Padang, (Antaranews Sumbar) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin membantah pemberitaan di media yang menyatakan pihaknya mengatur suara azan apalagi sampai melarang azan dikumandangkan.
"Perlu saya sampaikan terkait pemberitaan media yang menyatakan pemeirntah mengatur suara azan itu tidak benar apalagi sampai melarang," kata dia di Padang, Senin pada peluncuran Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kementerian Agama wilayah Sumatera Barat .
Lukman menyampaikan pihaknya menemukan ada pemberitaan yang menyatakan pemerintah melarang azan.
"Coba bayangkan bagaimana mungkin azan dilarang, itu sesuatu yang mustahil," ujarnya.
Menurut dia yang benar adalah tuntunan tentang penggunaan pengeras suara yang sudah ada sejak 1978.
Ia menceritakan latar belakang dikeluarkannya tuntunan tersebut karena pesatnya pertumbuhan permukiman masyarakat yang diiringi dengan pendirian masjid dan mushala.
"Masjid kita sekarang tidak lagi hanya digunakan untuk shalat lima waktu saja tapi juga aktivitas keagamaan dan kemasyarakatan," katanya.
Ia mengatakan saat ini masjid tidak hanya untuk pengajian, majelis taklim namun juga digunakan untuk rapat RT dan RW dengan menggunakan pengeras suara.
"Maka kemudian muncul pro dan kontra dari jamaah masjid, sebagian mengatakan gunakan pengeras suara sebagai bentuk syiar agama apapun kegiatannya, oleh sebab itu apapun aktivitas di masjid mulai dari shalat, anak-anak belajar mengaji hingga rapat RT pakai pengeras suara," ujar dia.
"Namun juga ada pandangan lain yang menyatakan tidak semua aktivitas di masjid perlu pakai pengeras suara, apalagi yang keluar seperti rapat majelis taklim atau RT, kasihan warga perlu juga istirahat," katanya.
Akhirnya karena adanya perbedaan pandangan tersebut ada yang datang ke Kementerian Agama menyampaikan hal ini dan minta panduan serta regulasi bagaimana penggunaan pengeras suara.
Ternyata, kata Lukman, Dirjen Bimas Islam pada 1978 pernah mengeluarkan edaran yang ditujukan kepada jajaran internal Kementerian Agama bagaimana tuntutan penggunaan pengeras suara.
"Bahkan dalam isinya untuk azan merupakan sesuatu yang harus ditinggikan suaranya dan ini tidak perlu diperdebatkan lagi, jadi bagaimana mungkin kemudian ada yang menyatakan pemerintah mengatur-atur volume azan," katanya.
Ia menambahkan sama sekali tidak ada pengaturan tinggi rendah volume dan bahkan secara jelas dinyatakan untuk azan harus ditinggikan.
Oleh sebab itu ia meminta masyarakat membaca dengan teliti dan cermat.
Bahkan di akhir seruan edaran tersebut dinyatakan ketentuan ini berlaku bagi masjid dan mushala yang ada di lingkungan warga yang beragam.
"Dan tidak ada sanksi sama sekali karena bukan regulasi atau aturan perundang-undangan serta bagi yang tidak menggunakan itu tidak apa-apa," katanya.
Ia mengatakan tuntunan hanya berlaku bagi yang membutuhkan sebagai pedoman dan tidak wajib diikuti karena bukan regulasi.
"Tuntunan itu bukan paksaan, beda dengan aturan perundangan yang kalau dilanggar ada sanksi, agama itu tidak bisa dipaksakan," ujarnya. (*)