Padang (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menjelaskan penyebab inflasi di Kabupaten Pasaman Barat secara year on year atau tahunan mencapai 5,90 persen pada Maret 2024.
"Inflasi di Pasaman Barat ini berkaitan erat dengan karakteristik wilayah. Komoditas utama di sana perkebunan bukan pertanian sehingga mempengaruhi tingkat inflasi," kata Kepala BPS Provinsi Sumbar Sugeng Arianto di Padang, Senin.
Imbasnya, ketika terjadi perubahan atau lonjakan harga komoditas makanan dan minuman maka Kabupaten Pasaman Barat akan terdampak langsung. Sebab, komoditas utama di daerah ini lebih ke perkebunan seperti kelapa sawit.
"Jadi ketika terjadi perubahan harga di Pasaman Barat, itu lebih terdampak dibandingkan di Kota Padang," ujar Sugeng.
Padahal, Kabupaten Pasaman Barat bersama Kabupaten Dharmasraya merupakan dua daerah yang baru saja dimasukkan ke dalam indikator akumulasi inflasi di Ranah Minang bersama Kota Padang dan Kota Bukittinggi di awal 2024.
Secara umum inflasi Provinsi Sumbar pada Maret 2024 secara year on year tercatat sebesar 3,93 persen dengan indeks harga konsumen sebesar 107,54.
Sugeng menjelaskan inflasi year on year terjadi karena adanya kenaikan harga sejumlah kelompok pengeluaran di antaranya makanan, minuman dan tembakau sebesar 9,06 persen, pakaian dan alas kaki sebesar 1,49 persen, kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga sebesar 1,52 persen.
Selanjutnya kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga 0,71 persen, kesehatan 2,92 persen, transportasi 0,73 persen, kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,07 persen, rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 1,88 persen.
"Kemudian secara month to month BPS mencatat inflasi di Ranah Minang pada Maret 2024 sebesar 0,64 persen," sebut dia.
"Inflasi di Pasaman Barat ini berkaitan erat dengan karakteristik wilayah. Komoditas utama di sana perkebunan bukan pertanian sehingga mempengaruhi tingkat inflasi," kata Kepala BPS Provinsi Sumbar Sugeng Arianto di Padang, Senin.
Imbasnya, ketika terjadi perubahan atau lonjakan harga komoditas makanan dan minuman maka Kabupaten Pasaman Barat akan terdampak langsung. Sebab, komoditas utama di daerah ini lebih ke perkebunan seperti kelapa sawit.
"Jadi ketika terjadi perubahan harga di Pasaman Barat, itu lebih terdampak dibandingkan di Kota Padang," ujar Sugeng.
Padahal, Kabupaten Pasaman Barat bersama Kabupaten Dharmasraya merupakan dua daerah yang baru saja dimasukkan ke dalam indikator akumulasi inflasi di Ranah Minang bersama Kota Padang dan Kota Bukittinggi di awal 2024.
Secara umum inflasi Provinsi Sumbar pada Maret 2024 secara year on year tercatat sebesar 3,93 persen dengan indeks harga konsumen sebesar 107,54.
Sugeng menjelaskan inflasi year on year terjadi karena adanya kenaikan harga sejumlah kelompok pengeluaran di antaranya makanan, minuman dan tembakau sebesar 9,06 persen, pakaian dan alas kaki sebesar 1,49 persen, kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga sebesar 1,52 persen.
Selanjutnya kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga 0,71 persen, kesehatan 2,92 persen, transportasi 0,73 persen, kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,07 persen, rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 1,88 persen.
"Kemudian secara month to month BPS mencatat inflasi di Ranah Minang pada Maret 2024 sebesar 0,64 persen," sebut dia.