KPK terima 50 ribu petisi terkait RKUHP

id Ketua KPK ,Agus Rahardjo,Petisi penolakan RKHUP

KPK terima 50 ribu petisi terkait RKUHP

Ketua KPK Agus Rahardjo. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/kye/18

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima 50 ribu lebih petisi yang berasal dari Koalisi Masyarakat berisi penolakan masuknya pasal-pasal korupsi ke dalam Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Kita kedatangan mantan pimpinan KPK dan teman-teman dari koalisi masyarakat sipil, dan tadi saya sudah mendengarkan banyak hal yang disampaikan mengenai risiko masuknya korupsi ke RUU KUHP, kami ucapkan terima kasih atas dukungan yang begitu besar terhadap penguatan pemberantasan korupsi ke depan," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Selasa.

Agus menerima sejumlah perwakilan koalisi masyarakat sipil antara lain Ketua Pimpinan Pusat Pemuda (PP) Muhammadiyah Virgo Sulianto Gohardi, peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar dan anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter serta mantan pimpinan jilid II KPK M Yasin.

Petisi yang diserahkan berjudul "KPK dalam Bahaya, Tarik Semua Aturan Korupsi dari RKUHP!" yang hingga pukul 15.00 WIB sudah mendapatkan 50.308 dukungan.

"Menurut evaluasi sementara dari bagian ketiga Bab XXXVIII mengenai tindak pidana korupsi, pasalnya 687-696. Kalau RKUHP ini diundangkan seperti dalam pasal 723, maka dalam jangka waktu 1 tahun sejak KUHP dinyatakan berlaku, Buku Kesatu UU itu menjadi dasar bagi ketentuan-ketentuan pidana di luar KUHP, artinya pemidanaan di dalam UU No 31/1999 jo No 20/2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi yang deliknya banyak, ini menjadi tidak berlaku lagi, artinya bahannya di situ," jelas Yasin.

Yasin mencontohkan tidak ada lagi pemidanaan mengenai menghalang-halangi proses penyidikan, pemidanaan penegak hukum menjadi sama dengan bukan penegak hukum, denda pidananya juga dikategorikan maksimal kategori IV yaitu maksimal Rp150 juta bukan seperti UU Pemberantasan Tipikor yang mencapai Rp1 miliar.

"Dari aspek pemidanaan tidak membuat jera dan dalam denda juga tidak menimbulkan pengembalian keuangan negara dari yang diambil dari pelaku korupsi. Maka kami mengusulkan KPK tetap memakai UU Pemberantasan Tipikor korupsi kejahatan luar biasa dan cara-cara penanggulangannya harus luar biasa," ungkap Yasin.

Sedangkan Ketua PP Muhammadiyah Virgo Sulianto Gohardi meminta agar pemerintah mengeluarkan korupsi dari RUU KUHP.

"Ini momentum ujian komitmen Presiden terhadap pemberantasan Tipikor, jangan nambah raport merah Presiden terhadap pemberantasan korupsi, dan menambah panjang ketidakpercayaan kami ke Presiden," kata Virgo.

Sedangkan Erwin Natosmal Oemar meminta agar DPR tidak buru-buru mengesahkan RUU KUHP pada 17 Agustus 2018 seperti yang disampaikan oleh Ketua DPR Bambang Soesatyo.

"Pada 17 Agustus 2018 nanti seharusnya pemerintah tidak memasukkan delik antikorupsi tapi mendorong revisi UU Pemberantasan Tipikor karena banyak kelemahan RUU KUHP," ungkap Erwin.

Sedangkan Lalola mengatakan bahwa ada ketidakjelasan alasan korupsi dimasukkan dalam RUU KUHP.

"Kami mempertanyakan dasar objektif mengapa hanya 14 pidana khusus termasuk tipikor yang masuk RUU KUHP. Kami tidak percaya DPR, itu saja poinnya. Bila ada yang mengatakan akan menjamin independensi KPK sesuai dengan UU-nya dalam RUU KUHP ini, kami sulit percaya karena patut diduga tidak sebaik itu juga. Bisa jadi ini jalan yang memutar untuk merevisi UU KPK, kami berharap pembahasan terbuka, partisipatif dan akuntabel," tegas Lalola.

Meski didukung koalisi masyarakat sipil, namun Agus Rahardjo tidak menyampaikan solusi yang akan lembaganya ambil bila RUU KUHP yang memasukkan delik korupsi tetap disahkan pada 17 Agustus 2018 nanti.

"Sebaiknya memang Tipikor tidak masuk dalam RUU KUHP dan kajiannya kita sendiri di KPK sudah melakukan kajian cukup lama sejak 2015, kalau KPK menyarankan hari ini menolak korupsi masuk RUU KUHP, bukan sesuatu yang tiba-tiba karena sudah cukup lama dilakukan," ungkap Agus. (*)