Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwi Korita Karnawati mendesak agar Indonesia dapat segera memiliki satelit khusus untuk memantau bencana karena kebutuhan teknologi ini sudah cukup mendesak.
Menurut Korita, posisi Indonesia yang berada di wilayah rawan bencana alam membuat pemanfaatan teknologi satelit merupakan hal penting dalam rangka penanggulangan bencana.
"Harusnya bisa dipercepat karena bencananya tidak mau menunggu. Sudah saatnya (punya satelit bencana). Karena kita dengan kondisi bencana yang sangat beragam dan jutaan manusia yang tinggal (di daerah rawan bencana), perlu ada teknologi yang bisa mengamankan," kata Korita di Jakarta, Senin.
Menurut dia, memiliki satelit bencana sangat penting agar data lebih mudah didapatkan dan dapat memprediksi terjadinya bencana sehingga jumlah korban bisa ditekan seminimal mungkin.
Ia mengakui pihaknya sudah memasang sensor pendeteksi gempa di sejumlah provinsi rawan gempa, namun peralatan ini tidak cukup memberikan data yang lengkap karena sensor tersebut bisa dalam keadaan rusak atau terjadi kegagalan dalam mengirimkan data ke pusat sehingga adanya satelit bencana penting untuk dapat dijadikan sebagai penyedia data tambahan selain data dari sensor tersebut.
"Seperti kasus di Palu, sensornya menyala, tidak rusak, tapi gagal kirim informasi. Kalau di-back up dengan satelit khusus, kan terdeteksi gelombangnya sampai mana," katanya.
Selain kebutuhan yang mendesak untuk memiliki satelit pendeteksi bencana, menurut dia, hal lain yang perlu dilakukan adalah perbaikan pengelolaan tata ruang di kawasan rawan bencana.
"Di daerah yang rawan bencana, pemerintah harus menyiapkan shelter. Lalu pelan-pelan masyarakat dipindahkan, jangan tinggal di lokasi tersebut," katanya.
Indonesia merupakan negara yang rawan bencana gempa, gunung meletus dan tsunami.
Gempa besar berkekuatan 6,4 SR terjadi pada Minggu, 29 Juli 2018 di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Selang sepekan, gempa 7 SR kembali mengguncang NTB, terutama di Lombok Timur dan Lombok Utara.
Pada 19 Agustus, gempa 6,9 SR juga tercatat mengguncang kawasan ini.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, hingga 21 Agustus 2018, telah terjadi 1.005 kali gempa susulan pasca gempa bumi berkekuatan 7 SR yang mengguncang Pulau Lombok pada 5 Agustus silam.
Dampak akibat gempa di Lombok, sebanyak 515 orang meninggal dunia, 7.145 orang luka-luka dan 73.843 rumah rusak.
Terbaru, gempa berkekuatan 7,4 SR mengguncang Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah pada 28 September. Menurut BMKG, total ada 495 gempa susulan yang terjadi sejak gempa besar 28 September hingga Senin. (*)
Berita Terkait
BUMN dukung penuh mudik asyik bersama BUMN 2024
Kamis, 28 Maret 2024 20:07 Wib
Perbaikan jalan nasional di Sumbar tuntas jelang Lebaran
Kamis, 28 Maret 2024 19:20 Wib
Masuk 10 besar nasional, tim penilai PPD Bappenas RI verifikasi lapangan ke Tanah Datar
Kamis, 28 Maret 2024 19:19 Wib
Kejaksaan Negeri Pasaman Barat limpahkan perkara tipikor RSUD ke pengadilan
Kamis, 28 Maret 2024 19:17 Wib
TSR Bupati Sabar AS bermotor kunjungi Jorong Marapan
Kamis, 28 Maret 2024 17:32 Wib
Kualitas Medis Lebih Baik, RSUD Pratama Sijunjung Resmi Terang Benderang
Kamis, 28 Maret 2024 17:02 Wib
Pemkab Agam dapat dana transfer capai Rp1,50 triliun selama 2023
Kamis, 28 Maret 2024 16:58 Wib
Bunga krisan Kota Solok diminati pasar luar daerah
Kamis, 28 Maret 2024 16:40 Wib