Padang (ANTARA) - DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) melakukan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri terkait dengan penggunaan anggaran guna mengimplementasikan program unggulan daerah.
"Konsultasi ini dikarenakan rasio dana transfer pusat ke daerah semakin berkurang, begitupun pola penggunaannya yang banyak pembatasan," kata Wakil Ketua DPRD Sumbar Irsyad Syafar melalui keterangan tertulis yang diterima di Padang, Kamis.
Irsyad mengatakan kondisi tersebut berdampak buruk terhadap pembiayaan daerah untuk pencapaian target rencana pembangunan jangka menengah daerah
atau RPJMD.
Irsyad Syafar mengungkapkan dalam rapat penyusunan anggaran bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), muncul keluhan tentang kebijakan mengenai dana transfer pusat ke daerah.
Selama ini hanya pengguna dana alokasi khusus (DAK) yang bersifat spesifik grand (sudah ada peruntukannya). Namun, saat ini dana alokasi umum (DAU) yang juga dari pemerintah pusat menggunakan pola yang sama.
"Kondisi tersebut menyulitkan daerah untuk penggunaannya. Sebab, DAU dan DAK telah ada pos penggunaan sesuai dengan undang-undang," katanya.
Ia mengatakan keterbatasan yang dihadapi pemerintah daerah dalam penggunaan DAU dan DAK, juga dipersulit kewajiban pemenuhan alokasi anggaran yang bersifat harus dari pusat. Hal tersebut diperuntukkan bagi sektor pendidikan dan pekerjaan umum.
"Belum lagi pemenuhan target standar pelayanan minimal, hibah Pilkada dan Pilpres Rp500 miliar, penanganan stunting hingga kemiskinan ekstrem," ujarnya.
Imbasnya, tidak ada lagi anggaran untuk membiayai pencapaian target kinerja RPJMD. Berangkat dengan kondisi itu Irsyad meminta solusi yang mesti dilakukan daerah untuk memenuhi kebutuhan anggaran terutama yang menyangkut program prioritasnya.
Di sisi lain, Banggar DPRD Sumbar juga membahas penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 yang mengamanatkan bahwa perda pajak dan retribusi daerah yang disusun paling lambat dua tahun sejak undang-undang tersebut ditetapkan.
Permasalahannya, belum semua daerah yang menyiapkan perda pajak dan retribusi yang mengacu kepada undang-undang tersebut. Akibatnya, akan ada perbedaan pola di provinsi masih menggunakan pola bagi hasil pajak ke daerah sedangkan di daerah menggunakan pola opsen PKB dan BBNKB.
"Konsultasi ini dikarenakan rasio dana transfer pusat ke daerah semakin berkurang, begitupun pola penggunaannya yang banyak pembatasan," kata Wakil Ketua DPRD Sumbar Irsyad Syafar melalui keterangan tertulis yang diterima di Padang, Kamis.
Irsyad mengatakan kondisi tersebut berdampak buruk terhadap pembiayaan daerah untuk pencapaian target rencana pembangunan jangka menengah daerah
atau RPJMD.
Irsyad Syafar mengungkapkan dalam rapat penyusunan anggaran bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), muncul keluhan tentang kebijakan mengenai dana transfer pusat ke daerah.
Selama ini hanya pengguna dana alokasi khusus (DAK) yang bersifat spesifik grand (sudah ada peruntukannya). Namun, saat ini dana alokasi umum (DAU) yang juga dari pemerintah pusat menggunakan pola yang sama.
"Kondisi tersebut menyulitkan daerah untuk penggunaannya. Sebab, DAU dan DAK telah ada pos penggunaan sesuai dengan undang-undang," katanya.
Ia mengatakan keterbatasan yang dihadapi pemerintah daerah dalam penggunaan DAU dan DAK, juga dipersulit kewajiban pemenuhan alokasi anggaran yang bersifat harus dari pusat. Hal tersebut diperuntukkan bagi sektor pendidikan dan pekerjaan umum.
"Belum lagi pemenuhan target standar pelayanan minimal, hibah Pilkada dan Pilpres Rp500 miliar, penanganan stunting hingga kemiskinan ekstrem," ujarnya.
Imbasnya, tidak ada lagi anggaran untuk membiayai pencapaian target kinerja RPJMD. Berangkat dengan kondisi itu Irsyad meminta solusi yang mesti dilakukan daerah untuk memenuhi kebutuhan anggaran terutama yang menyangkut program prioritasnya.
Di sisi lain, Banggar DPRD Sumbar juga membahas penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 yang mengamanatkan bahwa perda pajak dan retribusi daerah yang disusun paling lambat dua tahun sejak undang-undang tersebut ditetapkan.
Permasalahannya, belum semua daerah yang menyiapkan perda pajak dan retribusi yang mengacu kepada undang-undang tersebut. Akibatnya, akan ada perbedaan pola di provinsi masih menggunakan pola bagi hasil pajak ke daerah sedangkan di daerah menggunakan pola opsen PKB dan BBNKB.