Padang (ANTARA) -
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Barat (Sumbar) resmi menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat praktik siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada Dinas Pendidikan provinsi setempat.
"Hari ini kami resmi menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi pengadaan alat praktik SMK pada Dinas Pendidikan Sumbar," kata Asisten Pidana Khusus Kejati Sumbar, Hadiman di Padang, Selasa.
Ia mengatakan penetapan tersangka dalam perkara tersebut dilakukan pihaknya setelah tim Penyidik Kejati Sumbar mengantongi dua alat bukti yang sah dalam perkara.
Ia menyebutkan para tersangka adalah R selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek, RA selaku Pejabat Pelaksana Teknis (PPTK), keduanya merupakan ASN pada Dinas Pendidikan Sumbar.
Tersangka lainnya adalah SA selaku ASN SMK, dan DRS selaku Kepala Unit Kerja Pengadaan Barang Jasa (UKPBJ).
Sementara lima tersangka lainnya adalah kelompok rekanan pengadaan yakni E (Direktur CV Bunga Tri Dara), Su (Wakil Idrektur CV Bunga Tri Dara), Sy (Direktur Inovasi Global), BA (Direktur Sikabaluan Jaya Mandiri).
Terakhir adalah dan DI selaku Direktur PT Indotek Sentral Karya yang menjadi penyedia Sektor Pariwisata, namun tersangka diketahui sudah meninggal dunia.
Hadiman yang didampingi oleh Kepala Seksi Penyidikan Lexy Fatharany mengatakan para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang-undang 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto (Jo) pasal 18 Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
"Setelah diumumkan sebagai tersangka maka selanjutnya kami akan memanggil delapan orang tersebut untuk datang dan diperiksa pada Jumat (31/5)," jelasnya.
Lebih lanjut ia menyampaikan dalam perkara itu ditemukan adanya persekongkolan yang diawali oleh SA dengan DRS sehingga ditentukanlah para pemenang lelang.
Proyek itu adalah pengadaan peralatan praktik siswa SMK pada Dinas Pendidikan Provinsi Sumbar tahun anggaran 2021 dengan total anggaran mencapai Rp18 miliar.
"Kemudian atas pengadaan tersebut PPTK dan PPA diduga telah mengabaikan tata cara penetapan Harga Perkiraan Sementara (HPS) terhadap barang yang diadakan dalam proyek," jelasnya.
Ia mengatakan berdasarkan penghitungan yang dilakukan oleh Auditor Internal Kejati Sumbar diketahui kerugian negara yang timbul akibat kasus itu sebesar Rp5,5 miliar.
Dengan rincian pada Sektor Maritim sebesar Rp472.012.774, Sektor Pariwisata sebesar Rp2.131.494.705, Sektor Holtikultura sebesar Rp1.448.876.892, dan Sektor Industri Rp1.469.695.466.