSR), dan 250 unit melalui skema swadaya masyarakat.
Menanggapi kebijakan baru ini, Kepala Dinas PKP Payakumbuh, Marta Minanda, memberikan penegasan terkait implementasinya.
“Regulasi penghapusan BPHTB dan PBG ini adalah payung hukum yang sangat kita butuhkan untuk mempercepat realisasi Program Strategis Nasional (PSN) 3 juta rumah,” jelas Marta Minanda.
“Dengan nol biaya administrasi, kami optimis proses perizinan dan kepemilikan menjadi jauh lebih cepat. Ini bukan hanya membebaskan MBR dari biaya yang memberatkan, tetapi juga menjadi sinyal kuat bagi pengembang untuk berinvestasi lebih aman di Payakumbuh karena proses birokrasi yang dipangkas,” tambahnya.
Pola pendanaan yang berlapis ini memperlihatkan bahwa percepatan pembangunan perumahan tidak hanya bertumpu pada APBD, tetapi pada sinergi berbagai sektor.
Program Nasional 3 Juta Rumah menargetkan pembangunan 2 juta unit rumah di perdesaan dan 1 juta unit di perkotaan.
Sebagai kota yang terus berkembang, Payakumbuh memfokuskan kontribusinya pada target rumah perkotaan tersebut.
Zulmaeta menyebut bahwa dukungan Payakumbuh terhadap program nasional ini tidak hanya memberi manfaat dalam penyediaan hunian layak, tetapi juga berdampak pada penguatan ekonomi lokal.
“Setiap pembangunan rumah akan menggerakkan rantai ekonomi. Mulai dari industri bahan bangunan, tenaga kerja konstruksi, hingga usaha jasa pendukung lainnya. Ini adalah cara kita memastikan pembangunan perumahan berperan ganda, menyejahterakan dan menumbuhkan,” ucapnya.
Dengan meniadakan BPHTB dan retribusi PBG bagi MBR, Payakumbuh menjadi salah satu daerah yang paling progresif dalam kebijakan fiskal perumahan.
“Kebijakan ini tak hanya meringankan beban warga, tetapi juga meningkatkan daya tarik investasi perumahan sekaligus mempercepat realisasi program nasional,” pungkasnya.
Teks Foto: Wali Kota Payakumbuh. Antara/HO-Pemkot Payakumbuh
