Simpang Empat (ANTARA) - Sengketa masyarakat Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat dengan perusahaan kelapa sawit PT Laras Inter Nusa (LIN) tak kunjung selesai.
Tuntutan masyarakat 20 persen dari luas kebun 7.000 hektare berdasarkan Surat Keputusan Bupati Pasaman Barat No.100.3.3.2/457/BUP-PASBAR/2024 belum juga direalisasikan sementara tanda buah segar juga sudah banyak menumpuk di perusahaan karena tidak diperbolehkan oleh masyarakat dibawa keluar.
Menyikapi hal itu, Ketua Koperasi Produsen Plasma Masyarakat Adat Kinali Ali Bakri di Simpang Empat, Kamis, mengatakan pihaknya akan terus menuntut 20 persen dari lahan perkebunan itu karena sampai saat ini tidak kunjung direalisasikan oleh perusahaan.
Ia menjelaskan adapun kronologis tuntutan masyarakat terhadap lahan itu adalah pada 1989 diserahkanlah tanah ulayat seluas 7.000 hektare oleh 21 ninik mamak Kinali (pemegang hak tanah ulayat) ke PT.TSG dan Nakhodo Rajo saat itu tidak ikut menyerahkan.
Tahun 1989 mulai dilakukanlah pengolahan lahan kelapa sawit oleh PT.TSG. Lalu pada tahun 1995 terbit HGU atas nama PT TSG seluas 7.000 hektare.
Tahun 2005, PT TSG melakukan take over ke PT LIN dengan cara menang lelang dan pada saat itu baru terbangun lahan seluas 3.000 hektare.
Tahun 2007 lahan seluas 3.000 hektare terbitlah IUP Perusahaan PT LIN dengan SK.BUPATI Nomor : 188.45/256/BUP-PASBAR/2007 dan tahun 2008 terbit lagi IUP PT.LIN seluas 4.000 hektare di dalam Nomor SK.BUPATI Nomor : 188.45/597/BUP-PASBAR-2008 tentang pemberian IUP PT LIN yang dinyatakan bahwa PT LIN wajib mengeluarkan minimal 20 persen dari areal yang diusahakan dasar (Undang-Undang dan permentan 2007).
Ninik mamak dan cucu kemenakan Majosadeo dan Nakhodo Rajo Mandiangin melakukan kerja sama dengan PT Agro Prima Berkat (2009-2010) dengan perjanjian bapak angkat anak angkat.
"Saat itu telah dilakukan pembebasan lahan oleh PT APB dan pembuatan IUP akan tetapi gagal dengan PT APB tersebut. Kemudian dilanjutkan oleh PT Langgeng Tahun 2010-2011 dengan pola kerja sama bapak angkat anak angkat namun kembali gagal. Pada itu saat ninik mamak dan masyarakat mempunyai tanggungan hutang sebanyak Rp1,6 miliar," katanya.
Pada tahun 2012 dibentuk kembali wadah Koperasi KSMLKS oleh ninik mamak Nakhodo Rajo dan Majosadeo beserta pendiri yang lainya oleh delapan ninik mamak ( Nakhodo rajo,Majosaseo, Hakim nan Barampek dan Bandua nan Barampek).
Setelah itu baru dilakukan kerja sama dengan PT LIN dengan pola sama. (di dalam perjanjian kerja sama antara KSMLKS dengan PT LIN tidak ada menyangkut 20 persen baik diakta notaris maupun surat keputusan bupati tahun 2013 san tahun 2023).
Rentang waktu dari tahun 2007-2008 sampai tahun 2021 ninik mamak dan masyarakat Kinali yang menyerahkan pada tahun 1989 tidak mengetahui adanya SK IUP tahun 2007-2008 tersebut dan mulai diketahui oleh ninik mamak dan masyarakat pada tahun 2021 yang disebarkan oleh Mantan manajer Humas PT LIN atas nama Amri Bangun.
Setelah itu barulah terjadi aksi dari ninik mamak dan masyarakat adat kinali menuntut hak mereka sesuai yang tertuang secara regulasi UU dan Permentan 2007 tersebut.
Selanjutnya berlanjut kembali tuntutan tersebut hingga saat ini dan juga dipertegas oleh oleh SK.Bupati Nomor : 100.3.3.2/457/BUP-PASBAR Tgl 16 Mei 2024 tentang kewajiban fasilitasi pembangunan kebun masyarakat oleh PT LIN.
"Kesimpulan bahwa SK bupati tahun 2013 dan 2023 tidak ada korelasinya dengan SK bupati tahun 2024 karena dengan ulayat yang berbeda dan Koperasi KSMLKS terletak di Nagari Mandiangin, sementara yang dituntut masyarakat Kinali 20 persen terletak di Langgam dan Anam Koto," tegasnya.
Sementara itu Manager Coporate development PT LIN Yudi Rusdianto beberapa waktu lalu menegaskan pihaknya telah menunaikan kewajiban terhadap lahan yang 20 persen di Mandiangin.
Terkait surat keputusan bupati itu pihaknya telah bersurat ke Pemkab Pasaman Barat mempertanyakan surat itu pada 10 Juni 2024. SK itu keluar pada 16 Mei 2024 dan diterima perusahaan tersebut pada 23 Mei 2024.
Saat ini proses sidang di Pengadilan Negeri Pasaman Barat tentang SK Bupati itu terus berjalan karena perusahaan mempertanyakan SK itu ke pengadilan. ***3***
Tuntutan masyarakat 20 persen dari luas kebun 7.000 hektare berdasarkan Surat Keputusan Bupati Pasaman Barat No.100.3.3.2/457/BUP-PASBAR/2024 belum juga direalisasikan sementara tanda buah segar juga sudah banyak menumpuk di perusahaan karena tidak diperbolehkan oleh masyarakat dibawa keluar.
Menyikapi hal itu, Ketua Koperasi Produsen Plasma Masyarakat Adat Kinali Ali Bakri di Simpang Empat, Kamis, mengatakan pihaknya akan terus menuntut 20 persen dari lahan perkebunan itu karena sampai saat ini tidak kunjung direalisasikan oleh perusahaan.
Ia menjelaskan adapun kronologis tuntutan masyarakat terhadap lahan itu adalah pada 1989 diserahkanlah tanah ulayat seluas 7.000 hektare oleh 21 ninik mamak Kinali (pemegang hak tanah ulayat) ke PT.TSG dan Nakhodo Rajo saat itu tidak ikut menyerahkan.
Tahun 1989 mulai dilakukanlah pengolahan lahan kelapa sawit oleh PT.TSG. Lalu pada tahun 1995 terbit HGU atas nama PT TSG seluas 7.000 hektare.
Tahun 2005, PT TSG melakukan take over ke PT LIN dengan cara menang lelang dan pada saat itu baru terbangun lahan seluas 3.000 hektare.
Tahun 2007 lahan seluas 3.000 hektare terbitlah IUP Perusahaan PT LIN dengan SK.BUPATI Nomor : 188.45/256/BUP-PASBAR/2007 dan tahun 2008 terbit lagi IUP PT.LIN seluas 4.000 hektare di dalam Nomor SK.BUPATI Nomor : 188.45/597/BUP-PASBAR-2008 tentang pemberian IUP PT LIN yang dinyatakan bahwa PT LIN wajib mengeluarkan minimal 20 persen dari areal yang diusahakan dasar (Undang-Undang dan permentan 2007).
Ninik mamak dan cucu kemenakan Majosadeo dan Nakhodo Rajo Mandiangin melakukan kerja sama dengan PT Agro Prima Berkat (2009-2010) dengan perjanjian bapak angkat anak angkat.
"Saat itu telah dilakukan pembebasan lahan oleh PT APB dan pembuatan IUP akan tetapi gagal dengan PT APB tersebut. Kemudian dilanjutkan oleh PT Langgeng Tahun 2010-2011 dengan pola kerja sama bapak angkat anak angkat namun kembali gagal. Pada itu saat ninik mamak dan masyarakat mempunyai tanggungan hutang sebanyak Rp1,6 miliar," katanya.
Pada tahun 2012 dibentuk kembali wadah Koperasi KSMLKS oleh ninik mamak Nakhodo Rajo dan Majosadeo beserta pendiri yang lainya oleh delapan ninik mamak ( Nakhodo rajo,Majosaseo, Hakim nan Barampek dan Bandua nan Barampek).
Setelah itu baru dilakukan kerja sama dengan PT LIN dengan pola sama. (di dalam perjanjian kerja sama antara KSMLKS dengan PT LIN tidak ada menyangkut 20 persen baik diakta notaris maupun surat keputusan bupati tahun 2013 san tahun 2023).
Rentang waktu dari tahun 2007-2008 sampai tahun 2021 ninik mamak dan masyarakat Kinali yang menyerahkan pada tahun 1989 tidak mengetahui adanya SK IUP tahun 2007-2008 tersebut dan mulai diketahui oleh ninik mamak dan masyarakat pada tahun 2021 yang disebarkan oleh Mantan manajer Humas PT LIN atas nama Amri Bangun.
Setelah itu barulah terjadi aksi dari ninik mamak dan masyarakat adat kinali menuntut hak mereka sesuai yang tertuang secara regulasi UU dan Permentan 2007 tersebut.
Selanjutnya berlanjut kembali tuntutan tersebut hingga saat ini dan juga dipertegas oleh oleh SK.Bupati Nomor : 100.3.3.2/457/BUP-PASBAR Tgl 16 Mei 2024 tentang kewajiban fasilitasi pembangunan kebun masyarakat oleh PT LIN.
"Kesimpulan bahwa SK bupati tahun 2013 dan 2023 tidak ada korelasinya dengan SK bupati tahun 2024 karena dengan ulayat yang berbeda dan Koperasi KSMLKS terletak di Nagari Mandiangin, sementara yang dituntut masyarakat Kinali 20 persen terletak di Langgam dan Anam Koto," tegasnya.
Sementara itu Manager Coporate development PT LIN Yudi Rusdianto beberapa waktu lalu menegaskan pihaknya telah menunaikan kewajiban terhadap lahan yang 20 persen di Mandiangin.
Terkait surat keputusan bupati itu pihaknya telah bersurat ke Pemkab Pasaman Barat mempertanyakan surat itu pada 10 Juni 2024. SK itu keluar pada 16 Mei 2024 dan diterima perusahaan tersebut pada 23 Mei 2024.
Saat ini proses sidang di Pengadilan Negeri Pasaman Barat tentang SK Bupati itu terus berjalan karena perusahaan mempertanyakan SK itu ke pengadilan. ***3***