Jakarta (ANTARA) - Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) dan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Lubuklinggau, Sumatera Selatan, Yetti Oktarina, di Jakarta, Minggu, menceritakan kisah dan asal-usul Batik Durian yang menjadi ciri khas daerahnya.

Seperti namanya, kain Batik itu bermotif buah durian, yang kini menjadi ciri khas kota paling barat dari provinsi Sumatera Selatan, Lubuklinggau.

“Lubuklinggau memiliki salah satu durian yang paling enak, kalau tidak percaya, datang langsung ke mari,” ujar Yetti sembari tertawa kecil.

“King of Fruits” atau Raja Buah itu, cukup banyak digemari masyarakat lokal Sumatera. Bentuknya yang unik rupanya menarik perhatian besar ketika dituangkan menjadi motif Batik. Bahkan, Batik Durian Lubuklinggau kini telah dikenal hingga pecinta fesyen dunia.

Batik Durian Lubuklinggau (ANTARA/Pamela Sakina)

Ide itu, muncul satu dekade lalu, tepatnya pada tahun 2013, ketika Yetti, istri dari Walikota Lubuklinggau periode 2013-2018 dan 2018-2023 Prana Putra Sohe itu, tengah mencari suatu ciri khas yang bisa dijadikan ikon kota itu.

“Ini muncul karena Lubuklinggau sebelumnya tidak punya ciri khas khusus, sementara menurut saya, sebuah kota atau kabupaten harus punya ciri khas yang menjadi kebanggaan, atau sesuatu yang akan dicari orang ketika datang ke tempat kita,” imbuh Yetti.

Yetti menjelaskan, Kota Lubuklinggau dikenal dengan sebutan "Kota Transit" karena berada persis di persimpangan jalan lintas tengah Sumatera. Dalam perkembangannya, jasa adalah salah satu sektor penyokong ekonomi terbesar kota itu.

Alasan itu lah yang menurut Yetti, membuat Lubuklinggau tidak memiliki sesuatu yang dapat menjadi ciri khas. Ia pun akhirnya berinovasi dengan menggunakan durian sebagai motif andalan wastra dari Lubuklinggau.

“Saya tidak mau terperangkap pada yang namanya filosofi khusus, karena saya pikir Lubuklinggau adalah kota baru, kota yang baru dibekalkan, jadi, kain kita pun bisa jadi kain yang baru, tanpa harus terjebak dengan filosofi khusus,” kata dia.

“Jadi memang saya bebaskan desainnya seperti itu, dibantu beberapa pengrajin dari Pekalongan pada awalnya,” Yetti menambahkan.

Tahun demi tahun berlalu, dari yang awalnya tidak ada sama sekali pengrajin wastra di sana, kini sudah lebih dari 350 pengrajin lokal yang terdiri atas kebanyakan ibu rumah tangga, menuangkan kreasinya pada Batik Durian Lubuklinggau. Saat ini, kreasi motif durian pada batik tersebut telah tercipta ratusan desain.

Meski baru berumur 10 tahun, Batik yang sarat dengan warna-warna cerah itu cukup banyak digemari berbagai kalangan, kepopulerannya pun melesat begitu cepat hingga taraf dunia.

Batik Durian Lubuklinggau berhasil menebarkan pesonanya di Milan Fashion Week 2021 dan 2022 di Milan, Italia. Di ajang fesyen bergengsi dunia itu, jenama busana lokal, JYK, memanfaatkan batik durian untuk dijadikan koleksi bertema “Revolutionary Hope” bergaya punk untuk menjamah pasar generasi muda.

“Sejak selesai Milan Fashion Week, pesanan melonjak hingga lebih dari 1.500 lembar, tidak hanya orang Indonesia, tapi juga masyarakat dunia menyukainya,” jelas Yetti.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Asal-usul Batik Durian, wastra khas Lubuklinggau yang mendunia

Pewarta : Pamela Sakina
Editor : Siri Antoni
Copyright © ANTARA 2024