Ini penilaian Komnas HAM terkait komitmen Sumbar larang perilaku LBGT

id Ahmad Taufan Damanik

Ini penilaian Komnas HAM terkait komitmen Sumbar larang perilaku LBGT

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik. (ANTARA SUMBAR/ Istimewa)

Padang, (Antaranews Sumbar) - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik menilai langkah Pemerintah Sumatera Barat memerangi perilaku seks menyimpang LGBT tidak melanggar HAM.

“Masyarakat Sumbar punya adat yang tidak bisa dipisahkan dari Islam. Ini sudah ada sejak dulu. Kalau masyarakat dan pemerintah di sini (Sumbar) membuat aturan melarang perilaku LGBT karena tidak sesuai dengan norma adat, bukan hal yang salah atau melanggar HAM,” katanya di Padang, Kamis.

Ia menyebut suatu kebijakan dikatakan melanggar HAM, jika dalam pelaksanaannya melakukan kekerasan, persekusi, dan diskriminasi.

“Larang perilaku tidak masalah, tapi jangan hambat hak dasarnya, seperti memperoleh pendidikan, kesehatan. Yang patut diketahui juga, hak asasi itu tidak bersifat absolute," ujarnya.

Ia mencontohkan ketika seseorang melaksanakan haknya, tapi mengganggu hak orang lain, bisa dituntut. "Demonstrasi adalah hak, tapi kalau demo sampai merusak property, berarti bisa dituntut pidana,” katanya.

Begitupula terkait penerapan penggunaan jilbab bagi siswi muslim di Sumbar, bukan suatu pelanggaran. Sebab hal ini merupakan edukasi, menata ketahanan individu masyarakat supaya tetap dalam norma yang diyakini warga Minangkabau.

“Katakanlah kalau saya mengedukasi anak saya supaya beragama, dimana salahnya. Berbeda kalau saya pukul anak saya karena anak saya tidak pakai jilbab, itu yang melanggar,” katanya.

Ahmad Taufan mengakui, banyak aktivis di luar Sumbar yang memaparkan pandangan bahwa yang dilakukan Pemprov Sumbar negatif.

Hal itu terjadi karena orang dari luar Sumbar belum memahami perspektif HAM dari Minangkabau yang sesuai dengan norma dan adatnya sehingga akhirnya terjadi monopoli perspektif.

Apalagi kalau perspektif HAM internasional dipaksakan untuk diberlakukan juga di Sumbar, itu tidak mungkin. Daerah di Indonesia ini punya keberagaman. Biarkan perspektif itu berbeda-beda, yang peting kekerasan dan diskriminasi tidak terjadi.

Menurutnya dengan kondisi saat ini, tokoh-tokoh Sumbar harus ikut menyampaikan pendapat dan perspektif HAM yang sesuai dengan norma adat juga, supaya Sumbar tidak ditekan oleh satu perspektif dari luar saja.

“Aceh tegak dengan syariatnya. Bali punya polisi adat. Itu semua disesuaikan dengan norma di daerah bersangkutan. Tokoh di Sumbar harus menyatukan perspektif untuk disampaikan secara nasional agar didengar juga oleh aktivis yang di Jakarta,” katanya.(*)