Minyak kayu putih, sumber ekonomi baru masyarakat di Tanjung Bonai Aur

id Minyak kayu putih, LPHN TBA, binaan warsi, hutan masyarakat

Minyak kayu putih, sumber ekonomi baru masyarakat di Tanjung Bonai Aur

Anggota kelompok Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Tanjung Bonai Aur (TBA) mulai proses pembuatan minyak atsiri minyak kayu putih. (ANTARA/HO-Warsi)

Sijunjung (ANTARA) - Masyarakat di Tanjung Bonai Aur, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat saat ini memiliki kebanggaan baru karena kayu putih yang ditanam beberapa tahun lalu, saat ini sudah dapat dipanen dan diolah menjadi minyak atsiri oleh masyarakat.

Mulanya masyarakat Tanjung Bonai Aur menanam minyak kayu putih sebagai upaya memulihkan lahan tidak produktif yang berada di kawasan hutan desa.

Penanaman kayu putih dimulai tahun 2019 - 2020. Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) TBA memperoleh Hak Pengelolaan Hutan dari Meteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui SK Nomor SK.2708/MenLHK-PSKL/PKPS/PSL0/4/2018 seluas 366 Ha.

Pada 2019- 2020, melalui kerja sama dengan Inhutani IV melakukan penanaman bibit unggulan kayu putih. Harapannya ini dapat menjadi alternatif ekonomi bagi masyarakat.

Tanaman kayu putih dipilih karena kemampuannya bisa tumbuh di lahan yang produktivitasnya menurun dan kritis sekalipun. Kayu putih pun merupakan tanaman kayu-kayuan yang akan membuat tutupan hutan menjadi rapat. Penanaman kayu putih ini merupakan satu-satunya di Kabupaten Sijunjung.

“Total 336 Ha areal perhutanan sosial di Tanjung Bonai Aur, setelah dilakukan pemetaan ternyata didapati lahan tidak produktif yang berisi karet tua, karena harga karet yang rendah dan produktivitas yang menurun. Lahan tersebut kini ditanam kayu putih,” kata Adam Ketua LPHN TBA.

Kemudian 28.000 batang dengan luas lahan 8 Ha kayu putih dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Pada tahun 2021, masyarakat kemudian mendapat dukungan mesin penyulingan kayu putih melalui dana DAK Ekonomi Produktif.

Masyarakat juga mendapatkan pelatihan penggunaan mesin juga dilakukan oleh UPTD KPHL dan UPTD Minyak Atsiri untuk operator yang ditunjuk oleh Kelompok. Hingga didapatkan sampel minyak kayu putih. Sampel kemudian diuji di laboratorium UPTD Atsiri Sumatera Barat.

Hasil uji menunjukkan kandungan minyak kayu putih nagari TBA masuk dalam Kategori Super dengan kandungan cineol diatas 70%.

Keberadaan kayu putih ini mendukung perekonomian masyarakat. Melalui Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Bukik Godang memanen 100 Kg daun kayu putih dengan rincian 100 : 1. Artinya setiap 100 Kg daun kayu putih menghasilkan 1 Kg minyak. Dari sulingan minyak ini, masyarakat pengelola mendapatkan tambahan penghasilan sebesar Rp.400 ribu per bulan.

Namun, angka tersebut bukanlah capaian maksimalnya. Peluang usaha ini bisa menjanjikan jika hambatan yang dihadapi oleh masyarakat dapat diselesaikan. Paling mendasar, tantangan pada SDM dalam memproduksi minyak kayu putih belum mumpuni untuk menghasilkan minyak sesuai standar mutu produk minyak atsiri.

“Kurangnya kapasitas dan pengetahuan dalam budidaya kayu putih serta penyulingan minyak atsiri. Hal ini berpengaruh pada kualitas produk. Mengingat, dalam pengelolaan tidak hanya proses penyulingan yang utama namun proses penyimpanan pasca penyulingan juga butuh perhatian penting. Kapasitas dalam budaya kayu putih belum mahir, sehingga untuk menambah bibit dari pohon yang ada belum dapat dilakukan,” katanya.

Tidak lain, kendala yang dihadapi oleh masyarakat adalah pasar untuk memasarkan dari minyak kayu putih. Selama ini produk baru dipasarkan melalui kegiatan atau pameran yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten.

“Produk minyak kayu putih yang dihasilkan belum maksimal. Ada beberapa catatan dari konsumen yang harus dievaluasi seperti aroma dan warna yang dihasilkan dianggap masih perlu perbaikan untuk peningkatan kualitas produk,” kata Irma KUPS Bukik Godang.

Minimnya akses jalan menuju ladang kayu putih juga menjadi kendala. Berjarak 6 Km dari pemukiman dengan kondisi jalan tanah setapak. Tentu menghambat keefektifan waktu menuju ladang, yang biasa ditempuh 45 menit menggunakan sepeda motor. Jika pasca hujan mengharuskan jalan kaki dengan memakan waktu satu sampai satu setengah jam.

Terakhir, belum adanya sarana transportasi yang mendukung. Selama ini, petani mengandalkan motor untuk mengangkut kayu putih dari ladang menuju rumah produksi. Ini tentu berdampak pada bergugurannya daun kayu putih yang dibawa mengingat akses jalan tertutup pepohonan dan semak belukar.

Menyadari hambatan-hambatan itu, masyarakat Tanjung Bonai Aur tidak lantas berhenti. Saat ini masyarakat tengah belajar untuk meningkatkan kualitas produk dan ladang kayu putih.

KKI Warsi yang mendampingi masyarakat di Tanjung Bonai Aur mengadakan pelatihan untuk peningkatan kapasitas masyarakat melalui penguatan kelembagaan. Pelatihan ini mengajak masyarakat untuk melihat akar permasalahan, mengatasi tantangan pengelolaan tanaman kayu putih berbasis data dan rasionalitas dalam merumuskan strategi pemecahan masalah.

“Salah satu program di Warsi ialah Strengthening the Root atau penguatan akar rumput satu agenda yang kita cita-citakan bersama. Yang mana luarannya kelompok masyarakat ini dapat mengajukan proposal pendanaan sendiri kepada berbagai pihak,,” kata Wakil Direktur KKI Warsi Rainal Daus.

Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Tanjung Bonai Aur (TBA) mulai proses pembuatan minyak atsiri minyak kayu putih. (ANTARA/HO-Warsi)
Akar rumput yang dimaksud ada orang-orang yang berada paling dekat dengan sumber daya alam. Saat ini, ada 11 kelompok yang dilatih KKI Warsi untuk menggalang sumber-sumber pendanaan lokal.

Dari 11 yang telah dilatih, LPHN TBA dan KUPS Bukik Godang yang pertama melakukan ekspos proposal atau peninjauan proposal secara bersama-sama melibatkan kelompok dan pemerintahan nagari. Diharapkan melalui pelatihan ini, kelompok pengelola terbiasa menyusun proposal dengan data yang akurat guna mendukung usaha perhutanan sosial yang sedang dilakukan.