Padang (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) mengungkapkan keuntungan sistem resi gudang terhadap kemajuan ekspor dan hilirisasi gambir asal Ranah Minang melalui mekanisme perdagangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tersebut.
"Sumatera Barat ini merupakan penghasil gambir terbesar di Indonesia dan kita harapkan melalui sistem resi gudang, nilai jual gambir jauh lebih menguntungkan petani Sumbar," kata Kepala BI Perwakilan Sumbar Endang Kurnia Saputra di Padang, Minggu.
Meskipun tanaman bernama Latin genus uncaria tersebut umumnya berasal dari Provinsi Sumbar, namun bisa dikatakan saat ini lebih dikuasai oleh orang-orang Asia Selatan terutama India. Sebab, sekitar 76 persen gambir asal Sumbar diekspor ke India, Pakistan dan Bangladesh. Sehingga harganya bukan seller market tapi buyer market, kata Kepala BI Sumbar.
"Jadi, penguasaan harga gambir ini tidak pernah membuat petani memiliki nilai tukar petani yang jauh lebih baik," kata dia.
Ia menyakini apabila komoditas gambir dimasukkan ke dalam sistem resi gudang, maka setiap petani memiliki kekuatan tawar-menawar yang jauh lebih kuat dari sebelumnya.
Eks Deputi Kepala BI Perwakilan DKI Jakarta tersebut menyampaikan sistem resi gudang sangat menguntungkan para petani karena dapat mengontrol langsung kapan komoditasnya dijual.
Artinya, saat harga suatu komoditas rendah maka petani bisa menyimpannya di gudang. Namun, apabila harganya sudah naik maka petani bisa menjualnya. Sayangnya, lima resi gudang yang ada di Sumbar hingga kini belum berjalan optimal.
"BI akan memfasilitasi pembiayaan atau sistem resi gudang karena kami sangat yakin ini akan berjalan baik, minimal satu komoditas dulu misalnya gabah," kata Kepala BI Kepala Perwakilan Sumbar.
Di satu sisi, Adang sapaan akrabnya, mengungkapkan sistem resi gudang belum sepenuhnya berjalan optimal terutama di Ranah Minang. Salah satunya dipengaruhi oleh pembiayaan perbankan yang masih terbatas.
Oleh karena itu, BI Sumbar berharap bank himpunan bank milik negara termasuk bank milik Pemerintah Provinsi Sumbar berani untuk memulai bisnis resi gudang yang dinilai memiliki potensi besar.
Endang menilai selama ini pihak bank lebih berani memberikan pinjaman kepada pengusaha besar atau aparatur sipil negara (ASN). Sementara, pinjaman kepada petani terutama nelayan, dinilai masih tergolong kecil.
"Padahal, apabila sistem resi gudang dimaksimalkan maka risiko-risiko dari debitur atau yang meminjam uang ke bank dapat dikurangi," kata dia.
"Sumatera Barat ini merupakan penghasil gambir terbesar di Indonesia dan kita harapkan melalui sistem resi gudang, nilai jual gambir jauh lebih menguntungkan petani Sumbar," kata Kepala BI Perwakilan Sumbar Endang Kurnia Saputra di Padang, Minggu.
Meskipun tanaman bernama Latin genus uncaria tersebut umumnya berasal dari Provinsi Sumbar, namun bisa dikatakan saat ini lebih dikuasai oleh orang-orang Asia Selatan terutama India. Sebab, sekitar 76 persen gambir asal Sumbar diekspor ke India, Pakistan dan Bangladesh. Sehingga harganya bukan seller market tapi buyer market, kata Kepala BI Sumbar.
"Jadi, penguasaan harga gambir ini tidak pernah membuat petani memiliki nilai tukar petani yang jauh lebih baik," kata dia.
Ia menyakini apabila komoditas gambir dimasukkan ke dalam sistem resi gudang, maka setiap petani memiliki kekuatan tawar-menawar yang jauh lebih kuat dari sebelumnya.
Eks Deputi Kepala BI Perwakilan DKI Jakarta tersebut menyampaikan sistem resi gudang sangat menguntungkan para petani karena dapat mengontrol langsung kapan komoditasnya dijual.
Artinya, saat harga suatu komoditas rendah maka petani bisa menyimpannya di gudang. Namun, apabila harganya sudah naik maka petani bisa menjualnya. Sayangnya, lima resi gudang yang ada di Sumbar hingga kini belum berjalan optimal.
"BI akan memfasilitasi pembiayaan atau sistem resi gudang karena kami sangat yakin ini akan berjalan baik, minimal satu komoditas dulu misalnya gabah," kata Kepala BI Kepala Perwakilan Sumbar.
Di satu sisi, Adang sapaan akrabnya, mengungkapkan sistem resi gudang belum sepenuhnya berjalan optimal terutama di Ranah Minang. Salah satunya dipengaruhi oleh pembiayaan perbankan yang masih terbatas.
Oleh karena itu, BI Sumbar berharap bank himpunan bank milik negara termasuk bank milik Pemerintah Provinsi Sumbar berani untuk memulai bisnis resi gudang yang dinilai memiliki potensi besar.
Endang menilai selama ini pihak bank lebih berani memberikan pinjaman kepada pengusaha besar atau aparatur sipil negara (ASN). Sementara, pinjaman kepada petani terutama nelayan, dinilai masih tergolong kecil.
"Padahal, apabila sistem resi gudang dimaksimalkan maka risiko-risiko dari debitur atau yang meminjam uang ke bank dapat dikurangi," kata dia.