Peternakan merupakan suatu kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan ternak untuk mendapatkan manfaat dari kegiatan tersebut. Usaha peternakan memiliki dua aspek manajemen yang penting, yakni manajemen pemeliharaan dan manajemen kesehatan ternak.
Manajemen pemeliharaan menyangkut segala hal yang berkaitan dengan tata cara budidaya ternak, sedangkan manajemen kesehatan mencakup seluruh usaha untuk mendapatkan ternak yang sehat dan bebas dari berbagai macam penyakit.
Penggunaan obat-obatan dalam usaha peternakan hampir tidak dapat dihindarkan, karena ternak diharapkan selalu dapat berproduksi secara optimal, yang berarti ternak harus selalu dalam keadaan sehat. Terkait dengan manajemen kesehatan ternak, upaya pencegahan maupun penanggulangan penyakit menggunakan berbagai jenis obat, terutama antibiotika, memiliki banyak efek samping yang tidak kita sadari. Hal ini sudah menjadi perbincangan sejak lama dan dapat memberikan efek tidak langsung, seperti penggunakan antibiotika pada pakan sebagai pemacu pertumbuhan ternak (growth promotor) dan sebagai imbuhan pakan ternak (feed additive).
Antibiotika merupakan suatu senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri (bakteriostatik) atau bersifat membunuh bakteri (bakterisidal). Kemampuan beberapa antibiotika dosis rendah dalam memacu pertambahan bobot badan ternak, telah mendorong pemakaian antibiotika tertentu yang seharusnya tidak digunakan sebagai imbuhan pakan.
Mudahnya memperoleh antibiotika di pasaran yang bertujuan untuk meningkatkan produksi peternakan secara cepat, telah mendorong pemakaian antibiotika secara berlebihan tanpa memperhatikan segi keamanan produk pangan asal ternak.
Sebagai contoh, penambahan antibiotika pada pakan ayam broiler dapat meningkatkan pertambahan bobot badan ayam secara maksimal karena mekanismenya adalah merangsang pembentukan vitamin B kompleks oleh mikroba dalam saluran pencernaan. Akan tetapi, penggunaan antibiotika yang tidak sesuai aturan ini telah memberikan berbagai dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat sebagai konsumen.
Dalam penggolongan obat hewan, antibiotika termasuk obat keras, yang berarti apabila pemakaiannya tidak sesuai dengan ketentuan, maka dapat menimbulkan bahaya bagi hewan dan atau manusia yang mengkonsumsi produk asal hewan tersebut. Menurut peraturan, antibiotika untuk pengobatan pada ternak hanya dapat diperoleh dengan resep dokter hewan.
Namun pada kenyataannya, berbagai jenis antibiotika bisa diperoleh dengan mudah dari toko obat hewan atau poultry shop, sama halnya dengan mudahnya memperoleh antibiotika untuk pengobatan manusia tanpa menggunakan resep dokter.
Pemakaian antibiotika secara tidak tepat dan tidak wajar baik dari pemilihan jenis antibiotika, dosis dan lama pemakaiannya untuk pengobatan ternak atau sebagai growh promotor dan imbuhan dalam pakan ternak, akan menimbulkan residu dalam produk peternakan seperti daging, susu dan telur.
Adanya residu merupakan suatu permasalahan yang serius yang selama ini mungkin tidak disadari oleh konsumen, karena pengaruh yang ditimbulkannya memang tidak terlihat secara langsung. Akan tetapi akan membahayakan kesehatan masyarakat, apabila produk peternakan seperti susu, daging dan telur yang mengandung residu tersebut dikonsumsi secara terus menerus setiap hari.
Residu yang ada dalam produk pangan asal ternak yang dikonsumsi akan menyebabkan turunnya tingkat kesehatan masyarakat sebagai konsumen karena dapat menyebabkan alergi, keracunan, resiko karsinogenik dan teratogenik serta yang paling utama yaitu timbulnya resistensi antibiotika.
Resistensi antibiotika adalah kemampuan bakteri atau mikroba untuk bertahan terhadap efek dari suatu antibiotika akibat pemakaian antibiotika secara tidak tepat. Penggunaan antibiotika dengan dosis rendah secara terus menerus dapat menyebabkan mikroba patogen yakni mikroba yang dapat menyebabkan penyakit memiliki kemampuan beradaptasi terhadap serangan antibiotika tersebut, disamping itu juga dikhawatirkan dapat membunuh mikroorganisme yang menguntungkan.
Adanya mikroba yang resisten dapat menjadi penyebab kegagalan pengobatan penyakit infeksi. Hal ini memberikan dampak yang sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat sebagai konsumen produk pangan asal ternak yang mengandung residu antibiotika.
Residu antibiotika dalam produk peternakan dapat dihindari apabila semua pihak memperhatikan serta mentaati peraturan pemakaian antibiotika. Kesadaran sedini mungkin akan bahaya residu antibiotika dalam produk pangan asal ternak dapat menjadi langkah awal untuk mengurangi resiko konsumen terpapar residu dalam produk pangan asal ternak yang dikonsumsi.
Bukan hanya tanggung jawab pemerintah untuk menanggulangi permasalahan ini, akan tetapi masyarakat umum sebagai konsumen, peternak maupun produsen pakan ternak juga turut berperan dalam menanggulangi bahaya pencemaran residu antibiotika dalam produk pangan asal ternak. Pemahaman yang paling penting adalah perlunya kondisi lingkungan pemeliharaan ternak yang baik.
Lingkungan yang baik tentunya akan mencegah terjadinya penyakit serta menekan penggunaan obat yang sesungguhnya memang tidak diperlukan. Berbagai penelitian tentang bahaya resistensi antibiotika perlu terus dilakukan dengan diikuti adanya terobosan baru yang dapat menggantikan atau setidaknya mengurangi penggunaan antibiotika, terutama untuk ternak yang produknya akan dikonsumsi oleh masyarakat.
Penulis adalah Penguji Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Disnakkeswan Sumbar