Ketua IDI minta akhiri polemik soal iklan "cuci otak" terkait Menkes Terawan

id Terawan Agus Putranto,Menkes,Ketua IDI,Daeng M Faqih,Iklan Cuci Otak

Ketua IDI minta akhiri polemik soal iklan "cuci otak" terkait Menkes Terawan

Ketua Umum IDI dr Daeng M Faqih ketika ditemui di Kantor IDI di Jakarta pada Kamis (24/10) (ANTARA/Prisca Triferna)

Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Daeng M Faqih mengharapkan agar polemik terkait Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tidak dilanjutkan dan menyerahkannya untuk diurus oleh internal organisasi profesi tersebut.

"Tidak usah bicara ke belakang. Itu persoalan di belakang, sudah lama persoalan itu. Tidak ada keperluan pihak eksternal untuk tahu tentang itu karena itu masalah internal," ujar dr Daeng ketika ditemui di Kantor IDI di Jakarta pada Kamis.

Sebelumnya, dr Terawan sempat dikabarkan mendapatkan sanksi oleh Mahkamah Kode Etik Kodekteran (MKEK) IDI pada 2018 karena dianggap melanggar kode etik profesi dengan mengiklankan metode "cuci otak", sebuah inovasi yang dia lakukan untuk menyembuhkan pasien stroke.

Dokter Terawan saat itu membantah hal tersebut, mengatakan bahwa dia tidak pernah sekalipun mengiklankan metode itu.

Terapi itu merupakan salah satu metode Digital Subtracion Angiography (DSA) yang bertujuan mendiagnosis pembuluh darah untuk mengetahui penyakit pasien dan menentukan pengobatan yang tepat.

Metode itu sendiri sudah diuji dalam disertasi bekas Kepala RSPAD Gatot Subroto itu di Universitas Hasanuddin Makassar pada 2016, tapi beberapa pakar menilai metode tersebut masih perlu kajian ilmiah secara mendalam

Permasalahan kode etik, ujar dr Daeng, tidak ada kaitannya dengan terpilihnya seseorang menjadi pejabat publik. IDI sendiri, kata dia, tetap menghargai dan menghormati keputusan Presiden Joko Widodo untuk mengangkat dr Terawan menjadi Menkes dalam Kabinet Indonesia Maju.

Daeng Faqih mengatakan semua orang harus berpikiran maju ke depan untuk mengatasi permasalahan pelayanan kesehatan yang menghantui Indonesia dan bukannya mengurus isu masa lalu.

"Di negara ini banyak persoalan terkait pelayanan kesehatan, jadi sekarang yang dipupuk ke depan itu kolaborasi. Semua pemangku amanah, Kementerian Kesehatan, organisasi profesi, lembaga terkait pelayanan kesehatan berkolaborasi kalau mau menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan," kata dia.