Padang (ANTARA) - Pascabanjir lahar dingin Gunung Marapi di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) yang terjadi pada medio Mei 2024, ratusan hektare (ha) lahan persawahan milik masyarakat rusak ringan, sedang, hingga berat.

Kondisi terparah terjadi di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar. Kementerian Pertanian mencatat 439 ha sawah rusak akibat dihantam banjir lahar dingin Gunung Marapi serta banjir bandang.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Andalas (Unand) Prof. Musliar Kasim mengatakan optimalisasi lahan pertanian pascabanjir lahar dingin bukanlah pekerjaan yang mudah.

Sebab, tumpukan material vulkanis berupa batuan besar, pasir yang bercampur lumpur, hingga pohon-pohon menimbun areal persawahan milik masyarakat dengan kedalaman 70 sentimeter hingga 1 meter.

Oleh karena itu, kalau tidak dibantu Pemerintah, menurut mantan Rektor Unand ini, optimalisasi lahan pertanian pascabanjir lahar dingin ini merupakan pekerjaan yang berat sekali.

Hingga saat ini, belum semua areal persawahan di Kabupaten Agam maupun di Kabupaten Tanah Datar sudah bisa digarap untuk bercocok tanam kembali. Kementerian Pertanian dan Dinas Pertanian di masing-masing daerah masih berjibaku untuk mengangkat tumpukan material.

Oleh karena itu, ia menyarankan setelah optimalisasi lahan pertanian dilakukan, langkah selanjutnya ialah memperbaiki aliran irigasi sawah yang turut rusak akibat bencana hidrometeorologi tersebut.

Jadi, tahapnya itu rehabilitasi sawah dulu, kemudian perbaikan irigasi, dan baru bisa ditanam kembali.

Mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI itu mewanti-wanti agar rehabilitasi sawah terutama di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar dilakukan hingga tuntas. Hal itu bertujuan agar pemulihan yang dilakukan tidak hanya sebatas pengangkatan material vulkanis, tapi mesti turut memerhatikan keberlanjutan, misalnya, ketersediaan benih, pupuk bahkan alat dan mesin pertanian bagi masyarakat. Arsip-Foto udara sejumlah alat berat mengangkat tumpukan material vulkanik di areal persawahan di Kabupaten Tanah Datar yang terdampak banjir lahar dingin Medio Mei 2024. ANTARA/Fandi Yogari
Kemudian untuk meningkatkan hasil produksi padi di Ranah Minang khususnya di daerah terdampak bencana alam, Pemerintah perlu kembali menyosialisasikan terkait penerapan sistem intensifikasi padi (SRI) kepada masyarakat setempat.

SRI merupakan sistem budi daya tanaman padi yang diadopsi dari Madagaskar. Ini merupakan sistem tanam padi dengan umur bibit muda yang memiliki kelebihan terbentuknya anakan berlipat ganda sehingga hasil pertanian dapat meningkat.

Penerapan sistem budi daya tanaman padi metode SRI telah dicanangkan di Provinsi Sumbar pada masa Gubernur Gamawan Fauzi. Hanya saja, metode tersebut kini tidak begitu populer di kalangan petani. Padahal, metode SRI telah terbukti mampu meningkatkan produksi padi sebanyak dua kali lipat jika dibandingkan tanpa penerapan cara tersebut.

Selain meningkatkan produksi padi, metode ini juga dapat membantu mencapai ketahanan pangan nasional seperti dicanangkan oleh Presiden.

Dalam karya ilmiah yang ditulis Prof Musliar bersama Nalwida Rozen tentang teknik budi daya tanaman padi menggunakan metode SRI, menyebutkan bahwa SRI mempunyai kelebihan hemat air (selama fase vegetatif lahan dalam keadaan macak-macak atau dalam kapasitas lapang sampai retak rambut).

Pada 2006-2007 dilakukan demonstration plot (demplot) di Kabupaten Padang Pariaman dan Solok yang menghasilkan 7,5 hingga 8,0 ton/ha padi di dua daerah tersebut. Penerapan demplot yang didanai Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan hasil sebesar 8,2 ton/ha di Kota Padang dengan menambahkan pupuk organik. Metode ini terbukti dapat meningkatkan produksi padi jauh di atas hasil petani yang tidak menerapkan SRI dengan rata-rata hanya mampu menghasilkan 4,5 ton/ha padi.

Oleh karena itu, ia mendorong metode SRI kembali dicanangkan di Provinsi Sumbar termasuk di areal persawahan yang saat ini sedang dipulihkan akibat bencana alam. Selain menguntungkan petani, metode ini juga sejalan dengan cita-cita Presiden Prabowo Subianto yang ingin menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.


Percepatan pemulihan

Direktur Perlindungan dan Penyediaan Lahan, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan RI Atekan mengatakan percepatan pemulihan lahan pertanian yang rusak akibat banjir lahar dingin di Provinsi Sumbar telah mulai dilakukan.

Dari pengerjaan di lapangan diketahui terdapat ketebalan lumpur, pasir serta material vulkanis lainnya berkisar 70 sentimeter hingga 1 meter. Untuk mempercepat pengerjaan, Pemerintah daerah dibantu langsung oleh personel TNI.

Tumpukan material vulkanik berupa batuan dan pasir yang dikeruk akan dijadikan sebagai dinding penahan arus sungai. Langkah tersebut ditujukan agar dapat menahan debit air terutama saat musim hujan.

Guna mendukung percepatan pemulihan lahan yang rusak, Kementan RI menyiapkan anggaran sebesar Rp10 miliar. Bantuan rehabilitasi sawah ini bisa saja bertambah apabila ada penyesuaian kebutuhan terkait perbaikan areal pertanian yang rusak di daerah terdampak.

Selain optimasi atau pemulihan lahan, Kementan juga akan menyiapkan bantuan lain berupa penyediaan bibit atau benih, pupuk, alat serta mesin pertanian bagi petani di lokasi terdampak bencana alam.
 
"Untuk infrastruktur dan irigasi nanti akan kita programkan juga. Akan tetapi, prioritas utama adalah mengoptimalkan lahan-lahan agar kembali produktif," ujar Atekan.

Di satu sisi, ia tidak menampik rehabilitasi sawah atau optimasi lahan seharusnya sudah bisa dilakukan tidak lama setelah banjir lahar dingin terjadi. Hanya saja, persoalan pemetaan dan validasi data membutuhkan waktu yang cukup lama.

Sebetulnya, Kementan sudah bisa melakukan normalisasi beberapa waktu lalu, namun karena ada sejumlah kendala seperti pemetaan, maka baru bisa dilakukan sekarang

Secara umum, berbagai bencana hidrometeorologi yang terjadi sepanjang 2024 berdampak langsung pada penurunan produksi padi. Berdasarkan survei yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumbar pada awal November 2024, terjadi penurunan produksi padi di daerah itu.

Pada 2024, luas panen padi di Ranah Minang diperkirakan mencapai 296.216 ha dengan produksi padi sekitar 1.352.049 ton gabah kering giling. Luas panen itu turun 4.349 ha atau 1,45 persen jika dibandingkan luas panen pada 2023 yang mencapai 300.565 ha.

Kendati demikian, produksi padi di Provinsi Sumbar diperkirakan kembali normal pada awal 2025 menyusul adanya perbaikan atau pemulihan 439 ha lahan persawahan di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar.

Bahkan, pada saat bersamaan, Kementan juga memiliki program perluasan area tanam di sejumlah provinsi termasuk Sumbar. Meski tidak seluas di daerah lain, program tersebut diyakini mampu membantu dalam mendongkrak produksi padi pada awal 2025.

Perluasan lahan tersebut merupakan langkah Kementan dengan menggarap atau memaksimalkan lahan-lahan yang selama ini tidur atau tidak dimanfaatkan untuk pengembangan sektor pertanian.

Dengan berbagai upaya yang saat ini terus dilakukan Pemerintah, khususnya memulihkan lahan pertanian yang rusak, produksi padi di Ranah Minang diyakini bakal kembali normal bahkan surplus pada awal 2025.

Editor: Achmad Zaenal M
 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengoptimalkan lahan pertanian pascabanjir lahar dingin Marapi

Pewarta : Muhammad Zulfikar
Editor : Siri Antoni
Copyright © ANTARA 2024