BI: Stabilitas Ekonomi Makro Antisipasi Gejolak Yunani

id Stabilitas Ekonomi

Jakarta, (Antara) - Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo

mengatakan upaya menjaga stabilitas ekonomi dan terus berkomunikasi

dengan para pelaku pasar, dapat memberikan persepsi positif atas kondisi

di Indonesia, meskipun sedang terjadi gejolak di Yunani. "Bank

Indonesia melihat tentu akan ada tekanan terhadap pasar uang dan pasar

modal. Untuk itu kami meyakini ini bisa kita lewati dengan baik, karena

yang penting kita harus menjaga stabilitas ekonomi makro dan menjaga

komunikasi kita," ujarnya, di Jakarta, Senin (6/7).

Agus

mengatakan, Bank Indonesia telah melakukan antisipasi terhadap

kemungkinan berbagai tekanan eksternal yang dapat mengganggu kondisi

perekonomian nasional, termasuk apabila Yunani mengalami gagal bayar

utang dan keluar dari Zona Eropa.

"Sebetulnya

selama tiga bulan terakhir, faktor eksternal yang kita sangat waspadai

adalah normalisasi kebijakan The Fed dan gejolak Yunani. Jadi,

seandainya setelah referendum ada kemungkinan mereka keluar dari Euro,

itu adalah sesuatu yang sudah kita antisipasi," ujarnya.

Antisipasi

ini perlu dilakukan karena terkait dengan perilaku investor dalam

memandang gejolak di suatu kawasan, meskipun dari segi geografis maupun

ekonomi, Indonesia tidak memiliki ketergantungan dagang maupun investasi

secara langsung dengan Yunani.

Untuk

itu, menjaga stabilitas ekonomi makro dan komunikasi dengan pelaku

pasar menjadi penting dalam menciptakan rasa aman, karena setiap gejolak

yang terjadi bisa menimbulkan kekhawatiran investor dan kaburnya modal

ke negara-negara "safe haven".

"Kalau

dampak dari perdagangan dan investasi tidak terlalu berpengaruh, tapi

ada persepsi stabilitas ekonomi makro. Itu yang terkena, karena kita

tahu begitu ada risiko meningkat, langsung ada periode 'risk off' dan

'flight to quality' ke AS dan Jepang. Negara berkembang dan Indonesia

perlu waspada," kata Agus.

Agus

mengkhawatirkan kaburnya modal dari negara berkembang ke negara-negara

"safe haven", seperti AS dan Jepang yang dianggap lebih aman dan mapan

ekonominya, karena krisis di Yunani. Namun, ia meyakini stabilitas

ekonomi makro Indonesia saat ini dalam keadaan baik.

"Kita

utamakan menjaga stabilitas ekonomi makro kita. Selain itu, perlu kita

upayakan untuk menstabilkan rupiah dan memberikan komunikasi bahwa

perkembangan Yunani adalah sesuatu yang sudah kita antisipasi. Untuk

itu, kita tidak perlu khawatir berlebihan dan kita bisa lewati ini

dengan baik," ujarnya.

Yunani

sudah memastikan tidak dapat membayar utang senilai 1,54 miliar euro

atau sekitar Rp22 triliun kepada Dana Moneter Internasional (IMF) yang

telah jatuh tempo.

Kondisi

makin memburuk setelah hasil referendum memperlihatkan warga Yunani

enggan untuk menerima bantuan likuiditas dari Troika untuk melunasi

utang-utangnya. (*)