Terkait Kasus KTP-e, Setnov Merasa Difitnah

id Setya Novanto

Terkait Kasus KTP-e, Setnov Merasa Difitnah

Ketua DPR RI Setya Novanto. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Ketua DPR Setya Novanto merasa dirinya difitnah karena sering disebut-sebut menerima uang dan keuntungan dari proyek pengadaan KTP-Elektronik.

"Ini fitnah yang sangat kejam dari pihak-pihak yang berusaha untuk menyudutkan saya," kata Setya Novanto saat ditanya ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jhon Halasan Butarbutar di Jakarta, Jumat (3/11).

Majelis hakim menanyakan sejumlah sumber mengatakan katanya Anda ikut arus perputaran uang?.

Setya Novanto menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong yang didakwa mendapatkan keuntungan 1,499 juta dolar AS dan Rp1 miliar dalam proyek pengadaan KTP-Elektronik (KTP-E) yang seluruhnya merugikan keuangan negara senilai Rp2,3 triliun.

"Kalau saya baca BAP saudara ini sangat sumir sekali berkaitan dengan e-KTP, kemudian tadi saudara menyampaikan juga orang-orang yang menyebut anda dalam proyek e-KTP itu fitnah, apa upaya hukum saudara sebagai pejabat negara, ketua DPR? Tidak melakukan upaya hukum terhadap fitnah itu?" tanya anggota majelis hakim Anwar.

"Kami selalu berusaha karena ini menyangkut nama baik saya dan membawa soal politik, menyudutkan saya, termasuk praperadilan jadi salah satu usaha meski saya tahu beberapa pihak yang berusaha membawa nama saya," tambah Setnov.

"Apakah pernah saat ribut-ribut dulu soal e-KTP Ade Komarudin pernah mengingatkan saudara melalui Ketua Umum Golkar lalu ada pertemuan di rumah Ade Komarudin dan Anda mengatakan tidak ada masalah?" tanya hakim Anwar.

"Tidak benar, yang jelas saya sebagai ketua fraksi kadang-kadang kita datang melawat untuk membicarakan program-program ke depan. Biasa membicarakan masalah kefraksian, tapi tidak pernah saudara Ade mengatakan yang berkaitan dengan ini," jawab Setnov.

"Katanya Akom takut merembet ke partai?" tanya hakim Anwar.

"Tidak pernah," jawab Setnov.

"Pada persidangan yang lalu, Ganjar Pranowo menerangkan pernah bertemu saudara di bandara di Bali dan meminta agar Ganjar tidak perlu keras-keras saat membahas e-KTP?" tanya anggota majelis hakim M Idris M Amin.

"Tidak ada yang spesial menyangkut e-KTP dan pertemuan biasa saja karena kalau tidak salah mau saya dan dia mau buru-buru pergi," jawab Setnov.

"Mohon jujur karena saudara sudah disumpah, Ganjar juga disumpah," tanya hakim M Idris M Amin.

"Tidak benar, itu ngarang yang mulia," jawab Setnov.

Setnov juga membantah mengenal Direktur PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos, Direktur PT Biomorf Lone LLC Jonenes Marliem yang keduanya disebut dalam dakwaan ikut membuat produk KTP-E.

Terkait hubungannya dengan mantan bendahara umum Partai Demorakt M Nazaruddin dan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Setnov mengaku hanya kenal dalam rapat fraksi.

"Saya tahu Nazarudin dari Partai Demokrat, yang saya ketahui itu dan kalau tidak salah bendahara umum partai tapi tidak pernah kerja sama sedangkan Anas Urbaningrum saya kenal dulu sama-sama ketua fraksi tapi hanya bertemu di rapat-rapat fraksi," jawab Setnov.

Padahal dalam dakwaan Andi Narogong disebutkan bahwa ada Februari 2010 di hotel Gran Melia terjadi antara Andi, Dirjen Dukcapil Irman, Direktur PIAK Kemendagri Sugiharto, Sekjen Kemendagri Diah Angraeni dan Setnov, dalam pertemuan itu Setnov menyatakan dukungannya dalam pembahsan anggaran proyek KTP-E.

Sebagai tindak lanjutnya, Andi mengajak Irman menemui Setnov di ruang kerja Setnov di lantai 12 gedung DPR RI dan Setnov berjanji untuk menkoordinasikannya. Selanjunya pada September-Oktober 2011 di rumah Senov di Jalan Wijaya Kebayoran, Andi bersama Direktur Quadra Solutions Anang S Sudihardjo dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos bertemu Setnov. Setnov menginstruksikan agar proyek KTP-E dilanjutkan.

Setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya DPR menyetujui anggaran KTP-E dengan rencana besar tahun 2010 senilai Rp5,9 triliun yang proses pembahasannya akan dikawal fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi Andi memberikan fee kepada anggota DPR termasuk Setnov dan Andi Agustinus yang mendapat sebesar 11 persen atau sejumlah Rp574,2 miliar serta sejumlah pejabat Kemendagri. (*)