Padang (ANTARA) - Pemerintah Kota Padang, Sumatera Barat, memasukkan pelaksanaan tradisi Cheng Beng yakni mengunjungi makam untuk menghormati arwah leluhur di komunitas masyarakat Tionghoa Padang dalam kalender pariwisata Padang 2025.
"Tradisi Cheng Beng juga melekat dengan Kota Tua Padang. Kita dukung pengembangan potensi budaya spiritual ini dan dimasukkan dalam kalender pariwisata 2025," kata Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang, Yudi Indra Saninya di Padang, Rabu.
Ia mengatakan itu saat menghadiri Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Sejarah Tradisi Kematian Tionghoa dan Potensinya sebagai Objek Wisata Budaya Spiritual di Kawasan Kota Tua Padang di Padang.
Ia menjelaskan, kalender pariwisata Padang adalah agenda tahunan yang akan dipergunakan sebagai sarana promosi wisata bagi Kota Padang.
"Apalagi pelaksanaan Cheng Beng waktunya sudah ditentukan, yakni bulan April. Jadi, informasi pelaksanaannya bisa kita sosialisasikan jauh-jauh hari," katanya.
FGD mengenai tradisi kematian Tionghoa digelar oleh tim penelitian yang diketuai oleh Dr. Erniwati dengan anggota Dr. Adri Febrianti, Zul As’ri, Pasaribu, dan Ridho Bayu Yefterson yang merupakan dosen dari Program Studi Pendidikan Sejarah FIS UNP.
Hadir dalam diskusi tersebut Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UNP, Prof. Dr. Anton Komaini, pengurus HTT, pengurus HBT, tokoh masyarakat Tionghoa Padang, praktisi pariwisata, dan perwakilan Klenteng See Hin Kiong.
Prof. Anton Komaini menegaskan pentingnya kolaborasi dalam mengembangkan wisata sejarah di Kota Padang.
"Membangun wisata ini tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Diskusi ini dihadiri oleh pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata. Dengan adanya sinergi, kita bisa merancang konsep wisata yang bisa diukur keberhasilannya dan berdampak baik bagi masyarakat luas," ujarnya.
Ketua Penelitian Dr. Erniwati menjelaskan bahwa ritual kematian yang diselenggarakan oleh HBT dan HTT sejak masa kolonial hingga kini telah mengalami perubahan seiring perkembangan zaman.
Ia menyoroti potensi makam-makam tokoh Tionghoa yang tersebar di sepanjang perbukitan di seberang Sungai Batang Arau. Makam-makam ini memiliki arsitektur yang unik dan nilai sejarah tinggi, sehingga berpotensi dikembangkan sebagai wisata sejarah, budaya, dan spiritual.
"Jika tidak dilestarikan, tradisi kematian sebagai warisan budaya "intangible" ini dikhawatirkan akan semakin terkikis oleh perubahan zaman," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Tradisi Cheng Beng masuk kalender pariwisata Padang
"Tradisi Cheng Beng juga melekat dengan Kota Tua Padang. Kita dukung pengembangan potensi budaya spiritual ini dan dimasukkan dalam kalender pariwisata 2025," kata Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang, Yudi Indra Saninya di Padang, Rabu.
Ia mengatakan itu saat menghadiri Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Sejarah Tradisi Kematian Tionghoa dan Potensinya sebagai Objek Wisata Budaya Spiritual di Kawasan Kota Tua Padang di Padang.
Ia menjelaskan, kalender pariwisata Padang adalah agenda tahunan yang akan dipergunakan sebagai sarana promosi wisata bagi Kota Padang.
"Apalagi pelaksanaan Cheng Beng waktunya sudah ditentukan, yakni bulan April. Jadi, informasi pelaksanaannya bisa kita sosialisasikan jauh-jauh hari," katanya.
FGD mengenai tradisi kematian Tionghoa digelar oleh tim penelitian yang diketuai oleh Dr. Erniwati dengan anggota Dr. Adri Febrianti, Zul As’ri, Pasaribu, dan Ridho Bayu Yefterson yang merupakan dosen dari Program Studi Pendidikan Sejarah FIS UNP.
Hadir dalam diskusi tersebut Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UNP, Prof. Dr. Anton Komaini, pengurus HTT, pengurus HBT, tokoh masyarakat Tionghoa Padang, praktisi pariwisata, dan perwakilan Klenteng See Hin Kiong.
Prof. Anton Komaini menegaskan pentingnya kolaborasi dalam mengembangkan wisata sejarah di Kota Padang.
"Membangun wisata ini tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Diskusi ini dihadiri oleh pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata. Dengan adanya sinergi, kita bisa merancang konsep wisata yang bisa diukur keberhasilannya dan berdampak baik bagi masyarakat luas," ujarnya.
Ketua Penelitian Dr. Erniwati menjelaskan bahwa ritual kematian yang diselenggarakan oleh HBT dan HTT sejak masa kolonial hingga kini telah mengalami perubahan seiring perkembangan zaman.
Ia menyoroti potensi makam-makam tokoh Tionghoa yang tersebar di sepanjang perbukitan di seberang Sungai Batang Arau. Makam-makam ini memiliki arsitektur yang unik dan nilai sejarah tinggi, sehingga berpotensi dikembangkan sebagai wisata sejarah, budaya, dan spiritual.
"Jika tidak dilestarikan, tradisi kematian sebagai warisan budaya "intangible" ini dikhawatirkan akan semakin terkikis oleh perubahan zaman," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Tradisi Cheng Beng masuk kalender pariwisata Padang