Jakarta, (AntaraSumbar) - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) menyiapkan tiga rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait pemanfaatan energi baru terbarukan.
"Ada tiga RPP yang sekarang lagi kita susun, nomor satu mengenai bonus produksi, kedua mengenai pemnfaatan langsung dan yang ketiganya mengenai pemanfaatan tidak langsung," kata Direktur Jenderal EBTKE Rida Mulyana usai acara Halal Bihalal Dirjen EBTKE bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Jakarta, Kamis.
Seusai acara halal bihalal tersebut, ia mengatakan pihaknya berdialog dengan Menteri ESDM Sudirman Said menyangkut kegiatan yang menjadi fokus Dirjen EBTKE yang mengerucut pada Kebijakan Energi Nasional (KEN) salah satunya penyusunan regulasi yang berhubungan dengan panas bumi.
"Peran pemerintah adalah regulator yang menyiapkan segala macam bentuk peraturan agar yang tata kelola, aturan main, segala macam yang mengatur sumber daya khususnya energi baru terbarukan, itu bisa termanfaatkan seoptimal mungkin sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar," ujarnya.
"Statusnya adalah RPP bonus produksi sekarang sudah nyaris mendekati tahap akhir dalam artian bahwa pak Menteri ESDM baru menyampaikan surat ke pak Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro terkait kemungkinan skenario bahwa bonus produksi ini akan mengurangi porsi pemerintah," tuturnya.
Ia mengatakan berdasarkan Undang-unang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, 34 persen dari bagi hasil merupakan bagian pemerintah. Dalam undang-undang tersebut, ia mengatakan ternyata ada klausa yang berbunyi jika ada pungutan lain di luar yang diatur dalam undang-undang tersebut maka semuanya akan masuk kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN).
"PLN berarti ke masyarakat, dapat bagi hasil namun kemudian seolah-olah bagi hasilnya itu untuk menaikkan harga panas bumi ke masyarakat. Itu tidak bagus. Maka kemudian yang dipilih adalah bonus produksi tetap diambil, tetapi diambilkan dari porsi pemerintah pusat yang selama ini disiapkan," ujarnya.
Ia mengatakan RPP terkait bonus produksi telah sampai ke tangan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Pihaknya sedang menunggu respon dari Menteri Keuangan.
"Karena ini menyangkut keuangan negara maka pak menteri ESDM memberi surat ke pak menteri keuangan. Nah, kita lagi menunggu respon dari pak menteri keuangan," tuturnya.
Pembuatan RPP juga dilatarbelakangi oleh kondisi di mana daerah yang memiliki pembangkit listrik seperti Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara belum merasakan manfaat dari sisi finansial dengan adanya keberadaan pembangkit listrik tersebut.
Ia mengatakan saat ini pengembang atau pengusaha pembangkit listrik cenderung tidak membagikan keuntungan yang diperoleh karena jumlah yang sedikit sementara pengembang mengalokasikannya untuk melakukan pengembangan pembangkit listrik.
Ia mengatakan keuntungan yang dibagikan berasal dari hasil perkalian antara produksi listrik dengan tarif kemudian dikurangi biaya operasional dan administratif.
Ia berharap dengan adanya RPP tersebut dapat mendorong konsistensi dalam pembagian hasil keuantungan meskipun keuntungan yang diperoleh dalam angka yang kecil.
Kemudian, RPP terkait pemanfaatan tidak langsung akan mengelaborasi secara mendalam terkait proses pemanfaatan tidak langsung dalam mengolah panas bumi untuk menghasilkan listrik.
"Yang kedua, masalah RPP pemanfaatan tidak langsung, di dalamnya termasuk bagaimana mengatur suatu wilayah kerja pertambangan (WKP) bisa izinnya dimiliki oleh pelaku usaha, pengembang, ada yang skemanya itu sesuai undang-undang bisa melalui pelelangan, bisa melalui pemilihan, bisa melalui penunjukkan langsung, nah elaborasi dari amanat undang-undang itu ada di RPP yang tengah kita susun ini," katanya.
Ia mengatakan RPP terkait pemanfaatan tidak langsung energi baru terbarukan tersebut direncanakan dapat selesai Oktober mendatanng.
Selanjutnya, RPP terkait pemanfaatan langsung berkaitan dengan pemanfaatan panas bumi yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat yang juga mendorong pariwisata di daerah tersebut.
"Pemanfaatan langsung kebanyakan akan diaturnya itu lebih banyak melibatkan pemerintah daerah. Pemanfaatan tidak langsung sekarang misalkan pemandian air panas, untuk tujuan pariwisata," ujarnya. (*)