Padang (ANTARA) - Matahari baru saja naik sepenggalan di pinggiran Sungai Batang Harau, Padang, Sumatera Barat, menciptakan gradasi gelap terang diantara bangunan tua peninggalan Belanda yang berjejer rapi di pinggiran kali.
Beberapa bangunan terlihat baru saja dipugar. Gagah dengan gaya arsitektur Eropa abad XVII. Bangunan lama yang dipugar itu dialihfungsikan menjadi kafe yang estetik. Instagramable.
Letaknya yang strategis di pinggir Sungai Batang Harau yang masih mempertahankan fungsinya sebagai pelabuhan kapal memperkuat kesan melankolis. Terlebih saat menjelang senja, saat matahari berlahan tenggelam dalam pelukan samudra.
Namun menyusuri Kota Tua Padang pada pagi hari juga tidak akan mengecewakan. Menikmati Kawasan Kota Tua pada pagi hari adalah menikmati lorong waktu dengan privasi yang agak lebih baik, karena tidak terlalu banyak aktivitas masyarakat. Hanya ada satu dua kendaraan yang lewat dengan laju cukup pelan.
Pada salah satu sudut kawasan Kota Tua, sebuah klenteng tua berukuran 15,5 x15,5 M2 yang didominasi warna merah cerah berdiri menantang lintasan waktu.
Anggota Komunitas Padang Herritage, Danil menyebut selain bangunan peninggalan kolonial Belanda, di kawasan Kota Tua Padang memang juga berdiri bangunan lama bercorak Tionghoa, India dan Arab.
Klenteng itu, Klenteng Shee Hin Kiong itu adalah bangunan tertua yang masih berdiri di Kota Tua Padang saat ini. Didirikan pada 1861.
Klenteng itu dulunya berfungsi sebagai Vihara Tri Dharma yang menjadi tempat beribadah tiga kepercayaan yaitu Tao, Konfuisme dan Agama Buddha. Namun sejak 2009, tidak lagi difungsikan sebagai tempat ibadah.
Meski arsitekturnya tidak berubah sejak pertama didirikan, namun kelenteng itu sudah dua kali direnovasi. Berdasarkan prasasti yang ditemukan di klenteng tersebut, bangunan itu pernah terbakar pada 1861 dan didirikan kembali pada 1897.
Saat gempa besar melanda Padang pada 2009, bangunan itu kembali mengalami rusak parah dan kembali dipugar. Awalnya bangunannya terdiri dari kayu beratapkan "rumbio" (daun yang mirip daun kelapa). Setelah dipugar kembali menjadi bangunan permanen, arsitektur lamanya tetap dipertahankan.
Selain Klenteng Shee Hin Kiong, masih banyak bangunan yang menyimpan sejarah di Kawasan Kota Tua Padang seperti bangunan Padangsche Spaarbank (Bank Tabungan Sumatera Barat).
Bangunan dua lantai setinggi 35 meter yang menjulang di seberang Sungai Batang Arau ini menampilkan gaya neoklasik yang dipengaruhi arsitektur Art Deco.
Bangunan dengan mahkota di puncaknya dengan tulisan tahun 1908 ini mungkin merupakan bangunan terbaik pada masanya di kawasan Kota Tua Padng.
Ada pula Gedung GEO Wehry & CO. Gedung kantor sekaligus gudang dari firma atau perusahaan ekspor-impor terbesar di Hindia-Belanda (Indonesia) pada masa kolonial yang didirikan pada 1911 dan diresmikan pada 1920.
Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Kota Padang, Tri Pria Anugerah menyebut Kawasan Kota Tua Padang terus berbenah untuk menjadi salah satu destinasi unggulan yang laik untuk mendapatkan perhatian dari wisatawan.
Saat ini untuk pengembangan Kawasan Kota Tua Padang yang luasnya mencapai 32.690 meter persegi melingkupi dua kecamatan, yaitu Padang Selatan dan Padang Barat itu telah dibuat rencana induk (masterplan).
Kawasan Kota Tua itu bisa dibagi menjadi sembilan sub kawasan dengan keunikannya masing-masing, seperti Kampung Tionghoa dengan beberapa kelenteng yang masih berdiri kokoh dan aktivitas budaya yang masih terpelihara.
Kemudian, kawasan etnis Tamil India dengan tradisi yang juga masih dipertahankan. Pasar Tanah Kongsi yang memperlihatkan akulturasi budaya hingga Pasar Gadang yang dulunya menjadi pusat bermukim saudagar Minang.
Masterplan itu menjadi pedoman dan rujukan ke depan untuk pengembangan kawasan Kota Tua Padang hingga bisa menjadi destinasi unggulan di Sumbar untuk menarik minat wisatawan untuk berkunjung.
Selain itu juga telah dibentuk Badan Pengelola Kota Tua Padang yang ditugasi untuk mengawasi dan mempercepat pengembangan kawasan.
Badan Pengelola itu diisi oleh unsur pemerintah daerah, akademisi, pakar, praktisi hingga komunitas yang memiliki kapasitas di bidang masing-masing sehingga diharapkan benar-benar bisa menjadi nahkoda dalam pengembangan Kota Tua Padang.
Kepala Dinas Pariwisata Sumatera Barat, Luhur Budianda menyebut menyusuri Kota Tua pada pagi hari bisa menjadi pilihan bagi wisatawan yang ingin menikmati paket wisata tematik "marine tourism" atau Wisata Bahari di provinsi itu.
Setelah dari Kota Tua yang menyajikan suasana kota pelabuhan abad XVII, wisatawan bisa memilih untuk menikmati Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan yang berjarak sekitar 1,5 jam dari Kota Padang via Sungai Pisang.
Kawasan itu menjadi salah satu destinasi wisata yang "booming" di Sumbar setelah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai Kawasan Wisata Bahari Terpadu (KWBT) Mandeh pada 2015.
Banyak resort yang tumbuh menawarkan keunikan masing-masing untuk menarik minat wisatawan. Banyak atraksi yang disiapkan pengelola wisata. Pulau-pulau tumbuh dengan pengelolaan wisata yang baik.
Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Pesisir Selatan, Gunawan menyebut KWBT Mandeh telah menjadi salah satu destinasi yang paling banyak menarik wisatawan ke daerah itu.
Kunjungan yang terus meningkat setiap tahun itu telah mendukung capaian jumlah kunjungan wisatawan ke Pesisir Selatan pada 2023 yang mencapai dua juta orang.
Pandan View tawarkan "one stop service" bagi wisatawan. (ANTARA/HO-Dinas Pariwisata Sumbar)
Pandan View menjadi salah satu destinasi yang mendapatkan banyak rekomendasi karena menawarkan "one stop service" yang masih relatif jarang di KWBT Mandeh.
Menikmati sajian kuliner kekinian dari cafe di ketinggian dengan pemandangan ke laut lepas memberikan sensasi segar. Laut yang biru lembut, kapal-kapal yang tertambat, lembut semilir angin dan live musik, menjadi daya tarik yang sulit untuk ditolak.
Destinasi itu juga menyediakan kolam renang, sarana untuk outbond bahkan kapal untuk melayani wisatawan yang ingin menjelajahi indahnya pulau-pulau yang ada di Kawasan Mandeh hingga snorkeling.
Manajer Marketing Pandan View, Pandu menyebut bagi wisatawan yang ingin menginap pihaknya memiliki 16 kamar masing-masing 11 tipe cottage dengan jenis berbeda dan tipe villa dengan tarif mulai Rp700 ribu per malam hingga Rp1,7 juta per malam.
Bagi wisatawan yang memiliki waktu yang sempit, menikmati "marine tourism" pada dua kota di Sumbar dalam satu paket menjadi hal yang layak untuk dipertimbangkan.*
Beberapa bangunan terlihat baru saja dipugar. Gagah dengan gaya arsitektur Eropa abad XVII. Bangunan lama yang dipugar itu dialihfungsikan menjadi kafe yang estetik. Instagramable.
Letaknya yang strategis di pinggir Sungai Batang Harau yang masih mempertahankan fungsinya sebagai pelabuhan kapal memperkuat kesan melankolis. Terlebih saat menjelang senja, saat matahari berlahan tenggelam dalam pelukan samudra.
Namun menyusuri Kota Tua Padang pada pagi hari juga tidak akan mengecewakan. Menikmati Kawasan Kota Tua pada pagi hari adalah menikmati lorong waktu dengan privasi yang agak lebih baik, karena tidak terlalu banyak aktivitas masyarakat. Hanya ada satu dua kendaraan yang lewat dengan laju cukup pelan.
Pada salah satu sudut kawasan Kota Tua, sebuah klenteng tua berukuran 15,5 x15,5 M2 yang didominasi warna merah cerah berdiri menantang lintasan waktu.
Anggota Komunitas Padang Herritage, Danil menyebut selain bangunan peninggalan kolonial Belanda, di kawasan Kota Tua Padang memang juga berdiri bangunan lama bercorak Tionghoa, India dan Arab.
Klenteng itu, Klenteng Shee Hin Kiong itu adalah bangunan tertua yang masih berdiri di Kota Tua Padang saat ini. Didirikan pada 1861.
Klenteng itu dulunya berfungsi sebagai Vihara Tri Dharma yang menjadi tempat beribadah tiga kepercayaan yaitu Tao, Konfuisme dan Agama Buddha. Namun sejak 2009, tidak lagi difungsikan sebagai tempat ibadah.
Meski arsitekturnya tidak berubah sejak pertama didirikan, namun kelenteng itu sudah dua kali direnovasi. Berdasarkan prasasti yang ditemukan di klenteng tersebut, bangunan itu pernah terbakar pada 1861 dan didirikan kembali pada 1897.
Saat gempa besar melanda Padang pada 2009, bangunan itu kembali mengalami rusak parah dan kembali dipugar. Awalnya bangunannya terdiri dari kayu beratapkan "rumbio" (daun yang mirip daun kelapa). Setelah dipugar kembali menjadi bangunan permanen, arsitektur lamanya tetap dipertahankan.
Selain Klenteng Shee Hin Kiong, masih banyak bangunan yang menyimpan sejarah di Kawasan Kota Tua Padang seperti bangunan Padangsche Spaarbank (Bank Tabungan Sumatera Barat).
Bangunan dua lantai setinggi 35 meter yang menjulang di seberang Sungai Batang Arau ini menampilkan gaya neoklasik yang dipengaruhi arsitektur Art Deco.
Bangunan dengan mahkota di puncaknya dengan tulisan tahun 1908 ini mungkin merupakan bangunan terbaik pada masanya di kawasan Kota Tua Padng.
Ada pula Gedung GEO Wehry & CO. Gedung kantor sekaligus gudang dari firma atau perusahaan ekspor-impor terbesar di Hindia-Belanda (Indonesia) pada masa kolonial yang didirikan pada 1911 dan diresmikan pada 1920.
Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Kota Padang, Tri Pria Anugerah menyebut Kawasan Kota Tua Padang terus berbenah untuk menjadi salah satu destinasi unggulan yang laik untuk mendapatkan perhatian dari wisatawan.
Saat ini untuk pengembangan Kawasan Kota Tua Padang yang luasnya mencapai 32.690 meter persegi melingkupi dua kecamatan, yaitu Padang Selatan dan Padang Barat itu telah dibuat rencana induk (masterplan).
Kawasan Kota Tua itu bisa dibagi menjadi sembilan sub kawasan dengan keunikannya masing-masing, seperti Kampung Tionghoa dengan beberapa kelenteng yang masih berdiri kokoh dan aktivitas budaya yang masih terpelihara.
Kemudian, kawasan etnis Tamil India dengan tradisi yang juga masih dipertahankan. Pasar Tanah Kongsi yang memperlihatkan akulturasi budaya hingga Pasar Gadang yang dulunya menjadi pusat bermukim saudagar Minang.
Masterplan itu menjadi pedoman dan rujukan ke depan untuk pengembangan kawasan Kota Tua Padang hingga bisa menjadi destinasi unggulan di Sumbar untuk menarik minat wisatawan untuk berkunjung.
Selain itu juga telah dibentuk Badan Pengelola Kota Tua Padang yang ditugasi untuk mengawasi dan mempercepat pengembangan kawasan.
Badan Pengelola itu diisi oleh unsur pemerintah daerah, akademisi, pakar, praktisi hingga komunitas yang memiliki kapasitas di bidang masing-masing sehingga diharapkan benar-benar bisa menjadi nahkoda dalam pengembangan Kota Tua Padang.
Kepala Dinas Pariwisata Sumatera Barat, Luhur Budianda menyebut menyusuri Kota Tua pada pagi hari bisa menjadi pilihan bagi wisatawan yang ingin menikmati paket wisata tematik "marine tourism" atau Wisata Bahari di provinsi itu.
Setelah dari Kota Tua yang menyajikan suasana kota pelabuhan abad XVII, wisatawan bisa memilih untuk menikmati Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan yang berjarak sekitar 1,5 jam dari Kota Padang via Sungai Pisang.
Kawasan itu menjadi salah satu destinasi wisata yang "booming" di Sumbar setelah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai Kawasan Wisata Bahari Terpadu (KWBT) Mandeh pada 2015.
Banyak resort yang tumbuh menawarkan keunikan masing-masing untuk menarik minat wisatawan. Banyak atraksi yang disiapkan pengelola wisata. Pulau-pulau tumbuh dengan pengelolaan wisata yang baik.
Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Pesisir Selatan, Gunawan menyebut KWBT Mandeh telah menjadi salah satu destinasi yang paling banyak menarik wisatawan ke daerah itu.
Kunjungan yang terus meningkat setiap tahun itu telah mendukung capaian jumlah kunjungan wisatawan ke Pesisir Selatan pada 2023 yang mencapai dua juta orang.
Menikmati sajian kuliner kekinian dari cafe di ketinggian dengan pemandangan ke laut lepas memberikan sensasi segar. Laut yang biru lembut, kapal-kapal yang tertambat, lembut semilir angin dan live musik, menjadi daya tarik yang sulit untuk ditolak.
Destinasi itu juga menyediakan kolam renang, sarana untuk outbond bahkan kapal untuk melayani wisatawan yang ingin menjelajahi indahnya pulau-pulau yang ada di Kawasan Mandeh hingga snorkeling.
Manajer Marketing Pandan View, Pandu menyebut bagi wisatawan yang ingin menginap pihaknya memiliki 16 kamar masing-masing 11 tipe cottage dengan jenis berbeda dan tipe villa dengan tarif mulai Rp700 ribu per malam hingga Rp1,7 juta per malam.
Bagi wisatawan yang memiliki waktu yang sempit, menikmati "marine tourism" pada dua kota di Sumbar dalam satu paket menjadi hal yang layak untuk dipertimbangkan.*