Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum PPP M Romahurmuziy menyebut kelompok yang menginginkan khilafah dan mengubah Pancasila seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) saat ini berkumpul di kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Bagi HTI tidak ada pilihan lain kecuali mendukung pasangan calon nomor urut 02. Sebab, jika Jokowi terpilih lagi HTI sudah pasti tidak bisa lagi berkembang di Indonesia karena memang sudah dilarang," kata Romahurmuziy saat bertemu dengan pengurus PCNU Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (5/3) malam.
Dikutip dari siaran pers, Romahurmuziy mengatakan Jokowi membubarkan HTI setelah berkonsultasi dengan ormas-ormas besar Islam dan pimpinan partai politik Islam.
"HTI yang ingin mendirikan khilafah dianggap tidak mengakui Pancasila dan NKRI," kata Rommy, sapaan akrab Romahurmuziy.
Menurut Rommy, jika Prabowo menang, HTI berharap bisa mengembangkan paham khilafah ini termasuk paham intoleran lainnya.
Rommy menambahkan, selama ini sejumlah kelompok Islam garis keras, termasuk HTI, membangun narasi bahwa Prabowo merupakan pembela Islam. Namun, narasi itu terbukti bertolak belakang dengan fakta yang ada.
"Mereka akhirnya tidak peduli pada keislaman Prabowo karena merasa hanya dengan Prabowo menanglah HTI bisa kembali muncul dan tidak dilarang seperti di pemerintahan Pak Jokowi," kata Rommy. (*)
Berita Terkait
Romahurmuziy: PPP tolak hasil rekapitulasi suara Pemilu 2024
Kamis, 21 Maret 2024 10:52 Wib
Yusril akan bertemu jajaran PPP siang ini, iRommy: Bahas kemungkinan koalisi dengan PBB
Senin, 13 Maret 2023 11:29 Wib
Rommy dikeluarkan dari rutan, KPK tempuh kasasi
Kamis, 30 April 2020 1:08 Wib
Terkait putusan banding Rommy, ICW desak KPK ajukan kasasi ke MA
Jumat, 24 April 2020 10:40 Wib
Pengadilan Tinggi DKI kurangi hukuman Rommy jadi satu tahun, begini respon JPU KPK
Jumat, 24 April 2020 8:01 Wib
Pengacara: Hukuman dikurangi jadi 1 tahun, Romahurmuziy dapat bebas pekan depan
Jumat, 24 April 2020 7:38 Wib
Divonis 2 tahun penjara, Rommy: kami nyatakan pikir-pikir
Senin, 20 Januari 2020 18:53 Wib
Mantan Ketum PPP dituntut 4 tahun penjara
Senin, 6 Januari 2020 17:38 Wib