Pintu Gerbang Samudra Hindia di Pantai Padang

id Pantai Padang, Gerbang, Samudra. Hindia

Pintu Gerbang Samudra Hindia di Pantai Padang

Ilustrasi suasana Pantai Purus, Padang. (antarasumbar)

Kota tempat kisah percintaan legendaris Siti Nurbaya yang dipaksa menikah dengan saudagar tua ternyata menjadi pintu gerbang bagi negara-negara yang berada di wilayah langsung Samudra Hindia.

Kota Padang, Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat telah diresmikan menjadi Gerbang Indian Ocean Rim Association (IORA) atau Asosiasi Negara-negara di Kawasan Samudra Hindia, mengingat saat ini periode Indonesia menjadi ketuanya.

Salah satu lokasi wisata Pantai Padang, terdapat simbol dari Gerbang IORA, yaitu penunjuk arah yang berdiri tepat di pinggir bibir Pantai Padang, yang menunjuk arah 21 negara peserta asosiasi beserta dengan arahnya dari titik pandang Kota Padang.

Ke-21 negara tersebut adalah Indonesia, Australia, Singapura, Malaysia, Thailand, India, Bangladesh, Sri Lanka, Oman, Yemen, Iran, UAE, Somalia, Seychelles, Mauritius, Madagascar, Comoros, Tanzania, Kenya, Mozambique, dan Afrika Selatan.

IORA sendiri secara resmi didirikan sekitar 17 tahun yang lalu dengan sekretariat di Mauritius, sebuah negara kecil di tengah Samudra Hindia dengan jumlah penduduk saat ini sekitar 1,3 juta jiwa dan pendapatan per kapita rata-rata sekitar USD 14.000.

Menurut pemandu wisata Agus, titik lokasi simbol gerbang IORA di Pantai Padang menjadi salah satu lokasi favorit para pelancong untuk berfoto karena di sebelahnya juga terdapat tulisan 'Padang' yang besar sehingga menarik untuk dijadikan identitas latar belakang.

"Di sini ini biasanya ramai untuk berfoto, rata-rata memilih di tempat ini karena pemandangan bagus dan ada identitas Kota Padang selain Jam Gadang tentunya," katanya.

Agus sering mengantarkan pelanggannya di tempat itu, bahkan sering menjadi juru foto dadakan juga selain menjadi pemandu wisata.

Di monumen penunjuk arah tersebut tertuliskan berapa jarak kota-kota peserta IORA dari Pantai Padang tersebut.

Misalnya, Afrika Selatan berjarak 8.761.656 kilometer dari Kota Padang, Kenya 6.953.796 km dan Negara Mauritus yang berjarak 5.131.417 km dari Pantai Padang.

Simbol itu mengarah ke berbagai penjuru arah mata angin, sesuai dengan nama negara, warna bendera, dan arah posisinya dengan Pantai Padang sebagai pusat arah mata anginnya.

Menurut data dari Kementerian Luar Negeri, Indonesia sudah bergabung dengan IORA sejak awal. Namun, baru pada tahun 2015 menjadi ketua IORA untuk periode dua tahun (2015--2017).

Pantai Padang

Menariknya Pantai Padang/Taplau (Tapi Lauik) karena lokasinya berada di pusat kota Padang sehingga jalan raya langsung menghampar di sepanjang tepi pantai. Selain itu, aksesnya juga mudah karena dekat dengan Bandara Internasional Minangkabau.

Di pantai itu terdapat banyak penginapan mewah dan sederhana yang langsung memanjakan pengunjungnya dengan panorama pantai di balkon kamarnya.

Kendaraan pengendara langsung bisa terparkir di pinggir jalan. Begitu turun dari kendaraan, akan langsung diterpa tamparan angin laut.

Ruko-ruko penjual makanan di pinggir jalan menawarkan atap terbuka di rukonya sebagai menara pandang dengan atap terbuka, kursi meja dan beberapa menu makanan khas Padang.

Nur, penjual, mengatakan bahwa pengunjung yang ingin duduk bersantai di atas pasir pantai, di bawah juga ada kursi beserta payung besar sebagai penghias atapnya.

"Di payung yang warna hijau itu milik kami Mas, bisa langsung duduk saja jika ingin santai di pinggir pantai," katanya sembari menawarkan menu kelapa muda, teh botol, dan kerang rebusnya.

Di sepanjang pantai itu relatif banyak terdapat kursi plastik berwarna-warni yang dirancang ceper atau dipotong kaki-kaki kursinya agar rendah dengan pasir pantai ketika duduk.

Semua arah kursi menghadap ke arah pantai dengan sepasang kursi, satu meja, dan satu payung. Namun, pengunjung harus memesan sesuatu jika ingin menempati kursi-kursi tersebut.

Pemandangan yang disajikan adalah cakrawala yang luas Samudra Hindia dengan titik-titik pulau di tengah laut terlihat kecil di sepanjang mata memandang.

Nur menyebutkan rata-rata pengunjung datang pada pukul 16.00 WIB. Sembari bermain layang-layang dan menunggu terbenamnya matahari.

Es teh manis, jagung bakar, roti bakar, atau pisang bakar cokelat selalu menjadi menu andalan yang ditawarkan oleh Nur. Bahkan, penjual lain juga rata-rata memiliki menu yang sama untuk makanan ringannya.

Sedikit ke arah barat, relatif banyak ditemukan penjual layang-layang karena lokasi hamparan pasir yang lebih luas. Namun, sayang perairan bibir pantainya terlihat kotor oleh sampah sisa makanan dan botol minuman para pengunjung.

Selain itu, pengunjung juga disarankan tidak berenang di pantai tersebut karena arus Samudra Hindia yang sulit untuk diprediksi ombaknya.

Hanya ada batu-batu pemecah ombak yang menantang arah ombak bisa dijamah pengunjung untuk berfoto sembari menunggu efek percikan ombak.

Di sepanjang pantai relatif banyak terdapat turis asing bersantai, beberapa bahkan banyak membawa papan selancar. Namun, papan selancar tersebut tidak digunakan berolahraga di pantai itu.

Ternyata mereka hanya melengah-lengah sebentar untuk berselancar di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Menurut Dewi, warga di sekitar Pantai Padang, pencinta olahraga selancar akan sangat mendambakan ombak di Kepulauan Mentawai, salah satu titik "surfing" terbaik di dunia.

Walau sempat luluh lantah akibat gempa dan tsunami. Namun, Sumatera Barat segera berbenah dan bangkit menggerakkan iklim wisatanya.

Angkot Modis

Sisi menarik Kota Padang lainnya adalah angkotnya yang modis. Angkot Kota Padang jurusan Pasar Raya-Lubuk Buaya selalu berwarna jingga dan putih, dan yang menarik adalah hampir 95 persen angkot trayek tersebut memodifikasi tampilannya.

Bukan hanya eksterior, melainkan interior dari angkot tersebut juga dirombak total. Bunga, penumpang angkot, mengatakan bahwa dirinya selalu naik angkot yang bersih dan modifikasi yang menurutnya bagus.

Rata-rata setingan suspensi angkot tersebut diubah menjadi ceper atau sangat rendah, kira-kira hanya 10 cm dari permukaan aspal.

Salah satu sopir angkotnya mengatkan bahwa hal tersebut sudah berlangsung lama dan digunakan untuk menarik perhatian para penumpang.

"Ini sudah lama, rata-rata yang sopirnya tua, modifnya kacau dan tidak mengikuti tren. Makanya, banyak sopir yang muda-muda di trayek ini," kata salah satu sopir angkot jurusan Lubuk Buaya.

Stiker-stiker besar dan bertuliskan aneka jenis "spare part" angkot menghiasi badan mobil, yang rata-rata berjenis Carry.

Pelek kaki rodanya bahkan ada yang berjari-jari 16 inci dengan roda yang tipis agar terlihat "garang". Belum lagi, audio di dalam angkot yang terdengar kencang dengan tambahan "subwoofer" atau "bass"-nya.

Tarif angkotnya berkisar Rp5.000,00 jika dari ujung trayek ke ujung satunya. Jika keadaan lengang, angkot-angkot tersebut akan saling berpacu berebut penumpang seakan adu balap bergengsi kejuaraan "Nascar" dengan "exhaust" atau knalpot yang sudah bukan aslinya tentunya.

Suara, "exhaust racing" terdengar menderu di sepanjang jalan tersebut. Anak-anak sekolah rata-rata memilih angkot yang bermodif "gaul", mungkin alasan itulah para pemilik angkot berlomba-lomba mendesain kendaraannya sebagus mungkin. (*)

Pewarta :
Editor: Antara Sumbar
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.