Kakao Sumbar diekspor ke Amerika dan Eropa

id harga kakao sumbar

Kakao Sumbar diekspor ke Amerika dan Eropa

Ketua Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) Sumatera Barat, Irman. (ANTARA SUMBAR/Istimewa)

Padang, (Antaranews Sumbar) - Harga jual kakao di Sumatera Barat pada lima tahun terakhir cenderung stabil berkisar Rp20.000 hingga Rp27.000 per kilogram, kata Ketua Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) provinsi itu, Irman. Komoditas itu diekspor ke Amerika dan Eropa.

"Sejak 2013 harga jual kakao dari masyarakat atau petani ke pedagang pengumpul cenderung stabil," katanya di Padang, Selasa.

Pada 2013 harga komoditas yang memiliki nama latin "theobroma cacao" itu Rp22.000 per kilogram, 2014 Rp27.000 per kilogram, 2015 Rp23.000 per kilogram, 2016 Rp24.000 per kilogram, dan pada 2017 yakni Rp20.000 per kilogram.

Menurutnya jika ada peningkatan harga tidak terlalu signifikan dan begitu pula sebaliknya ketika terjadi penurunan harga kakao. "Untuk 2018 sudah mulai naik dibanding 2017, yakni Rp22.500," ujarnya.

Ia menyebutkan harga tersebut merupakan kakao yang tidak difermentasi. Untuk hasil bumi tersebut yang difermentasi memiliki nilai jual yang berbeda, yakni lebih mahal Rp4.000 dibanding yang biasa.

"Pasar ekspor dari kakao yang merupakan bahan baku cokelat itu adalah Amerika dan Eropa," kata dia.

Ke depan ia berharap pemerintah lebih giat dalam membantu petani atau masyarakat yang memiliki kebun kakao, agar produksi semakin meningkat dan pergerakan ekonomi juga lebih bergairah.

Sementara Kepala Bidang Perkebunan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Sumbar Akhirudin mencatat produksi kakao di Provinsi Sumatera Barat mencapai 66.917 ton per tahun dengan luas tanam 145.735 hektare.

"Kakao ini berbuah sepanjang tahun dan dapat dipanen setiap minggu," katanya.

Menurutnya tanaman kakao dapat tumbuh dimana saja terutama di daerah yang memiliki ketinggian nol hingga 800 meter dari permukaan laut. Prospek pasar kakao cukup luas karena kebutuhan dunia untuk kakao terus meningkat sekitar tiga persen setiap tahunnya.

Kebutuhan biji kakao fermentasi di Indonesia juga tinggi, kata dia, hal itu terlihat sampai saat ini Indonesia masih mengimpor 30.000 ton biji kakao per tahun.

"Selain itu untuk berkebun kakao tidak membutuhkan lahan yang luas, di pekarangan sekitar rumah juga bisa," kata dia.