Padang (ANTARA) -
Gerimis yang turun menjelang siang membasahi jalan menuju Agro Wisata Batu Patah Payo di Tanah Garam, Kecamatan Lubuk Sikarah, Kota Solok Sumatera Barat. 
 
Jalan dengan tanjakan yang lumayan curam sepanjang sekitar 4 kilometer dari jalan utama Padang Panjang - Solok itu menjadi agak licin hingga pengendara harus hati-hati untuk mendaki. 
 
Apalagi, motor milik warga sekitar sekali-sekali juga melintas di jalan itu hingga pengendara wajib untuk membunyikan klakson saat di tikungan. 
 
Siang itu, cuaca di Agro Wisata Batu Patah Payo terasa dingin. Maklum, lokasinya berada sekitar 700-1.100 meter di atas permukaan laut, ditambah lagi gerimis masih jatuh cukup rapat. 
 
Kopi tubruk panas rasanya tidak laik untuk ditolak saat cuaca seperti itu. Rasa pahit yang hangat cukup untuk mengusir dingin dan penat berkendara. 
 
Agro Wisata Batu Patah Payo punya produk kopi sendiri. Kopi itu dikembangkan dari pohon kopi sisa dari "proyek" tanam paksa kopi yang diberlakukan Belanda di dataran tinggi Sumatera Barat pada tahun 1847 hingga 1908.
 
Kawasan Agro Wisata Batu Patah Payo saat ini, menjadi salah satu tempat pelaksanaan proyek tanam paksa itu. Hingga 2017, masih banyak pohon kopi peninggalan Belanda di daerah itu. 
 
Saking tuanya, pohon kopi itu telah tumbuh dengan ketinggian 5-6 meter. Namun karena usia pohon yang sudah sangat tua, buahnya sangat sedikit. Bahkan ada yang tidak berbuah lagi. Tidak produktif lagi. 
 
Biji dari pohon kopi "peninggalan Belanda" itulah yang kemudian diproses, disemai kemudian ditanam kembali. Dalam beberapa tahun, luas perkebunan kopi yang telah diremajakan di Agro Wisata Batu Patah Payo telah mencapai 40 hektare masing-masing 30 hektare robusta yang ditanam pada lahan di atas ketinggian 1000 - 1200 Mdpl. 
 
Kemudian lima hektare kopi jenis arabika yang ditanam pada lahan dengan ketinggian 600 hingga 1000 mdpl. 
 
Kepala Dinas Pertanian Kota Solok, Zulkifli adalah salah satu sosok dibalik keseriusan dalam mengembangkan perkebunan kopi di agro wisata tersebut. 
 
Usaha itu mulai ia rintis bersama masyarakat setempat sejak 2015. Ketika itu, Wali Kota Solok Zul Elfian memanggilnya berdiskusi untuk mengembangkan sebuah kawasan agro wisata di daerah itu. 
 
Setelah dijajaki dan merujuk pada sejarah, Batu Patah dinilai cocok karena di kawasan itu ada cukup banyak batang kopi peninggalan Belanda, bahkan di lokasi itu juga pernah ada pabrik pengolahan kopi yang kini masih bisa ditemukan jejak pondasinya. 
 
Sejak Juli 2021, Kopi Payo H. Zulkifli sudah mengantongi label halal dengan sertifikat ID13210000115110421. Label dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Produk Halal Indonesia.
Agro Wisata Batu Patah Payo memiliki kopi peninggalan tanam paksa zaman Belanda yang kembali dikembangkan. (ANTARA/Miko Elfisha)
Produknya dengan wangi yang khas dan cita rasa yang relatif lembut itu bisa ditemukan di hampir semua mini market di Solok. Tidak hanya di dalam daerah, Kopi Payo juga sudah merambah ke luar negeri hingga Jepang. 
 
Punya potensi bunga krisan, durian dan kunyit
 
Selain keunikan kopi, Agro Batu Patah Payo juga memiliki potensi lain yang bisa dikembangkan yaitu bunga krisan. 
 
Edi Maryanto, tokoh dibalik pengembangan bunga krisan di Batu Patah menyebut ada 11 green house bunga krisan di kawasan itu. Bunga dengan grade A itu didominasi warna putih, merah dan kuning. 
 
Wisatawan bisa menikmati bunga-bunga cantik itu, bahkan bisa membawa pulang dengan menebus Rp2000 per tangkai. 
 
Selain untuk mendukung wisata, bunga-bunga itu memang menjadi salah satu usaha sampingan masyarakat. Tiap bulan, sekitar 5000 tangkai bunga dikirim ke berbagai daerah seperti Pekanbaru dan Batam. 
 
Jika ada iven besar di Sumbar, panen bunga krisan bisa mencapai 10 ribu hingga 15 ribu tangkai per bulan. 
Bunga krisan di Agro Wisata Batu Patah Payo. (ANTARA/Miko Elfisha)
Durian dan kunyit "raksasa" juga menjadi potensi yang dimiliki Agro Wisata Batu Patah Payo yang bisa terus dikembangkan untuk menarik minat wisatawan. 
 
Kepala Dinas Pariwisata Kota Solok, Milda Murniati mengatakan potensi wisata di destinasi itu sangat lengkap. Selain bagian pertanian yang mendukung agro, Batu Patah Payo yang berada di ketinggian juga menyajikan pemandangan alam yang memukau. 
 
Saat cuaca cerah, dari menara pandang yang telah dibangun di tempat itu bisa melihat dengan leluasa lanscape Solok, Danau Singkarak, Gunung Talang hingga Gunung Marapi. 
 
Destinasi itu juga memiliki atraksi tari piring di atas buah kelapa tua yang tidak bisa ditemukan di daerah lain. Biasanya, para penari piring di Minangkabau menari di atas pecahan kaca. Keunikan yang memancing decak kagum penonton. Namun menari di atas buah kelapa juga tidak kalah menarik. Penari harus bisa menjaga keseimbangan agar tidak jatuh saat menari. 
 
Batu Patah Payo juga punya kuliner khas yang jarang ditemui di tempat lain yaitu gulai batang pisang dan karucuik baluik yang bisa dinikmati oleh wisatawan. Rasanya jangan ditanya, nikmat. 
 
Milda menyebut destinasi itu menjadi salah satu prioritas yang akan dikembangkan di Kota Solok ke depan. Karena itu berbagai upaya terus dilakukan diantaranya dengan pelebaran jalan menuju destinasi. 
Menari di atas kelapa. (ANTARA/Miko Elfisha)
Pelebaran jalan itu rencananya dilakukan tahun ini sehingga wisatawan bisa lebih nyaman untuk mengakses destinasi tersebut. 
 
"Kita terus mengembangkan destinasi ini sehingga laik untuk dikunjungi. Dalam konsepnya, Agro Wisata Batu Patah Payo akan menawarkan one stop service atau menyajikan semua yang dibutuhkan wisatawan dalam satu tempat. Kita sekarang bersama Pokdarwis juga mulai mendorong munculnya home stay di sini," ujarnya. *
 

Pewarta : Miko Elfisha
Editor : Jefri Doni
Copyright © ANTARA 2024