Wall Street tumbang

id Wall Street,indeks Dow,indeks S&P 500,indeks Nasdaq

Wall Street tumbang

Illustrasi - Suasana Wall Street, Bursa Saham AS (REUTERS)

New York (ANTARA) - Wall Street tumbang pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), dilanda aksi jual tajam setelah Presiden Donald Trump menghidupkan kembali ancaman tarif baru terhadap China dalam menanggapi pandemi COVID-19, yang telah menyebabkan ekonomi global terhenti.

Ketiga indeks utama saham AS ditutup jatuh lebih dari dua persen, dan untuk minggu ini mereka semua kehilangan posisi.

Indeks Dow Jones Industrial Average merosot 622,03 poin atau 2,55 persen, menjadi ditutup di 23.723,69 poin. Indeks S&P 500 terpangkas 81,72 poin atau 2,81 persen, menjadi berakhir di 2.830,71 poin. Indeks Komposit Nasdaq jatuh 284,60 poin atau 3,20 persen, menjadi ditutup di 8.604,95 poin.

Semua 11 sektor utama S&P 500 ditutup di zona merah, dengan sektor energi anjlok enam persen, menjadi sektor dengan berkinerja terburuk.

Mei sering ditandai oleh aksi jual, dan pada hari pertama bulan itu, dengan kegelisahan meningkat karena beberapa negara bagian AS mulai melonggarkan penutupan virus corona, pepatah itu berlaku.

"Pasar memiliki April yang sangat kuat ketika mereka melihat melalui lembah kelemahan ekonomi ke titik di mana stimulus akan menyalakan kembali pertumbuhan ekonomi," kata David Carter, kepala investasi di Lenox Wealth Advisors di New York. "Tapi itu bisa menjadi lembah yang lebih panjang dan lebih dalam dari yang diperkirakan banyak orang."

Memang, saham telah berjalan luar biasa pada April, dengan S&P 500 dan Dow keduanya membukukan kenaikan persentase bulanan terkuat mereka dalam 33 tahun.

Trump mengatakan pemerintahannya sedang menyusun langkah-langkah pembalasan terhadap China sebagai hukuman untuk wabah virus corona, sekali lagi memicu kekhawatiran tarif yang mengguncang pasar selama dua tahun terakhir. Trump menyalahkan China atas apa yang ia katakan sebagai "informasi salah" ketika virus itu muncul dari kota Wuhan di China dan kemudian dengan cepat menyebar ke seluruh dunia.

"Trump menusuk China adalah hal terakhir yang dibutuhkan pasar mengingat begitu banyak ketidakpastian ekonomi dan keuangan saat ini," tambah Carter.

Sejumlah laporan laba emiten beragam, terutama laporan mengecewakan dari Amazon.com, bersama dengan putaran baru data ekonomi suram, juga membebani sentimen.

Aktivitas manufaktur AS tergelincir ke level terendah 11 tahun bulan lalu ketika karantina wilayah menutup pabrik-pabrik, menurut indeks manajer pembelian Institute for Supply Management.

Musim pelaporan keuangan perusahaan telah melewati titik tengah, dengan 275 perusahaan di S&P 500 melaporkan hasil kuartalan. Dari mereka, 68 persen telah mengalahkan perkiraan konsensus.

Secara agregat, laba perusahaan-perusahaan S&P 500 kuartal pertama terlihat turun 12,7 persen dari tahun lalu, pembalikan tajam dari perkiraan pertumbuhan tahunan 6,3 persen pada 1 Januari.

Tesla Inc jatuh 10,3 persen setelah Chief Executive perusahaan Elon Musk mengatakan dalam cuitan bahwa harga saham pembuat mobil listrik itu "terlalu tinggi."

Saham Amazon.com merosot 7,6 persen setelah pengecer daring memperingatkan biaya terkait pandemi dapat menyebabkan kerugian kuartalan pertama dalam lima tahun.

Hasil kuartalan Apple Inc mengalahkan ekspektasi, tetapi pembuat iPhone itu menolak untuk memberikan perkiraan kuartal saat ini. Sahamnya kehilangan 1,6 persen.

Exxon Mobil jatuh 7,2 persen setelah perusahaan melaporkan penurunan laba karena penurunan besar-besaran tiga miliar dolar AS akibat anjloknya permintaan dan harga minyak.

Rivalnya, Chevron Corp membukukan kenaikan laba 38 persen, didorong oleh penjualan aset, dan memangkas rencana pengeluaran. Sahamnya melemah 2,8 persen.

Volume perdagangan di bursa AS mencapai 10,17 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata 12,19 miliar selama 20 hari perdagangan terakhir.