Padang (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Padang, Sumatra Barat (Sumbar) menghentikan penuntutan terhadap tiga tersangka yang terlibat dalam kasus penganiayaan dengan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice pada Senin (29/1).
Penyerahan Surat Ketetapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif itu diserahkan langsung oleh Kepala Kejari Padang M Fatria didampingi oleh Kepala Seksi Pidana Umum Budi Sastera di kantor Kejari setempat.
"Penghentian penuntutan terhadap ketiga tersangka dilakukan karena sudah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 4 dan 5 Perja No. 15 tahun 2020," kata M Fatria usai penyerahan.
Ia menyebutkan, tiga tersangka yang mendapatkan keadilan restoratif itu adalah Iryanto Yahya, Kurniati, dan Ronaldo Pramana Putra. Sedangkan korban bernama Racel Gustyan.
"Dengan dilakukannya penghentian penuntutan ini maka perkara diselesaikan di luar persidangan, dan ketiga tersangka tidak perlu dihadapkan ke pengadilan dan berakhir di penjara," katanya.
Sementara Budi Sastera menjelaskan penghentian penuntutan itu diberikan kepada tiga tersangka karena memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 4 dan 5 Perja No. 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Syarat tersebut adalah baru pertama melakukan tindak pidana, ancaman hukuman di bawah lima tahun, korban dan tersangka sudah berdamai tanpa syarat, masyarakat menyambut positif, dan adanya penyesalan dari tersangka yang berjanji tidak akan mengulangi perbuatan.
Lebih lanjut Budi menjelaskan bahwa perkara yang menjerat ketiga tersangka berawal dari perselisihan antar anak yang kemudian karena emosi berujung pada tindak pidana dan melibatkan orang tua salah satu anak.
Perselisihan itu terjadi di Masjid Taqrib Jalan Sutan Syahril Kelurahan Rawang, Kecamatan Padang Selatan Kota Padang.
Budi mengatakan Kejari Padang akan terus menerapkan semangat keadilan restoratif dalam menangani perkara tindak pidana ringan yang terjadi di kota setempat selagi memenuhi persyaratan.
"Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan penerapan dari azas ultimum remedium yang berarti pemidanaan adalah jalan terakhir, tidak semua pelaku tindak pidana harus berakhir di penjara," jelasnya.
Penyerahan Surat Ketetapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif itu diserahkan langsung oleh Kepala Kejari Padang M Fatria didampingi oleh Kepala Seksi Pidana Umum Budi Sastera di kantor Kejari setempat.
"Penghentian penuntutan terhadap ketiga tersangka dilakukan karena sudah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 4 dan 5 Perja No. 15 tahun 2020," kata M Fatria usai penyerahan.
Ia menyebutkan, tiga tersangka yang mendapatkan keadilan restoratif itu adalah Iryanto Yahya, Kurniati, dan Ronaldo Pramana Putra. Sedangkan korban bernama Racel Gustyan.
"Dengan dilakukannya penghentian penuntutan ini maka perkara diselesaikan di luar persidangan, dan ketiga tersangka tidak perlu dihadapkan ke pengadilan dan berakhir di penjara," katanya.
Sementara Budi Sastera menjelaskan penghentian penuntutan itu diberikan kepada tiga tersangka karena memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 4 dan 5 Perja No. 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Syarat tersebut adalah baru pertama melakukan tindak pidana, ancaman hukuman di bawah lima tahun, korban dan tersangka sudah berdamai tanpa syarat, masyarakat menyambut positif, dan adanya penyesalan dari tersangka yang berjanji tidak akan mengulangi perbuatan.
Lebih lanjut Budi menjelaskan bahwa perkara yang menjerat ketiga tersangka berawal dari perselisihan antar anak yang kemudian karena emosi berujung pada tindak pidana dan melibatkan orang tua salah satu anak.
Perselisihan itu terjadi di Masjid Taqrib Jalan Sutan Syahril Kelurahan Rawang, Kecamatan Padang Selatan Kota Padang.
Budi mengatakan Kejari Padang akan terus menerapkan semangat keadilan restoratif dalam menangani perkara tindak pidana ringan yang terjadi di kota setempat selagi memenuhi persyaratan.
"Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan penerapan dari azas ultimum remedium yang berarti pemidanaan adalah jalan terakhir, tidak semua pelaku tindak pidana harus berakhir di penjara," jelasnya.